Bab 1: Malam Kemenangan

27 5 0
                                    

MATA hazel menatap tajam ke arah bintang paling terang di langit gelap. Bintang paling bersinar itu dipercaya sebagai perwujudan Dewi Astare, dewi perang pelindung Kerajaan Winchester. Dinginnya udara malam penghujung musim tidak membuatnya pergi dari tempatnya berdiri, di ujung tebing di atas lembah peperangan.

Wajah pria itu mengeras seiring tangannya yang mengepal kuat. Otot-otot di tangannya mulai bermunculan. Ia menghitung waktu yang sudah dihabiskan di tempat keras ini. Musim terus berganti dan kini sudah memasuki musim yang sama saat kakinya pertama kali menginjak tanah ini.

"Aku mulai meragukan berkat-Mu yang selama ini diagung-agungkan para pendeta agung itu," gumam lelaki berambut coklat tua itu sambil tersenyum sinis. Ia masih menghadap ke arah bintang Astare, seolah menantang sang dewi karena putus asa. Pria itu tampaknya sudah mulai lelah melihat teman-temannya berkurang satu demi satu setelah pertempuran sengit di lembah kematian, di bawah tempatnya berdiri.

Bangsa Lisch, penduduk asli Lumeria, sebelum namanya berubah menjadi Winchester, adalah bangsa biadab dan primitif. Mereka suka merampok penduduk dan merusak lahan pertanian saat menjarah. Mereka tidak takut untuk membunuh jika ketahuan. Para penduduk pun tidak bisa melukai mereka karena bangsa Lisch sangat kuat.

Kemudian, Frederick—pangeran kedua Kerajaan Irenel—memimpin pasukan untuk menumpas bangsa Lisch yang meresahkan penduduk Irenel yang berbatasan dengan Lumeria. Kemenangan Pangeran Frederick menjadikannya penguasa Lumeria lalu mengubah namanya menjadi Winchester dan dinobatkan sebagai raja pertama.

Setelah beberapa generasi, bangsa Lisch yang dikira sudah musnah ternyata kembali menyerang. Mereka menuntut tanah Lumeria kembali. Saat peperangan dengan Raja Frederick terjadi, beberapa orang Lisch berhasil melarikan diri ke lembah Gunung Sinai dan bersembunyi di sana. Setelah jumlah mereka kembali meningkat banyak, mereka melakukan serangan ke Winchester dengan dibantu oleh troll dan beberapa monster lain.

Sudah hampir setahun perang tidak kunjung selesai. Saat peperangan yang menewaskan banyak ksatria terjadi, mereka pikir sudah menang karena pihak musuh berkurang banyak. Namun, mereka selalu datang lagi dengan jumlah yang tidak kalah banyak. Laki-laki itu sampai curiga kalau bangsa Lisch bisa membelah diri karena tidak pernah berkurang jumlahnya.

"Pangeran!"

Lelaki itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Terlihat seorang laki-laki bertubuh tegap datang dengan langkah tergesa. Wajah tegasnya terlihat menonjol di bawah sinar bulan keemasan malam ini.

"Ada pergerakan dari lembah bagian utara. Sepertinya mereka berniat menyerang kembali."

"Siapkan pasukan, suruh mereka mengambil pedang yang sudah diberi kekuatan oleh penyihir kerajaan. Kita harus bisa menumpas semua pasukan mereka malam ini. Tidak ada satu pun yang boleh lolos dan kembali ke lembah Sinai."

Kedua lelaki itu, Pangeran Cyril dan bawahannya kembali ke barak untuk menyiapkan pasukan. Cyril mengumpulkan para komandan ke dalam tendanya. Mereka melingkari peta yang terbentang di atas meja untuk menyiapkan strategi.

"Kali ini harus menjadi pertarungan terakhir kita. Sepertinya jumlah mereka akan bertambah banyak jika kembali ke lembah. Jadi, malam ini kita harus menumpas mereka semua."

Cyril menatap semua wajah penuh tekat para komandan. Tidak ada yang tidak ingin perang segera selesai. Mereka semua sudah rindu dengan keluarga dan masakan rumahan.

"Sudah berapa banyak pedang yang diberi mantra oleh para penyihir? Kita harus cepat bergerak!"

"Sepertinya sudah semua, Pangeran."

"Bagus. Kumpulkan semua pasukan dan suruh mereka mengambil pedangnya di markas. Kita bergerak sekarang."

"Tuan Leonhart, bawa pasukan pertama ke barat lewat samping. Tuan Rockwood, bawa pasukan kedua ke timur lewat samping. Dan Tuan Amares, ikuti Tuan Rockwood ke timur, tapi pasukan ketiga lanjut ke arah lembah dan tunggu di sana sampai pasukan Lisch di tengah medan perang. Kita harus mengepung mereka dari segala sisi sehingga tidak ada yang bisa lolos saat terdesak."

Cyril beralih ke arah lelaki tegap yang berdiri tepat di hadapanya dan mengunci matanya. "Lalu Tuan Rosewood, ayo kita hadang mereka. Dengan atau tanpa berkat Dewi Astare, kita harus menang malam ini."

Semua orang bergerak dengan membawa pedang yang mengilat memantulkan cahaya bulan purnama. Cyril bersama Rosewood diam di atas kuda dengan tenang menunggu pasukan Lisch. Tidak lama, pasukan bertubuh besar itu terlihat.

Selama ini, mereka tidak pernah bisa menumpas mereka semua karena tubuh troll sangat kuat. Namun, mereka semua berotak kosong, sehingga tidak pernah bisa mengalahkan pasukan Winchester yang dikomando oleh Cyril yang pintar berstrategi sehingga dijuluki Odisseus dari Winchester.

Kali ini, pasukan kerajaan dibantu oleh penyihir sehingga Cyril optimis mereka akan menang. Dengan mata menyipit, ia menengadah. Gerahamnya mengetat dengan buku-buku jari tangan makin erat memegang tali kuda.

Aku tahu Kau ada bersama kami. Bantu kami mengakhirinya malam ini. Tunjukkan padaku bahwa Kau ada. Cyril meminta kepada Dewi Astare di dalam hati.

Ia menghitung di dalam hati seiring dengan bayangan pasukan lawan bertambah besar. Satu, dua, tiga ....

Kemudian, tangannya yang memegang pedang peninggalan Raja Frederick yang ia peroleh saat menjadi panglima ksatria, mengomando salah satu pasukan untuk menyalakan kembang api sebagai isyarat pasukan yang menunggu di lain untuk bersiap.

Kembang api berwarna merah kekuningan meledak di langit mengaburkan cahaya bintang. Para pasukan bersiap dengan pedang mengilat saat derap langkah musuh terdengar jelas. Cyril memajukan kudanya beberapa langkah lalu berbalik menghadap ke arah pasukan.

"Malam ini akan kita akhiri peperangan ini. Mari kita bunuh mereka semua, jangan biarkan satu pun lolos. Ingat wajah-wajah di rumah yang sedang menunggu kepulangan kalian. Mari kita berjuang untuk terakhir kali malam ini karena Dewi Astare ada bersama kita!"

Seruan membangkitkan tekat membahana bersama angin malam. Cyril kembali menghadap ke depan. Saat musuh sudah terlihat jelas di depan, genderang perang mulai berbunyi memecah kesunyian malam. Di malam dingin saat orang-orang tidur dengan mimpi indah, pasukan Winchester sedang bertarung untuk kemenangan kerajaan.

"Serang!"

The Winchester's OdisseyWhere stories live. Discover now