14. Summertime sadness

79 20 5
                                    

Makin lama makin sunyi ya vote disini
Agak ga semangat jadinya buat up :(




Napas Yoongi tersengal-sengal hampir habis rasanya ketika ia lari dari perkelahian yang baru saja berjalan rusuh. Matanya meliar mencoba mencari-cari keberadaan Jimin, khawatir kalau Jimin malah dijadikan sasaran empuk sang lawan. Yoongi memilih lari bukan sebab dia pengecut, lawan mereka terlalu banyak, sementara mereka benar-benar hanya dua orang. Agak menyesal rasanya karena telah menolak tawaran Jimin yang mau memanggil orang-orangnya agar bisa membantu. Hei, Yoongi pikir tidak ada sistem pengeroyokan disini. Itu sebabnya Yoongi menolak bantuan.


Ternyata, pria yang terobsesi pada Jiya itu bersembunyi di tempat terpencil seperti ini bersama sekawanannya. Awas saja, besok-besok Yoongi akan membawa pasukan juga jika hendak berkelahi. Beraninya main keroyokan. 

Yoongi meremat pahanya sendiri untuk meredam rasa sakit. Sendi tangannya seperti akan patah, pelipis robek, dan tulang pipinya memar. Kalau boleh jujur rasanya sudah tak tahan, tetapi Jimin hingga sekarang belum juga ditemukan. Kemana sebenarnya anak itik itu? 

"HYUNG!"

Tersentak kaget, baru memejam mata beberapa saat, kini Jimin sudah berada di dalam mobil. Buru-buru memasangkan Yoongi seat belt lalu membelah jalan dengan kecepatan di atas rata-rata. 


"Kau kemana saja, sialan!"


Alih-alih menjawab, Jimin memandang wajah Yoongi yang dipenuhi banyak luka. Ada perasaan iba yang kerap merambati dalam diri. Kalau Jimin mengajaknya pulang ke rumah pasti pria itu akan menolak. Dia sudah sangat tahu bagaimana tabiat karibnya itu, Min tidak akan mau siapapun tahu beban yang tengah dia emban, termasuk Jiya sendiri. Yoongi pasti berusaha kuat untuk merahasiakan problem-nya dari Jiya. Maka dari itu, Jimin berniat untuk membawa Yoongi ke rumah sakit saja. Disana setidaknya semua akan aman, akan ada orang yang akan mengurusi luka-luka itu.


"Aku tidak mau ke rumah sakit." 

Heum, lihat. Bahkan Jimin belum mengutarakan maksud dan tujuannya. Yoongi memang makhluk cenayang betul. 

"Kau harus. Kalau kau mau ke rumahku, siapa yang akan mengurusi luka-lukamu? Aku tak bisa, aku tak telaten." 


"Tolong panggilkan dokter saja." 


Tak mau memperdebatkan apapun lagi, akhirnya Jimin menuruti. Pandangan Jimin menyayu ketika sosok di sampingnya itu terus mengerang kesakitan.


'Maaf.' Satu tangannya meraih ponsel, segera Jimin menghubungi dokter kenalannya, memberi perintah agar lekas mendatangi hunian pribadi milik Jimin. 

Sesampainya dalam kediaman Jimin, Yoongi langsung diperiksa, luka-lukanya dibersihkan lalu diobati dengan cara yang baik dan benar. Seluruh adegan itu tak luput dari pandangan Jimin. Menurutnya, ia harus betul-betul memastikan bahwa Yoongi sedang berada dalam perawatan khusus, ia tak mau dokter asal-asalan merawat teman sehidup sematinya. 

Sepasang mata monolidnya terbuka lebar melihat Yoongi memaksakan diri untuk bangkit setelah dokter pergi dari hadapan mereka. "Kau mau kemana? Pikirkan dulu sakitmu, hyung." 


"Firasatku mendadak tak enak, khawatir ada hal yang tidak diinginkan terjadi pada Jiya." 

Jimin mengusak wajah kasar. Yoongi ini sangat susah untuk diberitahu dengan cara lembut. Bagaimana caranya agar pria berkulit pucat ini mau mendengar nasihatnya. Jiya, Jiya, Jiya. Begitu muak Jimin mendengar nama itu kalau boleh berkata jujur. Sebab tidak tahu harus berbuat apa lagi, Jimin mendorong tubuh Yoongi sampai terduduk di sofa kembali. 

SMITTEN BY YOUWhere stories live. Discover now