Heaven In Your Eyes -part 23-

18.4K 1.3K 25
                                    

Punya anak?

Sejak menikah dengan Kalin, baru kali ini Arun mendengar kalimat yang berisi ajakan tersebut. Entahlah, jika dipikir lagi, mungkin saja Kalin sedang mencoba untuk merayunya?

Tapi sepertinya juga tidak kedengaran seperti merayu. Mungkin, Kalin hanya sedang mencoba menawarkan sebuah topik pembicaraan baru. Sayangnya, dia tidak akan terlalu merespon hal tersebut. Fokus hidupnya hanya bekerja, bukan memikirkan soal anak.

"Saya belum kepikiran soal itu,"

"Yaah, kok gitu? Kita udah delapan bulan lho, Run?"

Sudah bisa ditebak jika reaksi Kalin seperti itu.

"Nanti saja kita bicarakan lagi,"

Kalin memainkan garpu di tangannya, menusuk dengan asal brokoli dan wortel rebus di piringnya.

"Aku kesepian kalo gini-gini terus," Kalin berkata dengan nada setengah merajuk, setengah kesal.

"Kesepian dalam arti apa?"

"Ya, sepi. Seenggaknya kalo kita punya anak, aku nggak akan kesepian kalo misalnya kamu pergi kerja. Kamu juga nggak pernah kan ngijinin aku ikut sama kamu?" Kalin bahkan sudah terdengar semakin tidak sabar.

Apakah Kalin sebentar lagi akan menyerah menghadapinya?

"Maaf soal itu. Saya hanya belum siap menjadi seorang ayah. Punya anak itu nggak semudah we make love, kamu hamil, melahirkan, dan kita memiliki status baru sebagai ayah dan ibu."

Kalin terkejut. "Aku baru dengar kamu ngomong sepanjang itu. Aku terkesan, tapi nggak berarti aku setuju sama pendapat kamu,"

Saat kembali melanjutkan makan, suasana seketika hening. Kalin diam, begitupun dirinya.

Arun menandaskan makanan lebih cepat dari biasanya. Setelah itu, dia sempat menggumamkan akan melanjutkan pekerjaan.

Di belakangnya, Kalin sama sekali tidak bersuara lagi.

***

Erwin tertawa mendengar keluhannya.

"Wajar saja kalau Kalin bersikap begitu. Malah dia sudah tergolong sabar lho menghadapi kamu."

Menjadi hal yang sangat langka ketika Arun berinisiatif menghubungi Erwin. Sebagai sahabat, Erwin bisa diandalkan untuk memberikan saran, sekalipun Erwin sendiri belum menikah. Erwin memiliki lingkup pergaulan yang lebih luwes, tidak seperti dirinya yang terlalu dingin terhadap perempuan.

"Baik. Nanti saya coba minta maaf ke dia. Dan sesuai saranmu, saya akan mencoba mendekatinya malam ini,"

"Bagus." Erwin kembali tertawa. "Wish you luck, Run."

Sebelum mengakhiri pembicaraan, Arun teringat bahwa dia belum menanyakan perkembangan kondisi Ambar.

"Jangan dipikirkan. Mulailah hidup yang baru. Adikku akan baik-baik saja."

"Maaf, Win. Sekali lagi maaf,"

***

Kalin melirik Arun yang baru saja memasuki rumah. Sambil mencoba mengatur napas, Kalin mendongak untuk kemudian tersenyum.

"Udah pulang?"

"Iya. Lagi ngapain?"

"Kayak yang kamu lihat. Aku belajar nyulam," Kalin kembali melanjutkan sulaman taplak yang meskipun ukurannya relatif kecil, namun ternyata sulit untuk diselesaikan.

"Sebagai pengisi waktu senggang?"

Kalin mengangguk.

Tanpa disangka, Arun mengecup keningnya. Kalin seketika itu meleleh.

Heaven In Your Eyes (Completed)Where stories live. Discover now