Bab 8: Teman Lama

2 1 0
                                    

CYRIL dan Bastian Rosewood menunggangi kuda sepanjang malam untuk sampai ke Westcoast. Sampai di pinggiran kota Westcoast, matahari masih belum terbit. Namun, langit sudah semburat merah seperti selendang yang menggantung di sebelah timur. Suara debur ombak terdengar seperti gemuruh dan bau amis laut menyapa lubang hidung mereka.

Cyril masih melanjutkan perjalanannya sepanjang tepi laut sampai mereka masuk ke area padang rumput. Suara ombak sudah tidak terdengar, digantikan suara cicitan burung yang merdu bersahutan. Mereka semakin masuk ke tengah padang rumput hingga terlihat rumah yang temboknya setengah terbuat dari batu dan di atasnya papan kayu.

Cyril menghentikan kudanya tepat di depan rumah yang terlihat sepi. Bastian Rosewood sendiri tidak yakin apakah rumah tersebut berpenghuni ataukah hanya rumah persinggahan. Bastian Rosewood mengambil alih kekang kuda untuk diikat di tembok sementara Cyril naik ke atas tangga teras, lalu mengetuk pintu.

Setelah beberapa kali ketukan, pintu akhirnya terbuka. Dari dalam rumah terlihat sosok laki-laki paruh baya yang membukakan pintu. Rambut yang mulai dipenuhi warna keperakan tersebut tidak mampu menyembunyikan kerasnya otot yang membalut tubuhnya.

"Pangeran!" sapa orang itu setengah kaget saat melihat sosok Cyril berdiri di depan pintunya.

"Tuan Robinson," sapa Cyril dengan menarik kedua ujung bibirnya lalu memeluk lelaki di hadapannya.

Tuan Robinson adalah keponakan Madam Gloria. Ketika masih muda, Tuan Robinson adalah ksatria kerajaan. Setelah Madam Gloria pensiun, Tuan Robinson ikut pulang ke Westcoast untuk menjaga Madam Gloria yang saat itu kondisinya tidak baik.

"Silakan masuk, Pangeran Cyril. Suatu kehormatan Anda ke mari," ujar Tuan Robinson mempersilakan, "oh, Tuan Rosewood, sudah lama kita tidak bertemu!"

Bastian Rosewood menyusul Cyril dan menyapa Tuan Robinson. Tidak bisa ia percaya bahwa orang yang dulu mengajari dirinya dan Cyril ilmu pedang untuk pertama kalinya saat kecil hidup di tempat terpencil seperti ini. Bastian Rosewood menghitung di dalam hati berapa musim ia tidak pernah lagi berjumpa dengan orang tua itu.

"Apa kabar, Tuan Robinson? Anda terlihat masih kuat seperti dulu," sapa Bastian Rosewood.

Tuan Robinson tertawa lebar mendengar sapaan Bastian Rosewood. "Ah, dan kau masih saja bermulut manis seperti dulu. Aku heran kenapa kalian berdua yang bertolak belakang bisa akur sampai sekarang."

"Cecillia, Sayang, ada Pangeran Cyril berkunjung!" teriak Tuan Robinson setelah mempersilakan kedua tamunya duduk. Orang tua itu berjalan ke belakang meninggalkan tamunya yang berwajah kelelahan.

Setelah beberapa waktu berlalu—ketika Cyril dan Sebastian Rosewood hampir terlelap—Tuan Robinson muncul bersama istrinya, Nyonya Cecillia. "Maafkan hamba meninggalkan Anda terlalu lama, Pangeran. Kamar Anda dan Tuan Rosewood sudah siap. Silakan beristirahat sambil menunggu sarapan matang," sapa Nyonya Cecillia.

"Maaf merepotkan Anda, Nyonya Cecillia," jawab Cyril sambil mengucek mata.

"Tidak, saya justru khawatir jika kamarnya tidak sesuai dengan selera Anda."

Cyril dan Bastian Rosewood diantarkan ke kamar mereka di lantai dua. Kamar tersebut sebenarnya adalah loteng di rumah itu yang disulap menjadi kamar yang luas. Perabotan dan lantainya terbuat dari kayu mahoni. Namun, hanya terdapat satu kasur di sana. Dilihat dari penataan dan perabotan di sana, sepertinya itu adalah kamar seorang gadis.

"Maafkan kami karena tidak bisa memberikan dua kamar di rumah kecil ini. Ini sebelumnya adalah kamar anak kami, dia sekarang sedang bersekolah dan tinggal di asrama. Untuk Tuan Rosewood, Anda bisa memakai kamar kami di lantai satu," celetuk Nyonya Cecillia seolah paham apa yang ada di benak kedua orang tamunya.

"Ah, jangan merepotkan Anda, Nyonya. Saya bisa tidur di mana saja. Rumah ini jauh lebih baik ketika saya di medan perang. Mungkin ...," jawab Bastian Rosewood sambil menggaruk rambutnya dengan ekspresi sungkan, "saya bisa meminjam selimut Anda untuk saya jadikan kasur."

Nyonya Cecillia tidak mengizinkan tamunya tidur di lantai. Namun, Bastian Rosewood meyakinkan wanita itu bahwa dia tidak apa-apa. Akhirnya, Tuan Robinson menyusul dengan membawa beberapa lapis selimut.

Setelah mandi dan sarapan, tiga orang pria di rumah itu mengobrol di taman kecil samping rumah. Matahari mulai beranjak naik, cahayanya yang keemasan sudah berubah terik dan sedikit menyilaukan. Namun, ketiga pria itu terlihat cukup menikmati udara pagi ini dengan raut serius.

Cyril menceritakan hal yang sedang terjadi di istana dan alasan dia bisa di sini pagi-pagi. Tuan Robinson mendengarkan dengan wajah tertekuk. Lelaki tua itu tampak tidak terkejut dengan apa yang sedang terjadi. Sepertinya selama ini hanya dirinya di kerajaan ini yang tidak tahu kudeta yang telah terjadi.

"Saya mohon maaf karena tidak bisa membantu Anda. Saya juga mengetahui kabar tersebut suatu hari saat pergi ke kota untuk mengantar Serena ke sekolah."

"Bukan salah Anda, Tuan Robinson. Mungkin untuk beberapa waktu saya akan merepotkan Anda. Karena mungkin bisa membahayakan keluarga Anda, apa tidak apa-apa kami di sini?"

"Kehormatan bagi saya bisa melayani, Anda. Jangan khawatir, Pangeran."

"Saya ingin membalas dendam, tetapi tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Rasanya tidak mungkin bisa menang melawan Matheus." Cyril mengusap wajahnya dengan raut frustrasi.

Perlu berlatih bertahun-tahun untuk menjadi seorang archmage. Mungkin ketika dia sudah tua baru bisa mencapai level tersebut, itu pun jika ia memiliki bakat sihir. Sedangkan, dia adalah seorang ksatria. Mungkin saja, saat ia mencapai level archmage, orang tua itu sudah jauh lebih kuat lagi. Sampai kapan pun, rasanya membalas dendam adalah sesuatu hal yang mustahil.

"Apakah pangeran pernah mendengar legenda tentang kerajaan di perut Gunung Sinai?" celetuk Tuan Robinson.

"Kerajaan di perut Gunung Sinai?"


The Winchester's OdisseyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang