Chapter 4

50 8 2
                                    

Ranif

Ah, mak! Kambing! Bisa-bisanya cuman dapat 2,00?! Ada apa ini?! Padahal aku sudah belajar teratur. Tidur pun nyenyak-nyenyak saja.

"Wah, wah, wah! Dapat dua, nih?" tanya Deva sambil menunjukkan kertasnya, "Sama dong!". Aku hanya terkekeh. Ini bukan pertama kalinya kami dapat nilai rendah. Kami beruntung karena ini hanya sekedar ulangan harian, jadi masih bisa diperbaiki. Kalo UN??? Abis aja deh!

"Kantsin aja, yok! Lupakan saja hal ini sejenak," ajak Deva. Aku mengangguk setuju. Mending isi tenaga daripada galauin nilai. Seperti yang kubilang, ini hanya nilai ulangan harian. Kami berdua berjalan keluar dari kelas XII MIA 4. Dan di kantin, kami semeja dengan Vira.

"Ranif, Deva! Kalian udah ulangan Fisika belom?" tanya Vira, salah satu teman kami dari kelas XII MIA 6. Aku dan Deva hanya tawa-tawa miris. Padahal aku sudah berusaha untuk melupakannya. Rasanya masih sakit di sini (tunjuk kepala). Aku yakin Deva berpikiran kurang lebih sama sepertiku.

"Udah, sih!" jawab Deva. Aku hanya diam sambil melahap nasi goreng yang kubeli.

"Susah, ya?" tanya Vira, tepat sasaran! Lalu akhirnya Vira menanyakan berbagai pertanyaan seputar ulangan harian sialan itu seperti jumlah soal, objektif atau tidak, dan kawan-kawannya. Begitu makananku habis, aku baru menyadari Vira memang duduk sendirian sejak awal.

"Bela ama Linda mana, Vir?" tanyaku. Sejak kelas 1 aku sudah kenal tiga serangkai itu. Vira, Bela, dan Linda. Dua diantaranya, Bela dan Linda, mungkin bisa dibilang yang paling akrab. Mereka sama-sama suka hal yang berbau ilmiah. Tidak seperti Vira sendiri, dia lebih suka sastra. Dan bela diri. Aku heran kenapa dia tidak masuk saja ke kelas IPS?

"Entah. Aku terakhir bertemu dengan mereka di Keprimall," jawab Vira sambil menyeruput teh obengnya.

"Emang kalian ngapain di Keprimall?" tanyaku. Aku agak kaget. Kulirik Deva, kayaknya dia lebih asyik dengan gadgetnya. Apa dia nggak tahu koran pagi ini?

"Yah, kami ikut lomba gitu lah!" Lalu Vira bercerita apa yang terjadi di sana kemarin. Aku hanya terperangah. Deva bahkan langsung merespon ketika Vira selesai bercerita.

"LO KETEMU JEFF THE KILLER?!" bentaknya sambil menggebrak meja. Piring dan gelas di sekitar meja kami sampai terlompat-bahkan terjatuh dari meja. Kami bertiga langsung bungkam ketika menyadari ada yang menoleh ke arah kami. Para guru dan beberapa murid yang lewat.

"Eh, kok sepi? Udah masuk, ya? Ish, ulangan Fisika lagi!" Vira langsung berdiri, diikuti oleh aku dan Deva. Sebelum kami berpisah, aku melihat Deva menunjukkan gadgetnya ke wajah Vira.

"Apaan, nih? Kok bisa ada, sih?" tanya Vira antusias. Sedikit kepo, aku mendekat dan melihat ke layar gadget Deva juga.

"Ga tau. Pas gue cari tentang Jeff the Killer, gue ketemu web ini. Coba saja cari tentang dia," kata Deva sambil menarik lenganku.

"Dev, pinjem hape lo dong! Tadi apaan sih?" tanyaku saat sudah di tempat duduk kami. Deva kembali menunjukkan layarnya mumpung guru belum masuk. Tampilan sebuah web, semuanya bertulisan bahasa Inggris, dan ada pula wajah kartun di samping namanya. Jeff the Killer. Dengan nama aslinya Jeffrey Woods.

Deva langsung menyambar hapenya kembali begitu melihat guru kami datang melalui lubang pintu. Aku langsung mengeluarkan bukuku. Dan ketua kelas langsung menyiapkan kami.

-----------------------------------------------------------------

Jane hanya bisa mengutuk dirinya karena bisa kalah dengan makhluk menyebalkan itu. Siapa lagi kalau bukan Jeff?

Galau nih ceritanya? Apa dongkol?

"Kamu lagi?!" Jane bersumpah atas hidupnya bahwa ia mengenal suara itu. Suara gadis kecil yang ia temui di kamarnya!

When Creepypasta Comes AliveWhere stories live. Discover now