Enam

38K 376 11
                                    

Halooo, aku update panjang nih. Boleh dong vote nya dikencengin lagi hehe.

Oiya mau cek ombak seberapa banyak sih yang nungguin cerita ini?

Kalian bisa unjuk gigi di komen ya. Nanti kalau komennya banyak, aku lanjut update secepatnya meskipun harus curi-curi waktu buat nulis.

Happy Reading!





Kaila saat ini sedang sibuk membantu para tim dokumentasi pak Singgih. Dia diajak oleh pak Singgih datang ke acara sosialisasi yang diadakan oleh Kementerian Lingkungah Hidup. Sebagai tim media informasi sudah menjadi tugas Kaila untuk meliput segala kegiatan pak Singgih.

"Ya ampun, capek banget gue la. Mana ini acara kayak nggak kelar-kelar." Dewi menguncir asal rambut panjangnya.

"Palingan juga bentar lagi kelar. Udah jam 12 juga, masa iya nggak ishoma?" Kaila menutup lensa kamera yang dipegangnya.

Dia dan Dewi kenal sejak masuk menjadi anak magang. Dewi merupakan staff ahli pak Singgih yang paling muda dan friendly. Semua staff pak Singgih memang ramah, tapi tidak semua dekat dengan Kaila.

"Lo, kemarin kemana? Kok yang izinin pak Budi?" Dewi menyeruput es yang ada di gelasnya.

Saat ini mereka tengah beristirahat dan duduk di salah satu meja paling belakang. Berbagai makanan sudah tersedia di meja. Jadi mereka tinggal menikmati. Karena setelah ini akan ada jumpa pers dan mereka harus ikut meliput.

"Emangnya pak Budi izinin gue apa?" Kaila bertanya pelan.

"Gatau, cuma bilang lo izin karena beliau ajak dinas gitu. Tapi kok beliau nya masih ngantor dan lo enggak?" Dewi menyendok kue lapis di piringnya.

"Eum, gue capek jadi manfaatin jatah cuti aja. 1 bulan kan gue nggak pernah izin." Kaila mencari jawaban aman.

Dewi ini suka sekali ikut campur urusan orang. Kaila sendiri maklum. Dia tau bagaimana sifat anak komunikasi. Suka sekali menjalin hubungan baik dengan orang lain.

"Ooh, gue kira lo habis check in sama si bapak." Dewi berkata ringan.

Kaila tersedak minumannya. Dia menatap horor Dewi. Bagaimana wanita itu bisa memiliki tebakan yang sangat tepat.

"Kok lo bisa bilang gitu? Emang bapak sering check in ya?" Kaila bertanya penasaran.

Dewi memundurkan kepala saat menatap Kaila. Dia menggeleng dramatis.

"Ya ampun, lo kemana aja 1 bulan ini Kaila? Siapa sih yang gak kenal pak Budi sang Pangeran Senayan itu?" Dewi berbicara dramatis.

"Gue anak magang ya, senayan itu gedhe. Isinya banyak orang, yakali gue mau tanyain satu-satu gosip apa yang lagi hot di tiap komisi." Kaila ngeles dan menurunkan bahunya lemah.

"Tapi emang beneran ya si bapak suka main cewek?" Kaila memburu Dewi karena wanita itu belum menjawab.

"Ya lo pikir kenapa bisa 1 senayan ngasih label 'pangeran senayan' ke beliau? Lo paham kan gimana tingkah pangeran?" Dewi kembali memakan hidangan di meja.

"Tapi kan beliau udah punya istri." Kaila masih bertahan dengan argumennya.

Kalau di pikir memang logis jika Budi suka bermain wanita. Secara mudah sekali pria itu menangkap godaan Kaila. Dan bodohnya Kaila percaya bahwa pria itu tidak pernah gonta ganti pasangan.

Kaila jadi merinding sendiri. Banyak pikiran negatif hinggap di kepalanya. Bagaimana jika pria itu mengidap HIV atau Aids.

"Emang pangeran itu cukup dengan 1 istri ya? Dan pernikahan pak Budi kan politik. Yakin gue beliau nggak pernah nyentuh istrinya. Palingan juga cuma sekali dua kali buat program anak. Itupun kalau istrinya masih mau punya anak lagi." Dewi mengambil tisu dalam tas nya.

Internship with BenefitWhere stories live. Discover now