sebagai orang yang berbeda

81 15 1
                                    

Sedari tadi jenan hanya melamun, fikirannya terus merujuk pada pemuda yang ditemuinya dibawa tadi. Pegawai dari ibu Sena itu terasa seperti familiar dalam hidupnya tapi entah kenapa jenan tak dapat mengingatnya. Saat tangan mereka bersentuhan dan tatapan mata mereka bertemu itu justru mendatangkan bayangan seseorang dalam otaknya tapi hanya bayangan samar yang terlihat.

"Sedang memikirkan apa" jenan tersentak saat Sena ada disampingnya dan memeluk lengannya.

Jenan tersenyum dan melepas tangan Sena, ia mengambil buket bunga yang tadi ia pesan untuk Sena.

"Selamat ulang tahun" ucap jenan setelah menyerahkan bunga mawar itu untuk Sena.

Sena menerimanya dengan raut yang bahagia, jenan mengingat ulang tahunnya. Menerima hadiah dari orang yang disukai sejak dulu bukankah itu suatu hal yang begitu membahagiakan?, Sena merasa begitu bahagia, bolehkah ia merasa jahat untuk saat ini, ia tak ingin jenan mengingat semuanya dengan cepat, biarkan seperti ini dulu, setidaknya sampai mereka telah resmi menikah.

"Terima kasih" Sena tanpa menunggu lagi segera menghambur pada pelukan jenan. Jenan tersenyum membalas pelukan itu.

Jika boleh jujur sebenarnya sejak ia bangun dari komanya ia seperti kehilangan sesuatu dan ia tak tau apa itu, sampai sena datang bersama orang tuanya dan mengatakan bahwa Sena adalah kekasihnya dan tunagannya dan sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Tapi karna kecelakaan jenan pernikahan mereka ditunda sampai jenan benar-benar pulih.

Tapi sampai saat ini jenan merasa bahwa hubungan mereka tak seperti yang diceritakan ayahnya, entah kenapa jenan seakan menolak hubungan ini, bukan karna ia tak menerima sena hanya saja ini....entah jenan merasa kosong bila bersama dengan Sena. Bukankah ayahnya mengatakan bahwa ia sangat mencintai Sena tapi kenapa hatinya seolah menolak jika Sena adalah cintanya.

Jenan selama ini hanya menjalani semuanya tanpa melibatkan perasaan didalamnya ini hanya seperti bentuk tanggung jawabnya saja. Mau sebesar apapun jenan mencoba mencintai Sena tapi hatinya seolah menolak.

"Dimana eomma?" Jenan bertanya setelah Sena melerai pelukannya. Sejak tadi ibu sena tak datang.

"Sedang dibawah mungkin sebentar lagi akan kesini" Sena juga tak tau mengapa ibunya tak kunjung datang. Jenan harus pulang ke apartemennya. Tapi tak sopan jika pulang tanpa bertemu dengan ibu sena terlebih dulu.

Tak lama taeyon datang dan menghampiri mereka berdua. Duduk pada single sofa.

"Maaf jenan pasti bosan karna menunggu lama" taeyon merasa tak enak karna membuat jenan menunggu lama, tadi dibawah ada klien yang tiba-tiba datang dan memesan banyak bunga, kasihan jika rain yang notabennya masih belum fasih dalam berbahasa Korea harus berhadapan dengan orang yang datang apalagi mengenai masalah penting seperti pemesanan dalam jumlah besar.

Taeyon memang bisa berbahasa Indonesia, karna keluarganya juga memiliki darah Indonesia dan suaminya juga orang indonesia meski sama-sama memiliki keturunan Korea dan Indonesia tapi taeyon memilih untuk tinggal dikorea untuk meneruskan bisnis ibunya.

"Tak masalah imo, jenan tak keberatan" jenan membalas dengan ramah tak mau membuat calon mertuanya tak enak. Ia juga bisa lebih nyaman berbicara dengan taeyon eomma karna tak harus menggunakan bahasa Inggris ataupun Korea lagi, karna ibu Sena bisa berbahasa Indonesia.

Tak lama pintu terbuka menampilkan rain yang datang membawa nampan berisi teh dan cemilan untuk mereka bertiga.

"Ah itu renjun....taruh disini saja sayang" taeyon menyuruh rain untuk mendekat, dan meletakkan nampan yang rain bawa.

Sena terkejut saat melihat siapa yang ada disini sekarang, tadi dibawah memang ia tak begitu melihat wajah rain karna terus menunduk, tapi sekarang ia bisa melihat dengan jelas sekarang.

Dream (noren)Where stories live. Discover now