chapter 17: "penyelamat"

32 5 3
                                    

Nicholas datang.

"Apa yang kau lakukan?" Suaranya terasa berat dan mengancam.

"Sial!" Pria tersebut segera melepaskanku hingga terjatuh kembali ke lantai dan dia berlari pergi.

Nicholas segera menangkapku agar tak terjatuh. "Alphonse, kejar dan tangkap orang itu jika kau tak bisa menangkapnya, maka kau yang akan kena ganjarannya" ucap Nicholas dan pria yang bersamanya itu segera pergi mengejar Vllois

"Larie, kau baik baik saja?" Tanya Nicholas panik.

"Aku tak apa apa....terimakasih telah datang" ucapku tetapi ekspresi Nicholas berubah menjadi lebih kacau.

"Tolong.....jangan katakan kau baik baik saja" ucapnya. "Setidaknya didepanku.....kau tak perlu menyembunyikan perasaanmu....marahlah padaku, atau apapun....ku mohon" ucapnya dan membawaku ke dekapannya.

Aku tak bisa membendung tangisku. Aku membalas pelukannya dan mulai menangis.

"Kenapa kau baru datang" tanyaku sambil terisak. "Aku takut....." ucapku lagi. 

"Maafkan aku Larie...." ucapnya sambil memelukku erat.

"Kau aman sekarang....aku tak akan meninggalkanmu" ucapnya lagi.

Aku terus menangis. Dan Nicholas terus memberikan kenyamanan dalam pelukannya.

Saat tangisku mulai reda, dia menatapku dengan sendu dan mengecupku pelan. "Maaf karena aku datang terlambat. Aku berjanji tak akan mengulanginya lagi" ucapnya

Dia mulai melihat sekujur tubuhku dan ekspresinya menjadi gelap.

"Pasti sakit" ucapnya sambil mengusap leherku yang dicekik oleh Vlloid.

Dia mulai menggendongku. "Aku akan membawamu ke dokter" ucapnya.

"Tidak, aku tidak mau ku mohon" ucapku memelas padanya.

"Larie..." ucapnya mencoba memohon.

"Ku mohon Nicholas...." ucapku lagi hanya dapat membuat Nicholas menghela nafas.

"Baiklah  tapi aku akan membawamu ke tempatku. Pintu rumahmu hancur dan tidak aman untuk sekarang jadi biarkan aku membawamu ke camp ku" ucap Nicholas yang hanya bisa ku angguki.

Nicolas mulai membawaku ke dalam mobil dan mendudukkanku ke sampingnya.

"Pakailah selimut ini. Udaranya dingin" ucapnya menyodorkan sebuah selimut padaku.

Aku memakainya dan mobil itu mulai melaju. 

Selama perjalanan, Nicholas menggenggam tanganku dan mengusapnya perlahan agar aku merasa aman.

Tak lama, kami sampai ke camp tentara Jerman, tempat yang sudah lama tak ku kunjungi.

Nicholas mulai keluar, membukakan pintu mobil dan menggendongku keluar karena kakiku terkilir.

Dapat terlihat para tentara yang melongo tak percaya saat kami lewat.

"Ada apa dengan mereka?" Tanyaku bingung. "Merek tak apa apa, hiraukan saja" ucapnya tersenyum dan mengecup kepalaku tetapi itu semakin membuat mulut para tentara terbuka lebih lebar dan melongo.

Dia membawaku ke kamarnya dan membawa kotak obat berisi perban dan lainnya.

"Biar ku obati lukamu" ucapnya. Nicholas mulai mengikat rambutku agar bisa mengobati bekas cekikan di leherku. Itu meninggalkan bekas kemerahan dan memar. 

Dia juga melihat memar di tanganku dan juga kakiku yang terkilir, membuat mukanya kembali muram.

"Tunggu apa yang kau lakukan?!" Tanyaku panik melihat Nicholas yang mencium kakiku yang terkilir. "Kau tidak seharusnya mendapat luka luka  ini" ucapnya kembali mencium kembali lukaku.

Saay dia ingin mencium tanganku, aku segera menarik tanganku. 'Tidak...Nicholas tidak boleh melihat bekas lukaku!.' Batinku

Nicholas sedikit terkejut tetapi ekspresinya berubah sendu. Dia menarik tanganku dan mengusap punggung tanganku dengan lembut."maafkan aku" ucapnya

"Nicholas..." ucapku. "Maafkan aku" ucapnya lagi. 

"Kau tau? Kau sudah meminta maaf untuk kesekian kalinya." Ucapku tersenyum. "Karena aku merasakannya sebanyak itu" jawabnya yang berhasil membuatku terdiam. "Aku gagal melindungimu, Larie" ucapnya.

"Tapi pada akhirnya kau menyelamatkanku bukan?" Ucapku. "Tapi kau terluka" jawabnya cepat.

"Nicholas, kau tau? Jika kau tak datang, mungkin saja aku sudah mati" ucapku tersenyum dan membelai rambutnya. "Terimakasih telah datang untukku" lanjutku dan memberinya kecupan kecil.

Nicholas kembali tersenyum dan mulai mengobati seluruh lukaku. "Aku akan meminta seseorang memperbaiki pintu rumahmu dan setelah itu kau bisa tinggal disana lagi" ucapnya begitu selesai mengobatiku.

"Untuk sekarang, berbaringlah dan tidur. Kau membutuhkannya" ucap Nicholas dan membantuku untuk berbaring. 

"Terimakasih" ucapku. "Apapun untukmu" ucapnya dan memberiku kecupan di dahi. "Tidurlah" ucapnya dan akupun mulai tertidur.
.
.
.
.
.
.
.
.
[Nicholas POV]

 Larie sudah mulai tertidur. Aku mengusap pelan pipinya.

'Wanita in milikku....tetapi aku gagal menjaganya' batinku saat melihat Larie yang terlelap.

"Cantik" ucapku tersenyum melihat wajah anggunnya

Setelah memastikan bahwa Larie sudah tertidur, aku pun memilih untuk keluar.

"Pastikan wanita di dalam ruangan ini aman dan jangan biarkan siapapun masuk tanpa izin dariku" ucapku menatap tentara yang kusuruh menjaga Larie.

Aku melihat Allphonse yang sudah menunggu dengan pakaian yang berantakan. "Dia sudah ku masukkan ke penjara bawah tanah" ucap Allphonse.

"Baiklah, waktunya membereskan seekor tikus" ucapku menyeringai.
.
.
.
.
.
.
Selesai mengurus si pria brengsek itu, aku kembali ke kamar yang digunakan Larie.

Dia masih terlelap dalam tidurnya.
Bagaimana seseorang masih bisa nmpak begitu cantik dalam tidur mereka?
 Aku mengambil tempat di ujung tempat tidur, menatap wajah cantik itu untuk waktu yang lama.

Aku mulai memeriksa kembali luka luka Larie, memastikan bahwa semua lukanya sudah terobati.

Pergelangan tangan Larie masih belum di olesi salep. Aku mulai mengambil salep dan mengoleskannya pada tangan Larie yang memar.

Saat hendak mengoleskan lagi, aku menyadari sesuatu. Larie memiliki beberapa bekas luka di tangannya.

Aku memperhatikannya dengan lebih seksama karena bekas luka itu nampak sudah lama. Itu adalah bekas luka sayat dengan berbagai ukuran....luka itu sangat dekat dengan nadinya.

Aku tak bisa menahan keterkejutanku. Larie.....ada apa dengannya.

Disaat kebingunganku, aku merasa tangan larie bergerak.

"Nicholas?" Panggilnya.

'Sial.' 

[Nicholas POV end]

A CANVASWhere stories live. Discover now