Dua Puluh

8.9K 327 20
                                    

Ada yang rindu Kaila dan Budi nggak nih??
Nomin kangen nih sama ramenya vote dan komen. Yuk, ramein lagi biar nomin lebih semangat nulis.
Bisa kan? Bisa doooong
Harus bisaaa.










Mereka terengah. Terhitung sudah 3 kali mereka melakukannya dengan berbagai gaya. Masih di sofa ruang keluarga.

Kini keduanya tidur berpelukan dalam ruang sempit sofa tanpa satu helai kain melekat. Kaila mengelus dada Budi. Jemarinya yang baru saja di warna hitam sangat kontras dengan kulit putih pria itu.

"Bapak kenapa masih percaya saya?" Kaila bertanya pelan.

"Hm?" Budi tidak membuka mata.

Dia bingung dengan pertanyaan wanitanya. Memangnya pernah dia tidak mempercayai Kaila? Kapan?

"Saya ubah pertanyaan. Kenapa bapak masih mau sama saya? Bapak sudah tau kan kalau saya ini bekerjasama dengan bu Mika." Kaila mendongakkan kepala demi melihat ekspresi pria itu.

Budi tidak memperlihatkan ekspresi apapun. Bahkan matanya masih terpejam. Tetapi belaian di punggung mulus Kaila tidak pernah berhenti.

"Karena saya yakin kamu akan berubah." Budi menjawab sambil tangannya mengelus kepala Kaila.

"Saya tau kamu sedang labil-labil nya sebagai manusia yang menginjak usia dewasa, Kaila. Hati dan pikiran kamu sering tidak sejalan. Dan kamu sangat berusaha untuk logis. Tetapi satu hal yang harus kamu tau, Kaila." Budi sengaja menggantung kalimatnya.

Kaila yang sudah fokus mendengarkan jadi buyar. Dia bangkit dari tidurnya dan menghadap Budi.

"Apa pak?" Kaila bertanya lucu.

"Saya sayang sama kamu." Kata itu meluncur begitu saja dari mulut Budi.

Mereka bertatapan dalam diam. Keduanya tenggelam dalam suasana canggung yang diciptakan oleh Budi.

Sepanjang dia hidup, Kaila tidak pernah mengucapkan kalimat cinta atau sayang. Dengan Arion pun tidak pernah. Jadi, dia bingung harus melakukan apa saat pria yang usianya jauh berbeda dengannya ini mengungkapkan kalimat 'sayang'.

Kaila memalingkan wajah. Dia hendak turun dari sofa tetapi tangannya dicekal oleh Budi.

"Saya serius, Kaila. Saya sayang sama kamu. Sampai saya takut untuk kehilangan dirimu." Budi mengulang kalimatnya.

Kaila menghela napas sebelum berucap "Lalu kenapa bapak membiarkan saya mengakhiri hubungan? Kenapa juga bapak berlagak bodoh seperti korban yang tidak tau apapun."

Budi mendudukkan dirinya. Dia memegang kedua tangan Kaila. Satu kecupan memdarat di dahi wanita itu untuk membuktikan perasaannya.

"Saya berulang kali mengucapkan bahwa saya tidak ingin memaksa kamu, Kaila. Kamu ingin mengakhir hubungan, saya juga harus mengikuti meskipun hati saya tidak mengizinkan. Saya awalnya tidak tau kamu terlibat dengan Mika. Saya hanya tau bahwa Mika berusaha menghancurkan dirimu dan kamu sendiri tidak merasakannya karena sibuk mencari perlindungan. Itupun saya ketahui setelah perbincangan saya dengan Mika malam hari selepas insiden club. Hingga akhirnya saya melihat sendiri kamu bertemu Mika di bar malam itu. Saya mencoba untuk terus berpikir positif tetapi kenyataan berbanding terbalik. Saya bahkan tidak berani bertanya apa motif kamu bertemu Mika yang notabene tidak kamu kenal." Budi berbicara panjang lebar.

Bahu Kaila melorot. Dia telah mengkhianati seseorang yang mempercayainya. Nyatanya Kaila memang menyukai Budi terlepas dari strategi pembalasan dendam.

"Dan sampai sekarang saya tidak mempermasalahkan hubungan kamu dengan Mika, Kaila. Silahkan kamu untuk berhubungan dengan siapa saja dan mempercayai siapa. Tetapi seperti yang sudah saya janjikan i'll treat you better, Kaila." Budi melanjutkan ucapannya.

Internship with BenefitWhere stories live. Discover now