8. Weak Point 🔞

286 31 30
                                    

Karena ini bulan suci, jadi aku kasih tanda warning ya. Kalo hari biasa males banget ngasih warning wkwkwk




****


Andai saja Jiya boleh berkata jujur, dia sedang tidak ingin pulang ke rumah. Sore-sore menjelang senja begini pasti Yoongi sudah pulang dari menuntut ilmu meskipun si ilmu tidak mau dituntut olehnya, katanya. Mau menumpang menginap di apartemen mewah milik Millie tidak diizinkan, pelit betul budak liar itu sementang Jiya tak mau bekerja sama lagi dengannya. Awas saja, akan Jiya adukan pada orang tua Millie kalau anak gadisnya ada main belakang. Huh, kesal sekali. Lagi-lagi harus pulang ke rumah. Melihat wajah Yoongi yang sejujurnya Jiya agak tak senang apabila melihat kelakuan nakal pria itu yang kerap di luar dugaan. Ada saja tingkahnya. Membuat Jiya migrain tujuh keliling.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Jiya melihat ada beberapa jajanan manis kesukaannya. Biasanya orang-orang menyebutnya gula kapas. Jiya duduk sembari menunggu giliran pembuatan gula kapas. Berkeliling daerah taman tersebut sebentar untuk mencari ubi dan jagung bakar. Kalau nanti Yoongi meminta, maka akan ia beri saja ubi bakar itu, Jiya tidak izinkan Yoongi untuk menyentuh gula kapas sebab itu adalah kenikmatan yang tak boleh dia duakan, hanya Jiya yang boleh mengonsumsi makanan berbahan dasar gula tersebut.

Sudah sampai di rumah, raut wajah Jiya bertanya-tanya mengapa pencahayaan kediaman ini belum juga dinyalakan oleh si penyewa. Malas sekali manusia satu itu. Jiya tebak, orangnya pasti sedang molor sampai tak ingat waktu. Cepat-cepat Jiya membuka pintu, melangkah masuk semakin dalam.



Dan..



"Masih ingat rumah?"

Alangkah terkejutnya Jiya ketika automatis langkahnya terhenti sebab telah menabrak sesuatu. Mendengar suara berat itu, dapat Jiya tebak lagi bahwa yang ia tabrak adalah sosok Yoongi, sang penyewa rumah ini. Ruangan begitu gelap gulita, Jiya butuh penerangan agar bisa menangkap suatu objek dengan jelas. Tangannya meraba dinding untuk menyalakan saklar, akan tetapi Yoongi berusaha mencegahnya. "Hidupkan dulu lampunya." Pinta Jiya dengan sedikit gemetar.

Tubuh Jiya dengan halus dihimpit ke dinding, napas Yoongi berderu hangat di ceruk leher bagaikan sedang menghenduskan sesuatu. "Mau apa kau?"

Begitu Jiya melayangkan tanya, lampu langsung menyala. Wajah menyebalkan Yoongi kembali terlihat olehnya, sedang tersenyum puas lalu menarik kantung plastik yang Jiya bawa.

"Aku hanya mau memastikan baumu tidak tercampur dengan parfum pria lain. Oh, apa yang kau beli ini Jiya?"

"Racun tikus." Kesal sekali Jiya diperlakukan begitu oleh si penyewa tak tau diri ini.

"Wah, ada gula kapas. Aku minta ya, Jiya."

"AHH TIDAK BOLEH! Kau beli sendiri sana, uangmu ada banyak." Jiya merebut kembali kantung plastik dari tangan Yoongi. Padahal niat hati ingin menawarkan Yoongi ubi atau jagung saja, namun Yoongi sudah terlihat akan merampas gula kapas miliknya. Tidak bisa dibiarkan.

Sementara Yoongi benar-benar tidak habis pikir mengapa ada manusia sepelit Jiya, hanya meminta secuil, bukan seluruhnya. Astaga ya Tuhan, didikan dari mana sih itu. "Jangan pelit-pelit, nanti kuburanmu sempit."

"Kalau kita tidak pelit, memangnya kuburannya bisa lapang?"

"Bisa, boleh tambah mesin pendinginnya juga kalau kau mau tahu."

"Hih, pemakaman daerah mana itu?" Tak butuh jawaban dari Yoongi, lekas Jiya melenggang pergi masuk ke dalam kamar. Malas meladeni lelucon khas ayah-ayah ala pria Min itu.

Sepeninggalan Jiya, Yoongi kembali diam sambil memutar otak mengingat kejadian hari ini. Kalau ada yang percaya hari terberat itu pasti ada, hal itu sedang dialami oleh Yoongi. Stress betul melihat kelakuan keluarga terutama sang ayah. Pindah ke rumah Jiya bukan semata-mata Yoongi ingin melakukan perbuatan terpuji, melarikan diri dari situasi juga salah satu penyebabnya. Tuan Min jika dilihat dari luar sangatlah menawan, penampilannya rapi, gaya hidupnya sangat disiplin waktu, jika diibaratkan bagaikan tua-tua berkarisma. Akan tetapi itu semua berbanding terbalik dengan kehidupan aslinya, Yoongi bisa menjadi saksi semasa hidup melihat tingkah laku sang Ayah yang tak betul.

SMITTEN BY YOUWhere stories live. Discover now