Special Part 2 - Bermuara

999 199 42
                                    

Perjalanan kita 'kan berlayar
berlabuh di tujuan yang sama
bermuara di keabadian

***

Agam terbangun dengan terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, mencoba menenangkan diri. Mimpi tadi terasa begitu nyata, seolah ia benar-benar melihat Ataya bersama Arka dan Kaivan. Lalu telinganya mendengar sebuah suara lembut yang mengalun indah di sebelahnya. Dengan hati berdebar, Agam menoleh, mendapati Ataya yang sedang duduk di bangku panjang dekat jendela, tempat khusus untuk menyusui anaknya, Kaivan.

"Ataya?" Agam memanggil dengan suara serak, sedikit bernafas lega saat Ia melihat Ataya didepan matanya.

Ataya menoleh dengan senyum lembut di wajahnya. "Ya, Mas? Kenapa kebangun?"

Agam menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri dari mimpi buruk yang baru saja dialaminya. "Aku mimpi buruk." katanya dengan suara pelan.

Ataya menatap Agam dengan penuh kasih. "Mimpi apa?"

Agam mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menghapus sisa-sisa mimpi dari pikirannya. "Aku mimpi kamu kekeuh minta cerai dan aku ngeliat kamu bersama Arka dan Kaivan. Sedang tertawa bersama. Rasanya begitu nyata, dan aku takut kehilangan kalian."

Ataya berdiri dari bangku panjang dan mendekati Agam, meletakkan Kaivan yang sudah tertidur lelap di boks bayinya. Ia duduk di samping Agam, merangkulnya dengan hangat. "Kami selalu di sini, Mas. Kamu gak akan kehilangan kami. Itu Cuma mimpi buruk."

Agam mengangguk pelan, merasakan ketenangan dalam pelukan Ataya. "Terima kasih, Ta. Akhir-akhir ini kayanya aku terlalu khawatir."

Ataya menatap mata Agam dalam-dalam. "Kamu gak perlu khawatir, kita akan menghadapi semuanya sama-sama. Aku selalu di sini untuk kamu, Mas."

Agam menarik napas dalam-dalam, merasa lebih tenang. "Aku tahu, Ta. Aku bersyukur memiliki kamu di sampingku sekarang."

Ataya tersenyum lembut dan mengecup kening Agam dengan penuh kasih. "Sekarang tidur lagi, ya," ucapnya dengan suara lembut yang menenangkan.

Agam mengangguk pelan dan berbaring kembali di tempat tidurnya, matanya memandang penuh harap ke arah Ataya. "Kamu juga di sini," pintanya dengan suara serak, lalu menarik tangan Ataya agar bergabung bersamanya di tempat tidur.

Ataya tak menolak. Ia merebahkan tubuhnya di samping Agam, memeluk suaminya dengan erat. Kehangatan tubuhnya segera menjalar ke tubuh Agam, memberikan rasa nyaman dan aman yang begitu didambakannya. "Jangan tinggalin aku ya, Ta," bisik Agam dengan suara yang nyaris tak terdengar, penuh kerentanan dan ketakutan.

Ataya menumpukan dagunya di atas kepala Agam yang memeluknya erat. Ia merasakan betapa dalamnya rasa takut kehilangan dirinya dalam diri Agam. Rasa cinta dan kasih sayang yang begitu besar mengalir di antara mereka, membentuk ikatan yang tak terpisahkan.

"Ataya," bisik Agam lagi, suaranya kini terdengar lebih tenang. "Aku selalu merasa tenang kalau kamu di sini. Kamu adalah segalanya bagiku. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi kalau aku kehilangan kamu."

Ataya merasakan getaran dalam suara Agam, dan hatinya terenyuh. "Aku juga sayang sama kamu, Mas. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu. Kita akan selalu bersama, melewati semua ini bersama-sama."

Agam menghela napas lega dan memejamkan mata, merasakan detak jantung Ataya yang menenangkan. "Kamu tahu kan, Ta, kamu adalah sumber kekuatan aku. Setiap hari, aku bersyukur bisa menjalani hidup ini bersamamu. Berterima kasih tiada henti karna bisa dikasih kesempatan untuk berubah dan memperbaiki diri aku buat kamu dan Kai."

ᴅʀᴀᴡ ᴀ ʟᴏᴠᴇ | JaeroséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang