Delapan Belas

7.9K 272 12
                                    

*Cetak miring untuk flashback masa lalu

Happy Reading!
Jangan lupa vote dan komennya ;)







Semenjak pulang dari Bali, hati Kaila semakin menjadi bingung. Dia bahkan sempat melakukan riset ulang tentang tragedi kecelakaan yang menewaskan ayahnya. Mungkinkah pria itu memang pelaku utamanya? Kenapa hatinya tidak rela jika memang Budi yang menjadi dalang di balik kecelakaan itu.

~~~

"Pa, lala pulang." Kaila berteriak saat memasuki rumah.

Gadis dengan baju seragam SMA negeri yang terkenal dengan sebutan SMA artis itu melakukan ritual yang selalu dilakukannya ketika pulang sekolah. Berteriak mencari ayahnya untuk kemudian memeluk singkat dan dibalas ciuman sayang di kening oleh sang ayah.

"Malam nanti jadi kan, pa?" Kaila mendongakkan kepala.

"Jadi dong, sayang. Ultah putri papa yang udah legal masa nggak jadi apalagi lala udah diterima di universitas impian lala." Pak Hasan mencubit pelan hidung putrinya.

"Yaudah kalau gitu sekarang lala mau mandi dan dandan yang cantik dulu biar nanti bagus pas waktu foto." Kaila melepaskan pelukan.

Dia persiapan dalam waktu 2 jam penuh. Malam ini adalah ultah nya yang ke 18. Tidak mengadakan pesta besar, dia minta hanya makan malam keluarga dengan syarat semua anggota harus hadir.

Bukannya apa, keluarga kecilnya itu sudah sangat sulit bertemu selain lebaran. 2 kakak lelakinya setelah menikah tidak lagi tinggal di Solo. Ayahnya juga sering melakukan safari politik ke luar kota semenjak ditunjuk sebagai anggota TKN. Ya, meskipun pemilu masih jauh tapi pengaruh nama Pak Hasan di tiap daerah mampu membawa basis pemilih yang cukup loyal. Jadi, dia sering merasa kesepian di rumah.

"Yuk, pa. Kak Gandhi sama Kak Lukman udah di lokasi katanya." Kaila menggandeng tangan papanya.

Keduanya berjalan beriringan. Dan kemudian masuk ke masing-masing sisi mobil dengan dibantu oleh sopir dan pembantu di rumah. Sepanjang perjalanan menuju lokasi Kaila mendengarkan papanya bercerita tentang kegiatannya di setiap kota.

"Jadi, la. Kerja kayak papa itu enak cuma keliling kota aja. Tapi ya berat karena kita harus mampu berpikir cerdik dan cepat tanggap saat menghadapi situasi yang tidak sesuai. Istilahnya kita harus bisa menempatkan diri dengan baik. Lala tertarik nggak sih jadi penerus papa? 2 kakakmu itu udah nggak ada yang bisa nerusin papa. Hahaha." Pak Hasan tertawa di akhir kalimatnya.

"Nggak ah, papa emang kerja nya nggak capek tapi duit nya kecil. Lala mau jadi PR negara aja biar tiap hari sibuk rapat, hahaha." Kaila ikut tertawa seperti pak Hasan.

Pak Hasan menggelengkan kepala. Dia gemas dengan putri satu-satunya yang menjadi kesayangan karena gadis itu memiliki visual yang sangat mirip dengan ibunya.

"Yaa, pesan papa harus pekerjaan yang halal ya la. Memang biasanya yang haram itu lebih banyak duitnya dan menggoda. Dan satu lagi, kerja itu ngandelin otak ya la jangan ngandelin kekuatan apalagi kamu perempuan." Pak Hasan memeluk putrinya.

Tiba-tiba mobil berjalan lebih cepat. Kaila maupun pak Hasan tidak menaruh curiga karena memang medan yang mereka lalui naik turun karena berada di pegunungan.

"Pak, kayaknya ini rem nya blong." Sopir berbicara dengan panik.

"Tenang, pak. Coba di kendalikan mobilnya. Nanti kita menepi di bantaran yang ada penahannya." Pak Hasan menanggapi.

Sopir itu menganggukkan kepala. Beberapa kali mobil berguncang dan suara bel yang terus dibunyikan untuk memberi sinyal kendaraan yang berada didepan untuk menyingkir.

Internship with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang