tak sepadan

104 9 0
                                    

Acara makannya berlangsung dengan baik untuk mereka. tapi tidak dengan rain.

Dari tadi dirinya harus menelan makanannya dengan susah payah, bukan karna tidak sesuai dengan seleranya tapi karna ayah jenan yang menatapnya sesekali.

Rain terkejut karna ayah jenan tiba-tiba berbicara.

"Jadi siapa yang jenan bawa ke rumah hari ini?" Pertanyaan itu Doni ajukan kepada jenan tapi pandangannya lurus kearah rain. rain hanya menunduk, meremat celana sekolahnya dengan kuat, dirinya takut hanya untuk menatap balik wajah ayah jenan.

" Ng...dia adik kelasku ayah tadi dia ketiduran saat akan pulang, karna aku tidak tau rumahnya jadi aku membawanya kesini baru aku akan mengantarnya pulang". Jawab jenan. Itu hanya pertanyaan biasakan. Wajar ayahnya bertanya. Karna jenan tak memilki teman dekat selain dua sahabatnya.

" Seperti itu?" Tuan abitama meletakkan sendok dan garpunya dengan pelan. Mengakhiri acara makan malam kali ini dengan sedikit berbeda.

Jenan sepertinya bingung dengan situasi sekarang.
Dia sesekali menatap Yuna yang malah melihat kearahnya juga.

"Siapa namamu?" Tanya Doni.

Rain tersentak kaget, tidak menyangka ayah jenan akan bertanya padanya.

"R-rain tuan~" Rain sepertinya terlalu takut jadi suaranya begitu lirih tapi Doni masih bisa mendengar suara itu.

"Rain?" Uangnya.

"Orang tuamu?" Doni bertnya lagi.

" Ibu rain bernama Winara dan ayah rain candra tuan" jawab rain.

"Ayahmu bekerja?" Sepertinya Doni begitu perduli pada kehidupan putranya sampai siapapun yang Jenn bawa kerumah harus ia tahu lebih dulu kehidupannya seperti apa.

"Ayah sudah tidak ada tuan, orang tuaku sudah meninggal saat usiaku 14 tahun" jawab rain dengan pelan.

Yuna terkejut mendengarnya, dia turut prihatin terhadap rain. Pantas saja anak itu terlihat sedih saat dia menatakan makanan untuknya, mungkin dia teringat orang tuanya.

"Oh maafkan ayah jenan ya dia tidak tau masalah itu" Yuna merasa tak enak.

" Tidak apa apa nyonya, rain mengerti" rain berusaha tersenyum disela kegugupan yang melanda.

" Jadi kau tinggal sendiri?, Apa kau satu sekolah dengan jenan?"

" Saya adik kelas kk jenan tuan, kebetulan saya anak biasiswa disana"

Rain mulai ragu dengan pertanyaan pertanyaan yang diajukan ayah jenan. Sepertinya dia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Anak biasiswa?, Jenan, Kau tidak pernah menceritakan kepada ayah kalau punya teman adik kelas?" Doni membawa pandangannya kearah anak tunggalnya itu.

"Biasanya ayah juga tidak terlalu peduli dengan siapa aku berteman" Jenan menjawab acuh, belum sadar dengan setiap pertanyaan yang ajukan ayahnya itu mengarah kemana

"Mas, kenapa berkata seperti itu?" Yuna kesal karna suaminya begitu terus terang mengatakan hal yang tidak seharusnya.

"kau anak biasiswa dari 5 orang yang aku juga berikan bantuan kan?" Doni bertanya lagi.

" Iya tuan, saya salah satunya. terima kasih banyak karna sudah memberikan saya peluang untuk bisa mengenyam pendidikan di sekolah tuan" rain merasa bersyukur atas kebaikan tuan abitama yang memberikan beasiswa kepada orang yang tak mampu sepertinya.

"Iya tentu, aku memberikan biasiswa kepada siswa yang memang pintar tentunya. Dan kau salah satunya. Tidak hanya pintar dalam belajar, tapi juga sepertinya dirimu pintar mengambil perhatian anakku, iyakan rain?". Jenan dengan cepat melihat kearah ayahnya yang menatap kearah rain yang menunduk.

Dream (noren)Where stories live. Discover now