Heaven In Your Eyes -part 28-

10.3K 997 18
                                    



"Kapan-kapan aku ke sini lagi ya?"

"Boleh."

Raga berbalik, menyembunyikan wajah kecewanya. Sepanjang mengobrol dengan Kalin, sesekali Kalin menyinggung perihal suaminya. Terpancar perasaan penuh cinta dan kebanggaan ketika Kalin memaparkan tentang rumahtangganya. Betapa perpisahan mereka telah menjadi masa lalu yang manis untuk dikenang, dan bukan untuk dirasakan kembali.

Kecewa.

Dia memang tidak berharap terlalu banyak dari Kalin, mengingat Kalin memang bersungguh-sungguh mencintai suaminya.

Namun, salahkah dia berharap ada sedikit celah untuk dimasuki? Celah dalam hati Kalin yang dulunya hanya terisi dirinya dan tentang mereka.

Dia hanya berharap yang terbaik untuk Kalin. Dia bahagia untuk Kalin. Namun jika laki-laki yang bisa membahagiakannya adalah dirinya sendiri, tentunya dia akan lebih bahagia lagi.

Karena Kalin masih menjadi pemilik hatinya. Sejak dulu hingga sekarang.

***

Matahari sudah mulai turun dari singgasananya. Menghadirkan pemandangan eksotik, warna jingga bercampur kelabu di ufuk barat.

Arun baru saja tiba di rumah. Karena terlalu asyik meninjau peternakan sapi, dia sampai lupa hari semakin beranjak petang. Ternyata dalam beberapa bulan ini, hewan-hewan ternak baik itu sapi, kambing maupun ayam menunjukkan penjualan yang menggembirakan. Hanya sedikit hewan yang terserang penyakit. Dan rata-rata dari ternak itu tumbuh dengan sehat.

Wajah Kalin yang begitu berseri-seri menyambutnya di depan pintu. Wajah yang mampu menjadi pengalih dari rasa lelah sepulang dari kerja.

"Aku udah siapkan air hangat."

"Terimakasih, Sayang."

Setiapkali mengucapkan panggilan itu, Kalin akan langsung menampakkan senyum. Senyum yang begitu hangat. Isterinya ini benar-benar cahaya dalam hidupnya.

***

Keesokan harinya, Arun mengajak Kalin menuju perkebunan seperti yang pernah dijanjikan. Mereka sedang dalam perjalanan menuju perkebunan teh, mungkin kurang sepuluh menit lagi akan sampai ketika ponselnya berdering.

Posisi ponselnya tepat di atas dashboard. Arun meminta Kalin mengangkat telepon untuknya.

"Dari Erwin." Kalin menolak mengangkatnya.

Jadi, Arun memelankan mobil dan segera menepi. Lagipula kecepatan jeep tidak akan begitu kencang di jalanan berbatu di sekitar perkebunan.

"Halo. Hei, Win. Ada apa?"

Kalin ikut mendengarkan percakapan mereka. Tidak begitu lama, sampai kemudian Arun menutup telepon.

Dia memang pernah meminta Erwin mengabari apapun tentang kondisi Ambar.

Dan pagi itu, Erwin memberitahukan kabar yang menggembirakan.

Tanpa pikir panjang, Arun segera mencari jalan memutar keluar dari area perkebunan teh. Kalin sempat bertanya mengapa tiba-tiba dia berubah haluan.

"Sepertinya Ambar sudah sadar."

"Oh ya?"

Kalin tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut. Tentu saja dia terkejut. Dalam artian baik.

Syukurlah kalau begitu.

Sampai di rumah Ambar, mereka menemukan pemandangan mengharukan. Beberapa orang masuk ke dalam kamar tempat Ambar terbaring. Beberapa lainnya memilih menunggu di luar.

Heaven In Your Eyes (Completed)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum