YC. 1

176K 6.6K 66
                                    

"RABIANSYAH TANUWIJAYA!!!" teriakku geram pada seorang lelaki yang tiba-tiba saja menyiramku dengan air bekas pel-an yang dapat kalian pastikan kotornya seperti apa.

Kudengar seseorang yang kini tengah ada di belakangku langsung tertawa terbahak-bahak karenanya.

"Mampus lo Yan. Kena semprot lagi deh sama si Nayla."

Dapat ku pastikan itu adalah suara Rico siapalagi kalo bukan besttie-nya si Bian. Saat aku menengok untuk menoyor kepalanya dia sudah kabur dan menghilang bak ditelan bumi.

Kini tinggal seorang lagi yang ada di hadapanku. Sang raja masalah yang selalu mengusik ketenanganku.

Aku memelototinya dan langsung menarik dasinya, membuatnya sedikit kesulitan bernapas.

"Puas lo udah bikin gue basah kuyup plus kotor kaya gini?!" Tanyaku sementara dia meringis karena lehernya tercekik.

"Lepasin dulu, gue gak bisa nafas kali Nay," ucapnya dengan susah payah.

Ok mungkin aku sudah kelewat berlebihan, tapi ya ini semua sebenarnya sudah biasa terjadi diantara kami. Sejak kelas satu sekolah dasar hingga sekarang kami kelas sebelas.

Dengan sedikit tidak rela aku pun melepaskan tarikan dasinya. Kulihat dia langsung melonggarkan ikatan dasinya.

"Sekarang lo harus tanggung jawab karena udah bikin baju gue basah kaya gini!"

"Males, bukan salah gue kali. Orang gue mau nyiram si Rico lo malah berdiri di depan gue yah otomatis lo yang kesiram. Ya jadi itu murni salah lo."

Setelah mengucapkan kalimatnya itu dia langsung membawa tasnya dan melengos pergi begitu saja.

"Mau kemana lo?!"

"Ke mana pun gue pergi itu bukan urusan lo."

"Untuk kali ini itu urusan gue. Lo harus anterin gue pulang, gak mau tau. Lo pikir gak malu apa gue pulang basah-basahan kaya gini."

Dia masih terus berjalan menjauhiku dan tidak menghiraukan semua teriakanku. Dan parahnya lagi kini dia sudah mengeluarkan jimat andalannya ketika aku sedang berteriak seperti sekarang ini, yaitu earphone-nya dan langsung memakainya di telinga. Sudah kupastikan volume suara yang didengarnya pasti sudah mengalahkan teriakkanku yang tak kalah nyaring.

"Rabies Sialan!!" teriakku untuk yang terakhir kalinya sebelum lelaki itu menghilang di balik tikungan koridor sekolah.

Dan disinilah aku sekarang dengan baju seragam kotor dan dalam keadaan basah kuyup. Ditambah dengan hembusan angin yang mampu membuat bulu kudukku langsung terangkat.

***
"Gue pokoknya harus bikin perhitungan sama tuh anak," umpatku sebal sambil sesekali menyesap cappucinoku.

Niken sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan ocehanku, karena memang aku sudah terlalu sering mengomel tentang Bian padanya.

"Lo mau apain lagi si Bian, Nay?!"

Aku hanya mengangkat kedua bahuku. Aku memang belum tau harus membalasnya dengan apa. Hampir semua pernah aku lakukan padanya.

Bahkan di sekolah ini kami sudah mendapat gelar yaitu 'Young Couple'. Bukan dalam artian romantis atau segala macamnya, tapi dalam hal lain yang dapat kalian ibaratkan seperti Tom & Jerry.

Intinya aku harus segera membuat perhitungan padanya.

"Nay anter gue ke UKS dulu yah," pinta Niken setelah selesai menyesap habis minumannya.

"Ngapain Ken?"

"Gue suruh ngecek obat-obatan sama Bu Irma."

Aku mengangguk meng'iyakan. Niken adalah ketua eskul PMR dan memiliki tanggung jawab untuk memeriksa kelengkapan UKS.

***
Aku yang tidak tau apapun dengan segala macam yang namanya obat-obatan hanya bisa memperhatikannya sambil mangut-mangut tidak jelas mendengar penjelasannya tentang nama dan kegunaan obat-obatan itu.

"Ini parasetamol buat penurun panas, yang ini obat penambah darah, yang ini obat maag, obat pusing..."

Aku sebenarnya sudah lelah mendengarkan penjelasannya hingga dia menyebutkan sebuah obat yang menarik di telingaku.

"...yang ini obat pencahar buat yang sembelit dan susah buang air besar."

Pas sekali! Inilah yang aku butuhkan. Obat pencahar.

"Tunggu Ken, tadi itu obat apa?"

"Yang mana Nay?" tanyanya bingung.

"Ituloh yang tadi." Aku mengobrak-abrik kotak obat yang baru saja dirapihkan Niken, mencari obat yang ku maksud.

"Ketemu!" Aku langsung tersenyum puas dan menunjukannya pada Niken, tapi Niken kini tengah memelototiku dan iris mata hitamnya menujuk ke arah kotak obat yang kini berantakan karena ulahku.

"Oops! Sorry-sorry Ken, gak maksud," kataku disertai cengiran kuda dan wajah tanpa dosa.

Akhirnya kami harus mengulang merapikannya dari awal.

"Beres juga. Capek gue, Ken." Aku membaringkan tubuhku di lantai yang memang selalu bersih, ya karena ini ruang UKS dan kebersihannya memang harus selalu terjaga.

"Lah suruh siapa lo berantakin lagi kerjaan gue?!"
"Lo tadi nyari obat apaan emang, Nay?" tanyanya setelah selesai menyimpan kotak obat itu kembali ketempatnya.

"Ini," kataku seraya mengacungkan sebungkus obat pencahar di tanganku.

"Buat apaan, Nay?" tanya Niken bingung.

"Lo juga bakal tau nanti Ken."

"Jangan bilang buat balas dendam sama si Bian?" tebaknya yang langsung kuangguki dengan mantap.

"That's right."

"Sadis lo Nay." Dia kini sudah mulai mengeleng-gelengkan kepalanya seperti halnya orang India.

"Bomat."

"Tapi dosisnya jangan banyak-banyak, Nay."

"Ya tenang aja kali Ken. Gue juga tau diri."

"Ya gue cuma ngingetin."

"Udah beres kan? Kelas yuk!"

"Camon," jawabnya diikuti gelak tawa kami berdua.

¤¤¤
Young Couple

Young Couple [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang