BAB 256: TETAP DOSENKU!

180 20 0
                                    

"Sus, gue masih perawan!" ujarku, dan aku tidak berbohong kalau memang aku tidak kehilangan keperawananku.

Prof Daffin gak mengusik yang satu itu. Jadi jelas dari caraku bicara sangat meyakinkan. Susi juga menatapku. Mudah-mudahan dia gak bikin masalah lah ya.

"Oke gue percaya sama lo tapi apa dia udah usik-usik lo Kal?"

Duh, si Susi ini ngomongnya vulghuar banget sih! Dia belajar kayak gini tuh darimana sih? Padahal dia kan jomblo. Bisa-bisanya dia nanya pertanyaan modelan begini ke aku? Hell!

"Sus, ngeri banget sih yang lo omongin! Berasa gue bejhath banget!" aku langsung bergidik.

Terserah gimana pandangannya tapi sekarang aku berniat untuk full hard akting!

Gimana juga prof Daffin aka calon suami, dia adalah profesorkum jadi aku tidak akan merendahkannya di depan mahasiswi kampus kami. Meski Susi ini adalah temanku sendiri, aku akan mencoba untuk tidak bicara sembarangan tentang profesor Daffin Erlangga Pamungkas dan akan menunjukkan kalau aku menghargainya sebagai dosenku.

"Ya masa lo nggak ngerti sih? Kita kan sama-sama udah gede bukan lagi anak SMA! Gue yakin lo kan sekolah kedokteran Pasti lo paham lah apa yang gue maksud tentang hubungan antara dua orang yang saling cinta. Misalkan dia udah coba buat-"

"Sus, gue paham! Tapi lo kelewatan!" ujarku dengan sedikit meninggikan suaraku.

"Dia tuh bukan cuman cowok yang gue suka serampangan tapi dia juga dosanya gue! Lo tau nggak seberapa disiplinnya dia?"

"Ya, Kal, tapikan-"

"Sus! Asal lo tau, gue di maki-maki sama dia buat ganti skripsi itu sampai gue nangis-nangis! Dia itu orang yang profesional banget. Dan nggak bisa gue otak-atik keputusannya. Lo mikir nggak sih gimana dia template-nya? Terus tiba-tiba aja lo nanya kayak gitu. Emang lo pikir dia se-meshyum pak Dino?"

"Ehehe, enggak sih, lo jangan marah dong Kal! Gue nggak nuduh kayak gitu, gue cuman-"

"Tetap lo nuduh kayak gitu! Soalnya dari omongan dan cara lo interogasi gue tuh kayaknya gue gimana gitu sama dia, kaya dia udah jebolin gue karena gue main ke apartemennya. Padahal gue yang kecaperan sama dia, Sampe gue jagain anaknya dan gue ngelakuin semuanya itu buat cari perhatian dia! Dan asal lo tau, dia nggak ada gimana-gimananya ke gue yang berlebihan!"

"Hah, elo-"

"Ssst, jalan-jalan! Tuh mobil di belakang udah tan tin tan tin berisik aja!" ucapku sinis seakan aku memerankan perananku sebagai wanita innocent!

Hahaha, pengen ngakak rasanya. Soalnya Susi kayaknya percaya sama aku dari cara dia memandangku dan dia pasti merasa bersalah. Aku yakin sekali kalau dia udah nggak akan berani lagi menuduh macam-macam soalnya dia pikir dia mengusikku dan dia bikin aku marah.

"Kal, sorry ya tadi gue nanya sama lo sesinis itu sebenernya gue nggak ada niat sama sekali buat nyinggung lo, nyudutin lo atau ngehina cowok lo. Tapi gue cuman ngerasa sayang aja sama lo. Maksud gue gimana ya? Gue ... Ngerasa kayak nggak tega aja kalau sampai lo dipermainin gitu! Cara dia kan duda walaupun di bidang akademik dia itu hebat banget dan di kampus Dia itu dosen yang terpandang tetap aja dia sekarang hubungannya sama lo bukan hubungan formal jadi gue khawatir kalau dia nyakitin lo sama kayak Tika yang sorry to say ya Kal, hmm ... Tika masih ada luka ama abang lo."

Tuh bener kan apa dugaanku! Susi udah nggak enak! Hihihi! Aku seneng banget kalau udah kayak gini. Terlepas dari apa yang dia bilang ini sebenarnya aku setuju juga sih. Tika pasti masih feeling blue soal bang Sam. Cuma aku yakin di sini kalau kondisiku berbeda sama Tika.

Prof Daffin dia bukan manusia dingin nan menjengkelkan kaya abangku. Makanya aku yakin buat kasih penekanan ini ke sahabatku.

"Sus, nih lo liat apa yang gue pegang!" ucapku sambil mengeluarkan isi dompetku dan menunjukkan padanya.

"Ini bukan punya gue! Tapi dia nyerahin uangnya dia ke gue! Dan seharusnya gue dianterin sama dia ke bank tadi tapi nggak jadi karena gue nggak tahu kenapa dia jadi nggak fokus gara-gara kating gue si Oki sama temen gue si Ony yang couple itu."

"Hah? Maksud lo?"

"Udah nggak usah dibahas itu intermezzo tapi intinya gue pengen bilang sama lo kalau dia udah ngasih uang ke gue, ngasih hartanya ke gue, termasuk surat tanah ini ke gue buat jaminan kalau dia serius ke gue. Dia sama sekali nggak pengen ganggu harta orang tua gue! Sama sekali!"

"Kal, jadi udah sejauh itu hubungan lo sama dia?"

"Hm, bahkan waktu gue jadi asdosnya gue udah dikasih uang jajan. Seminggu dia kasih gue sejuta.  Anter jemput, makan siang, dia yang handle."

"Aish, bener dugaan gue berarti!"

"Dan dia bisa jaga gue. Dia sopan, dia gak macem-macem ke gue Sus."

"Kalau gitu, syukur deh. Gue lega Kal. Soalnya, dari kemarin gue takut aja kalau lo diapa-apain.

Sambil nyetir dan paling hanya beberapa meter lagi kami sampai ke apartemen profesorku, akhirnya dari suara Susi aku yakin kalau dia sudah mulai percaya padaku.

Syukurlah! Karena biarpun dia sahabatku untuk yang satu ini hubungan antara aku dengan prof Daffin selamanya jadi rahasia.

"Tapi tetep. Lo tahu kan kenapa gue pengen lo simpen cerita ini dan nggak boleh ngasih tahu siapa-siapa?"

"Iya gue ngerti! Kan lo tadi udah jelasin dari awal kalau ini ada hubungannya sama kasus lo dan juga skripsi lo."

"Jadi lo bisa bantuin gue buat jaga rahasia ini dari anak-anak?"

"Aman! Ya udah, kita udah nyampe nih! Lo mau turun sekarang?"

Ya karena memang kami sudah sampai di lobby aku turun tapi sebelumnya aku memeluk sahabatku dulu. Perjalanan lumayan lama. Sejam karena tadi macetnya lumayan. Syukurlah karena temanku aku sampai jam sembilanan lewat.

"Makasih ya Sus!"

Lega rasanya karena Susi bisa diajak kerjasama.

Dengan langkah cepat aku langsung masuk ke dalam apartemen selepas mobil Susi melaju pergi.

Aku sengaja menunggu dia pergi dulu karena gimana juga aku ingin menunjukkan rasa terima kasih padanya.

Dan sekarang aku hanya ingin memastikan kalau Amara gak kenapa-napa. Minimal aku tahu kalau dia baik-baik saja, itu saja sudah cukup untukku.

Rasanya nggak sabar aja nungguin lift nyampe ke atas.

Pengen cepet-cepet liat calon anakku, hihi!

Aku senang dan aku merasa lambat sekali melangkah padahal aku udah berlari menuju pintu apartemen.

"Kamu ngapain di dalam?"

"Tante, tolong aku!"

Haduh drama apalagi ini? Kenapa Ibunya Amara bisa masuk ke dalam sini? Dan untung saja aku datang. Kalau tidak gimana ini? Dia udah nyeret Amara mau dibawa keluar dari apartemen! Duh, prof Daffin, Kenapa sih PIN apartemennya nggak diubah yang mantan bininya ga tahu? Biar dia ngasih aku kartu masuk, tapi kan ni pintu bisa bisa dibuka juga pakai PIN! Cuma pas naik aja butuh kartu untuk lift. Tapi kalo ga punya, bisa pinjem di bawah. Dan mantan istrinya pasti punya sesuatu yang bisa dia gunain buat akalin resepsionis. Haduh, gregetan aku jadinya.

Bomatlah, yang penting aku bisa nyelametin anak prof Daffin!

"Lepasin Amara!" tegasku, dan tentu saja langsung berusaha untuk merebut calon anakku.

"Minggir! Dia anakku! Kamu cuma mau jadiin dia buat alat bikin Daffin peduli padamu kan?"

"Aku nggak akan nyingkir! Lepasin Amara!"

Aku baru mau mendekat tapi dia sudah mengeluarkan sesuatu yang bikin aku jantungan juga. Duh, gimana nih?

"Minggir kamu, atau aku tusuk kamu!"   

Jodohku Bukan PerjakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang