Bab 15: Dunia Bawah

9 1 0
                                    

Muncul puluhan—mungkin ratusan—bayi monster sebesar kucing dari perut Aracha yang baru saja robek. Bayi monster sebesar kucing itu merayap ke arang sang pangeran dan siap mengerubunginya. Bisa-bisa tubuh Cyril akan dijadikan makanan para bayi dalam sekejap.

Cyril mengibaskan pedangnya ke arah bayi-bayi itu. Ada yang terkena, ada juga yang masih lolos. Karena merasa tidak ada habisnya menebas bayi monster itu dengan pedang biasa, Cyril mengaktifkan lagi pedangnya. Kemudian, mengarahkan tembakan aura ke bayi monster.

Hanya dalam beberapa kali tembakan, semua bayi itu hangus terbakar. Aracha mengamuk dan mengeluarkan suara lebih nyaring. Cyril mencoba berkonsentrasi meskipun kepalanya mulai pening. Ia tidak bisa lagi sembarangan mengenai tubuh Aracha jika tidak ingin kejadian yang sama terulang. Ia harus mengarahkan aura atau hunusan pedangnya tepat ke inti Aracha.

Puluhan Aracha dewasa keluar dari dalam gua dan langsung menyerang Cyril bertubi-tubi. Cyril menghindari serangan itu dengan melompat sana-sini—ke tembok, ke tubuh Aracha, atau ke dinding. Saat kakinya terjun di tubuh monster itu, ia sekalian menendangnya sampai terlempar dari mulut gua dan jatuh ke kawah.

Ketika tubuh kekarnya mulai sedikit lelah, jumlah Aracha di depannya sudah bisa dihitung jari. Namun, ia tidak boleh lengah. Siapa tahu jika masih ada sisa laba-laba raksasa di dalam sana yang menunggu untuk menyerang.

Setelah menumpas Aracha terakhir, Cyril langsung terduduk di lantai gua. Badannya sangat lelah karena dari pagi sampai siang bertarung dengan monster bermata delapan tadi. Rasanya masih mudah bertarung dengan bangsa Lisch di medan perang. Setidaknya, jika pedang menebas tubuh bangsa Lisch, tidak ada puluhan bayi monster yang keluar dari mayatnya.

Setelah lelahnya hilang, Cyril bangkit dan melanjutkan perjalanan. Ia melangkah masuk ke dalam gua. Suasana sangat gelap dan pengap. Tidak ada seberkas cahaya pun yang menerobos masuk. Cyril lalu mengaktifkan pedangnya untuk membuat penerangan. Dengan bantuan pendar kebiruan, Cyril bisa melihat lorong tempatnya berdiri.

Lorong itu sangat besar dan panjang. Stalaktit dan stalakmit mencuat dari atas dan bawah. Ada beberapa stalaktit yang rusak, mungkin karena ulah dari Aracha tadi. Mengingat Aracha, Cyril segera meningkatkan kewaspadaannya kembali. Mungkin saja sekumpulan monster itu muncul tiba-tiba di sini. Keadaan gua yang gelap sangat tidak menguntungkan baginya.

Pemuda berambut cepak itu melangkah maju dengan hati-hati, terus berusaha agar tidak menimbulkan bunyi yang bisa memancing keberadaan musuh. Tidak ada yang tahu makhluk macam apa yang sedang mengamatinya dari kegelapan dan setiap saat siap menyergap.

Sang pangeran jadi teringat saat masih di medan perang. Melangkah mengendap-endap untuk menyergap keberadaan mata-mata musuh yang menyusup ke dalam camp ksatria kerajaan. Mereka harus berhati-hati karena bisa saja bukan menjebak musuh, malah mendapat serangan.

Cyril terus masuk ke dalam gua sambil menghadap ke depan-belakang dan kiri-kanan. Namun, belum ditemukan Aracha. Keadaan yang sangat sepi membuatnya merinding. Kesunyian selalu menyimpan bahaya yang sesungguhnya. Hatinya tidak enak, seperti ada sepasang mata—mungkin lebih—sedang menunggunya datang ke tempat mereka. Bulu kuduknya langsung berdiri.

Kemudian, Cyril sedang menabrak sesuatu. Mungkinkah ia tersesat dan menabrak tembok? Sesuatu yang ia tabrak itu terasa keras, tetapi dingin dan lembab. Berapa kali pun ia menebak, tidak ada yang ciri-cirinya sama dengan yang ia rasakan.

Pangeran memutuskan mundur tiga langkah. Tak lama kemudian, sepasang bola kuning—dengan garis hitam di tengahnya—sebesar piring terlihat tiga meter di atasnya. Cyril meneguk ludah kelat, alaram di dalam tempurung tengkoraknya berbunyi.

Karena penasaran, pangeran mengarahkan pedangnya ke atas agar bisa melihat makhluk apa di depannya. Betapa terkejut dirinya. Itu flakr, monster berbentuk ular yang selama ini tidak pernah ditemukan, hanya ceritanya saja. Cyril melompat ke belakang untuk membuat jarak dengan monster itu. Ia tidak pernah menyangka bahwa akan menemui makhluk yang dianggap sebagai dongeng itu di sini.

Sesuatu melintas di kepala sang pangeran. Apakah flakr termasuk monster? Ataukah hewan magis kuno?

Laki-laki berwajah pucat itu tidak bisa berpikir sekarang. Ia hanya berpikir bagaimana cara lolos dari makhluk di depannya dengan selamat. Seketika perutnya terasa mual membayangkan hidupnya berakhir di sini.

Kepala flakr semakin tinggi dan menunduk ke arahnya. Mata kuningnya mengilat dan sesekali lidahnya terjulur. Suara desisan seperti badai terdengar.

Cyril menahan napas. Tangan yang memegang pedang bergetar dan berkeringat. Kakinya yang sedikit goyah memasang kuda-kuda. Ia mengalirkan lebih banyak aura ke pedangnya.

Flakr adalah ular raksasa dengan sisik yang sangat keras, hampir sekeras besi. Di dalam legenda, ia tidak terkalahkan. Semua monster atau makhluk apa pun yang berhadapan dengannya tidak pernah selamat. Semua akan ditelan bulat-bulat oleh flakr karena bisa mengeluarkan sihir dari matanya. Makhluk yang terkena sihir saat menatap matanya, tubuhnya akan membatu.

Kepala flakr dengan cepat menerjang Cyril sambil membuka mulutnya. Dua taring lancipnya sebesar tubuh Cyril. Entah bagaimana keadaan Cyril jika taring itu menusuk tubuhnya.

Dengan cepat, Cyril melompat ke samping untuk menghindari serangannya. Seperti yang ia takutkan, tidak ada inti monster di tubuh flakr. Berarti makhluk itu adalah hewan magis. Itu adalah mimpi buruk.

Flakr terus menyerang Cyril. Sesekali dari mulut flakr keluar bisa yang disemprotkan ke arah buruannya. Dengan cepat pula, Cyril bisa menghindarinya. Sang pangeran hanya bisa menghindar karena serangan aura tidak bisa menembus sisik flaker.

Cyril tidak mengingatkan dirinya sendiri agar tidak menatap sepasang mata kuning flakr. Ia harus tetap bergerak sambil menemukan kelemahannya. Kemudian, ia mencoba mengarahkan serangan aura ke dalam mulut hewan itu saat membuka mulutnya. Serangan aura masuk ke dalam mulut raksasa itu dan membuatnya sedikit terdorong ke belakang.

Sepertinya serangan Cyril masih kecil bagi flakr sehingga makhluk itu mengamuk setelah kembali bangkit. Serangannya semakin agresif. Cyril lebih berani menembakkan aura ke bagian-bagian sensitif ular itu—mulut, mata, dan perut.

Sepertinya serangan Cyril cukup efektif dilihat dari pergerakan flakr yang tidak secepat tadi. Cyril tidak punya waktu lebih lama lagi. Ia harus bisa mengalahkan flakr sebelum kehabisan tenaga.

Ia kerahkan hampir semua auranya dan berharap akan menjatuhkan flakr. Meskipun tidak bisa membunuh raksasa itu, setidaknya Cyril bisa melewati tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan.

Saat auranya sudah berkumpul, Cyril bersiap menembakkannya ke arah flakr. Namun, hal tidak terduga terjadi. Tiba-tiba matanya menjadi gelap dan kesadarannya menurun.

Apakah ini akhir hidupku? tanya Cyril dalam hati sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Winchester's OdisseyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang