Chap 19: Duka setelah maaf

307 48 4
                                    

Happy reading
*

*

*

*

Suasana hening menyelimuti sebuah meja dengan empat orang berbeda usia yang mengelilinginya. Mada dan Rezfan sama-sama diam menyibukkan diri agar tidak bersitatap dengan kedua pria di depannya.

"Mada, Rezfan, Kakek tau kesalahan nenek kalian sudah sangat fatal. Tapi, bolehkah Kakek minta kalian mempertimbangkan keinginan kami itu? Nenek kalian benar-benar dalam kondisi kritis saat ini," ujar pria renta namun masih terlihat bugar. Beliau adalah Kakek Hardi, kakek Mada dan para adiknya.

Rezfan membuang mukanya. Enggan menatap kedua orang yang masih ia anggap keluarga. Satu tangan Mada meraih tangan Rezfan lalu mengusapnya pelan, berusaha menenangkan hati sang adik.

"Kakek, sekalipun kami ingin, kami tetap tidak bisa pergi sekarang." Mada menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadid di rumah sakit, Om Okta mulai mengancam kami. Jadi, saat ini kami benar-benar tidak bisa meninggalkan adik-adik."

"Maafkan kakek, Mada. Harusnya kakek tidak menyetujui permintaan Okta atas perusahaan itu. Kakek tidak tahu bahwa Okta sampai melibatkan kalian," sesal kakek Hardi. Ia begitu menyesali keputusannya memberikan hak atas perusahaan pada anak pertamanya.

"Tidak apa-apa, Kek," balas Mada.

"Bagaimana kalau adik kalian ikut serta? Ibu pasti akan senang jika melihat semua cucunya datang," usul Arga.

Hening beberapa saat, sebelum Rezfan berucap tanpa menolehkan wajahnya. "Dan membiarkan adik-adik kami kembali merasa sakit hati? Cih, jangan harap."

"Rez, sudah," tegur Mada sambil menepuk punggung Rezfan pelan. Rezfan terlihat menghela nafas panjang sambil mengusap area matanya. Ia menoleh menatap kedua pria itu dengan senyum miris di wajahnya.

"Kalian tidak tahu bukan? Karena perbuatan beliau, salah satu adik saya harus mengalami trauma psikis. Itu bahkan belum terhitung dengan sakit hati yang kami rasakan bertahun-tahun. Belum lagi apa yang beliau telah perbuat pada orang tua kami...coba anda pikir, bagaimana perasaan kami sebagai anak, saat wanita tersayangnya dihina, dicaci, dan direndahkan di hadapan kami sendiri."

Rezfan menggigit bibir bawahnya. "Bunda kami...ayah kami, mereka pergi dengan membawa luka tanpa adanya maaf dari orang yang telah menyakiti, lalu mengapa kami harus memberi maaf pada orang itu sebelum pergi?" lanjut Rezfan dengan deraian air mata di kedua pipinya.

Mada merangkul sang adik, menenangkan Rezfan yang kini tengah diselimuti oleh emosi. Arga mengepalkan tangannya. Ia sedikit tersinggung dengan ucapan Rezfan. Namun ia juga tak membenarkan tingkah sang ibu yang sering menyakiti hati adik iparnya. Wajar bila keponakannya enggan mengabulkan permintaan mereka.

Tapi saat ini, dia harus bisa membuat ketujuh keponakannya datang menemui sang ibu. Ibunya terkena serangan jantung setelah mendapat kabar bangkrutnya perusahaan dan kini tengah menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisinya buruk bahkan kritis. Dokter juga telah mengeluarkan diagnosa bahwa ibunya mungkin takkan bertahan lebih lama lagi.

Semalam, sang ibu berkata ingin bertemu ketujuh cucunya untuk meminta maaf. Hal itulah yang menjadi alasan dia dan sang ayah datang kemari. Mereka berharap Mada mau membawa keenam adiknya datang. Tapi mereka tak menduga, bahwa Okta --yang Hardi beri kepercayaan untuk menyelesaikan masalah perusahaan-- justru tengah membuat masalah dengan melibatkan keluarga kecil keponakannya.

Brother and TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang