Bab 14: Pintu Masuk

5 1 0
                                    

KEPALA Cyril terasa pening karena tubuhnya terbalik. Saat tubuhnya terus bergulung ke bawah tanpa bisa berhenti, akhirnya tersangkut di dahan pohon. Kini kulitnya terasa perih semua. Padahal saat terjatuh dan menatap dinding-dinding runcing tadi, luka-luka itu tidak terasa sama sekali.

Tubuhnya bergelantungan sudah beberapa menit. Bajunya tersangkut di dakan runcing dan sekarang terdapat bercak merah. Cyril mengayunkan tubuhnya agar bisa meraih dahan sebelah untuk dijadikan pegangan agar dia bisa membalik tubuhnya.

Setelah beberapa ayunan, tangan Cyril bisa meraih dahan besar di sebelah, lalu secara perlahan menopang tubuhnya agar bisa ke dalam posisi duduk. Kemudian, ia duduk di dahan itu beberapa saat untuk menenangkan diri dan beristirahat sejenak. Ia menunggu apakah akan ada gempa vulkanik susulan. Akan berbahaya lagi jika dia kembali melanjutkan perjalanan dan terjadi gempa lagi.

Sambil menunggu, ia merogoh isi kantong yang tadi penuh buah berry. Saat membuka kantong, buah berry-nya masih utuh di sana. Cyril lega karena bekalnya tidak ikut jatuh ke bawah meskipun banyak yang rusak karena terbentur batuan tajam. Ia memakan buah-buah yang sudah rusak dan menyimpan sisanya yang masih bagus.

Sambil menunggu sejenak, warna keemasan mulai menyinari dinding tebing. Di sebelah timur, langit sudah bersemu jingga. Cyril mengedarkan pandangan. Tepat di arah jam tiga dari posisinya saat ini, cekungan gelap terlihat. Cyril yakin itu adalah gua yang ia cari. Pintu yang akan membawanya ke dunia bawah.

Senyum tercetak di wajahnya yang penuh dengan debu putih. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, seperti yang baru saja ia alami. Setelah ia terjatuh, akhirnya bisa menemukan tempat yang ia cari. Coba saja kalau ia tidak terjatuh dan terus merangkak, pasti akan semakin jauh dari tujuan karena berlawanan arah. Pasti ada keberuntungan di setiap kegagalan.

Cyril segera bangun dan kembali merangkak ke dinding. Ia harus cepat bergerak ke gua sebelum matahari tinggi. Setelah beberapa menit, Cyril sudah tiba di mulut gua dengan napas terengah-engah.

Cyril berdiri di mulut gua setinggi sepuluh meter sambil mengelap keringat di dahinya. Tidak lama, terdengar suara seperti derap kaki. Derap langkah itu terdengar sangat halus, tetapi seperti sangat banyak. Pemuda itu memasang kuda-kuda dan bersiap dengan pedang di tangan. Baru saja sampai di depan gerbang, kedatangannya sudah disambut.

Beberapa saat menunggu, tidak ada satu pun yang muncul. Ketenangan itu sangat mencekam. Bahkan, suara embusan angin terdengar seperti genderang di medan perang.

Srek, srek, srek.

Suara itu terdengar lagi. Cyril menajamkan matanya, mencoba melihat ke dalam kegelapan di dalam sana. Tidak lama kemudian, terlihat batang hitam keabuan berbulu lebat muncul. Selanjutnya muncul satu lagi dan terlihatlah hewan mengerikan di hadapannya. Matanya membelalak saat melihat laba-laba raksasa setinggi hampir dua meter di hadapannya. Hewan berbulu dengan kaki dan mata delapan buah.

Aracha, monster berbentuk laba-laba. Bulu kuduk Cyril langsung berdiri saat ia mendengar langkah halus lain mendekat. Hatinya risau menebak berapa jumlah Aracha di depannya. Akan memakan waktu dan tenaga untuk menumpas Aracha. Ia harus segera menemukan inti monster sebelum tertangkap oleh jaring yang mereka semprotkan dan menjadikan dirinya makanan.

Akan tetapi, jika jumlah Aracha yang menyambutnya sangat banyak, apakah ia bisa bertahan?

Sial, umpatnya dalam hati.

Seharusnya ia mengizinkan Bastian Rosewood mengikutinya kemari untuk membantunya menumpas monster di depan. Namun, tidak. Pilihannya sudah benar memberi perintah sahabatnya itu untuk menemukan Elaine.

Cyril mengaktifkan pedang dengan mengalirkan auranya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini kulit dadanya terasa hangat. Sepertinya kalung yang ia pakai ikut menyala seperti saat bertemu Amon di hutan terlarang.

Di dalam kegelapan, mustahil Cyril bisa menemukan inti monster di tubuh Aracha. Makanya ia harus mengaktifkan pedangnya untuk memberinya penerangan. Aracha lain muncul dari segala penjuru--atas dan bawah.

Aracha mulai menyemburkan jaringnya yang seperti benang sutera. Cyril menangkis jaring itu dengan aura yang dikeluarkan dari pedang. Jaring itu langsung terkoyak sebelum membungkus tubuhnya. Serangan jaring itu datang bertubi tubi dari depan dan atas. Jika begini terus, tenaganya bisa terkuras hanya untuk menghindari seragnan Aracha saja.

Cyril mendongak. Ia melihat inti Aracha yang ada tepat di atasnya. Ia melompat dan menusukkan pedangnya ke inti tersebut. Satu Aracha tumbang. Melihat temannya terjatuh dan mati, Aracha lain mengeluarkan suaranya. Suara mereka seperti decitan lemari di atas lantai. Suara itu sangat keras dan bersahutan hingga membuat telinga Cyril berdengung.

Cyril tetap waspada dan mengamati Aracha lain yang bisa ia jangkau dengan aman. Di atasnya sedikit ke arah jam delapan, inti telihat lagi. Cyril mengeluarkan aura dan mengarahkan ke sana. Satu lagi Aracha tumbang. Suara teriakan dan derap langkah semakin nyaring.

Saat Cyril tidak fokus karena menyumbat telinga, Aracha yang ada di atasnya melompat untuk menyerang. Karena kaget, Cyril menebaskan pedang ke arah monster itu. Aracha ketiga tumbang dengan perut terbelah. Namun, tumbangnya Aracha ketiga itu adalah bencana lain.

Sekali lagi, tidak ada yang sempurna. Kematian Aracha karena sabetan pedangnya malah menambah pekerjaannya.

"Oh, Tidak!"


The Winchester's OdisseyWhere stories live. Discover now