BAB 204: JANGAN NANGIS LAGI YA

326 42 5
                                    

"Jadi cuma ada telur sama nugget buat makan Amara?"

"Sama mie instant Pak. Kalau pas ada telur, sawi, tomat, sama sosis udah bagus sih Pak. Soalnya ibu bilang Amara agak susah makan dan ibu gak ada waktu buat masak. Ibu juga gak pernah makan di rumah."

"Apa maksudnya? Lalu buat bekal sekolah Amara masa cuma itu?"

"Amara gak sekolah lagi Papa. Kan uangnya buat bayar TK gak dikasih Papa. Sama Amara kakinya kemarin ga bisa jalan jadi gak bisa sekolah.”

"Apa? Amara gak sekolah?"

"Enggak Papa. Nanti tapi kalau udah bisa jalan Amara di sekolahin lagi kan sama Papa?”

"Lisa!"

Tangan Profesorku mengepal setelah dijelaskan sama mbak Piah dan Amara. Dia mendekap erat putrinya. Aku tahu dia sedang kesal dan marah. Tapi ini bukan waktunya untuk ngomel-ngomel dan mikirin emak yang aneh itu. Dan bukan juga waktunya aku mikirin apa yang dipikirin profesorku soal aku.

Mending aku pikirin perutnya Amara.

"Amara, Kakak beliin online aja ya. Kamu mau makan apa? Malam-malam begini banyak lho makanan enak. Mau martabak gak?"

"Mau. Martabak coklat ya. Sama aku mau ayam goreng, sama susu."

"Hm, siap. Aku pesenin ya. Nanti habis ini tapi dimakan ya."

"Iya tante Kalina."

Aku canggung dipanggil begitu tapi ya sudahlah. Aku nggak usah komen dulu lagian sekarang mata profesorku juga sedang mengarah padaku dan aku agak sedikit seram, gak ngerti apa maksud tatapannya itu.

Aku menunjukkan makanan apa saja yang mau dipesan dan bomat lah ya, yang penting aku memesan dua porsi semuanya untuk Mbak Piah dan juga untuk Amara. Mereka berdua pasti belum makan kan, orang di sini gak ada makanan juga.

"Nah, udah aku pesan. Tunggu makanannya dateng ya Amara."

"Makasih Tante Kalina. Sini Tante, duduk deket aku sama Papa, jangan diri aja."

Hwaaa, canggung. Masa iya aku duduk di sana?

"Ehehe, gapapa Amara. Aku kan masih ngurusin pesenan makanan," ucapku menolak halus.

Ya lah, masa iya aku langsung ke sana? Nanti profesorku bisa gak nyaman kalau aku deket-deket anaknya. Padahal mungkin mereka ingin menghabiskan waktu berdua setelah lama tidak bertemu kan?

Aku tahu dirilah, lagian kalau aku duduk di sana apa yang kulakukan dengan handphoneku nanti prof Daffin bisa tahu.

Aku juga tadi udah sekalian mengirim saldo ke dompet virtual mbak Piah buat beli makanan online. Soalnya kalau aku kasih cash lagi takutnya nanti dipinjem lagi sama mamanya Amara.

Dan aku sengaja cuman ngirim pesan ke dia sambil kirim bukti screenshot-nya. Karena aku nggak mungkin ngomong. Ada profesorku kan di sini.

Semoga saja sekarang tidak akan ada masalah lagi. Aku kirim sejumlah uang yang diambil sama mamanya Amara.

"Tunggu ya bentar lagi makannya datang," ucapku yang sama sekali tidak mau menatap ke arah profesorku. 

Lagian aku juga sudah senang dengan teriakan senang dari Amara pas makanannya datang.

"Duduk sini, Kalina kamu gak mungkin kan suapin Amara sambil berdiri?"

"Iya Prof."

Canggung, tapi akhirnya aku menurut. Aku duduk berhadapan dengan profesorku yang memangku Amara.

Jodohku Bukan PerjakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang