Heaven in Your Eyes -part 25-

10.3K 1K 35
                                    

Kalin tidak mengerti mengapa Arun mengajaknya keluar rumah bersama tanpa mengatakan tepatnya ke mana mereka akan pergi. Selama dalam perjalanan, Kalin mencoba untuk bertanya. Namun, dia segera tersadar bahwa Arun pasti punya alasan mengapa dia tetap diam saja.

Sampai mobil Arun memasuki halaman sebuah rumah berhalaman luas dan terawat, Arun belum juga berbicara. Arun menolehnya. Mengatakan inilah rumah Ambar.

"Apa maksud kamu ngajak aku ke sini?"

"Ambar ada di sini. Dalam keadaan koma."

"Apa?"

Sebelum Kalin protes lebih lanjut, Arun menyentuh punggung tangannya. "Ayo turun."

"Tapi, Run? Kita mau ngapain di sini?"

Arun sudah terlebih dulu melepaskan seatbelt dan membuka pintu. Kalin masih termenung saat Arun membukakan pintu untuknya. Dia tidak menunggu Arun membukakan pintu. Kalin mendapati dirinya masih enggan untuk menapakkan kaki di rumah yang asing begitu.

Arun mungkin memiliki penjelasan. Ya, sepertinya.

Mereka berjalan bersisian, sampai tiba di depan pintu, Arun menggamit tangannya. Kalin merasakan Arun sedikit gugup. Jadi, dia balas menjalinkan jemarinya lebih intens hingga Arun bisa merasakan bahwa Kalin bisa menerima ajakan Arun tanpa berniat memprotes lagi.

Mereka disambut seorang suster yang mempersilahkan mereka masuk. Lalu disusul Erwin yang mengajak mereka duduk di ruang tengah.

Tentunya tujuan mereka datang ke sana bukan hanya sekedar mengobrol panjang lebar. Arun pun tidak memperpanjang obrolan mereka. Diajaknya Kalin mengikuti langkahnya menuju sebuah kamar didahului suster yang tadi menyambut mereka.

Seorang perempuan tengah terbaring di sana. Ditopang oleh alat pernapasan dan monitor jantung.

"Ini Ambar, adikku. Satu-satunya." Erwin yang memperkenalkan perempuan itu.

Kalin tersenyum hambar kepada Erwin sebelum kembali menekuri wajah pucat perempuan yang tengah tertidur begitu pulas itu.

"Sudah berapa lama... Ambar koma?" Kalin ragu mengucapkannya. Tapi akhirnya nama itu disebutkannya juga. Bagaimanapun, perempuan itu juga memiliki nama, bukan?

"Empat tahun. Maksudku, bulan ini, tanggal 20, genap empat tahun dia terbaring koma." Erwin menjawab. Arun hanya mengangguk pelan.

"Selama empat tahun, Ambar tidak pernah sadar?" Kalin tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya.

"Tidak." Lagi-lagi Erwin yang menjawab.

Pandangan Kalin bergeser kepada Arun yang sejak tadi hanya diam.

Apakah ini alasan Arun seolah tidak serius membina hubungan rumahtangga dengannya?

"Apa aku boleh tau penyebab Ambar sampai bisa seperti ini?"

Baik Erwin maupun Arun sama-sama diam. Kalin hanya perlu menunggu siapa di antara mereka yang akan menjawab untuknya.

"Ah, harusnya aku tidak menanyakan hal ini. Maaf."

"Saya yang menyebabkan Ambar menjadi seperti ini."

Untuk kali pertama sejak mereka berada di dalam kamar, Arun bersuara.

Erwin berupaya menetralisir keadaan. Dia hanya mengatakan dengan nada cukup ringan bahwa apapun yang menimpa Ambar adalah kecelakaan biasa. Dan bahwa Arun tidak perlu merasa bersalah apalagi merasa sebagai pihak yang bertanggungjawab.

Jadi, penyebab Ambar koma karena kecelakaan?

Arun hanya perlu memilih antara dua opsi. Menjelaskan atau tidak membahas tentang Ambar lagi. Mulai hari ini sampai nanti.

Heaven In Your Eyes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang