YC. 19

62.5K 3.8K 7
                                    

Aku melangkah mengikuti Bian yang sudah lebih dulu meninggalkanku menuju halaman depan.

Dia menyalakan motornya dan tak lama memakai helmnya. Sesaat sebelum dia melajukan motornya dia melirik ke arahku yang hanya diam melihatnya.

"Ngapain lo bengong di situ? Lo gak akan ke sekolah? Atau mau bolos?"

Pertanyaan macam apa itu, bolos? Seorang Nayla tidak akan pernah membolos sekolah, kecuali dengan alasan yang spesifik.

"Enak aja, gue gak kaya lo yang suka bolos," jawabku dan melengos menuju gerbang depan menunggu ojek atau kendaraan umum lainnya yang melintasi komplek perum ini.

Bian melajukan motornya perlahan mengikutiku, entah itu disengaja atau tidak. Atau aku menghalangi jalannya? Kurasa tidak.

"Ngapain lo ngikutin gue? Mau berangkat yah berangkat sana!" usirku sarkas.

"Ge-er! Serius gue duluan nih yah?" tanyanya memastikan.

Bukannya setiap hari juga seperti itu 'kan? Dia selalu berangkat duluan meninggalkanku yang harus naik angkutan umum sendirian, sementara dirinya menaiki motor ninjannya itu.

"Emang kenapa? Ya udah gih cepat pergi, risih gue!" kataku tanpa menoleh ke arahnya.

"Mau bareng gak? Buruan mumpung gue lagi baik," tawarnya yang membuatku sedikit melonggo.

Sejak kapan dia menjadi sok baik seperti ini? Menawariku ikut bersamanya? Atau jangan-jangan... ahh sudahlah, mana mungkin ada setan pagi-pagi begini.

"Mau ikut apa nggak nih? Keburu gue berubah pikiran deh kayanya, dan sekarang udah jam 06.45 apa keburu nungguin ojek sama naik angkot?" katanya seraya melihat jam tangan hitam metalik yang melingkar pas di lengan kirinya.

Benar juga, gimana kalo kesiangan dan ketemu Bu Rani lagi? ogah banget deh. Tapi kan gak mungkin juga kalo berangkat sama si Rabies, yang ada jadi gosip gak jelas juga. Kemarin aja udah jadi tontonan gara-gara si Rabies maksa naik motornya.

"Mau atau enggak?!" tanyanya memastikan dan dia tampaknya sudah mulai sedikit jengah karena aku yang malah sibuk dengan pikiranku.

"Ok gue ikut lo," kataku dan langsung duduk di jok belakang motornya.

Sikap Bian yang sekarang patut dicurigai teman-teman.

***
Suasa kelas hari ini sangat sepi, hanya ada aku dan 2 anak lainnya di dalam yang sedang mengobrol.

"Kemana sih si Niken katanya cuma mau ke perpus doang bentar balikin buku, tapi sampai sekarang belum balik," gerutuku sebal.

Akhirnya aku memutuskan untuk menyusulnya ke perpustakaan karena sudah bosan berlama-lama di dalam kelas dan hanya diam saja terlebih ini memang waktu istirahat.

Sepanjang koridor seperti biasa banyak siswa yang sedang ber-rumpi ria bersama teman-temannya.

Sesampainya di depan perpustakaan aku melihat Niken dengan seseorang yang begitu tak asing lagi bagiku. Mereka sangat dekat dan terlihat akrab tidak seperti biasanya. Bukannya langsung masuk untuk menemui Niken aku malah tetap diam melihat mereka di sini.

Niken terseyum penuh arti pada Bian dan begitu pun sebaliknya.

Bian dekat sama Niken?

Tiba-tiba dadaku terasa sesak, entah kenapa dan apa penyebabnya. Melihat mereka sedekat itu sedikit mengusikku. Padahal sebelum-sebelumnya melihat Bian dengan perempuan manapun Aku akan biasa saja dan bahkan tidak peduli. Tapi dengan Niken, kenapa jadi seperti ini.

Tak lama Niken memeluk Bian sekilas, menepuk punggungnya pelan dan membisikan sesuatu di telinga Bian yang entah apa itu.

Deg...

Kenapa Niken gak pernah cerita ke gue kalo dia lagi dekat sama Bian?

"Liatin apa?" tegur seseorang dari belakangku dan sontak membuatku sedikit terlonjak kaget.

"Nggak liatin apa-apa kok, Kak," alibiku dengan sedikit gugup dan menampilkan cengiran kuda khas yang kumiliki.

"Hmm...." Dia melirik ke arah dalam perpus, melihat apa yang tadi kulihat.

"Ohh iyah Kak, sekarang kan ada kumpulan ekskul, Kakak datang gak?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Pasti datang, tenang aja," jawabnya dengan senyuman manis yang memang tidak dapat lepas darinya. Ya seperti itulah Kak Arsen.

***
SMA Cendana berhasil masuk ke babak final basket putra, setelah berhasil mengalahkan SMA Harapan kemarin. Itu artinya Bian juga akan ikut bertanding di final.

"Besok jangan lupa nonton gue tanding basket!" pintanya atau lebih terdengar perintah.

Aku bergidik ngeri, ngapain juga nih bocah nyuruh-nyuruh buat nonton dia tanding, ogah banget.

"Anti gue nonton lo tanding," jawabku sarkas.

"Ya pokoknya lo harus nonton gue, gak mau tau!"

Dia mengambil tas ransel dan kunci motornya yang tergeletak di atas meja.

"Ya udah, gue harus latihan dulu takutnya udah ditunggu sama yang lain," katanya dengan sok pamit kepadaku.

"Pergi ya pergi aja kali, sok minta izin," kataku dengan juteknya dan tanpa menengok ke arahnya.

"Jutek amat, elo pan istri gue jadi sebagai suami yang baik gue harus izin dulu kan sama sang istri tercinta."

Sumpah demi apapun aku muak mendengar perkataannya yang sok romantis dan gombal seperti itu. Sejak kapan pula dia jadi kurang sehat begini?

"Mual gue denger kata-kata lo barusan," Kataku seraya menirukan gaya orang yang ingin muntah.

"Lo mual? Atau jangan jangan lo...."

"Jangan mikir yang aneh-aneh, otak mesum lo! Kapan juga gue pernah ngelakuin hal yang gak senonoh sama lo," kataku memotong ucapannya yang pasti akan mengarah pada yang tidak-tidak.

"Kalo lo mau sih, gue siap-siap aja." Dengan sok polosnya kalimat itu ke luar dari mulut Bian dan membuat kedua mataku membulat mendengarnya.

"Berani lo macam-macam sama gue...." Belum selesai Aku melanjutkan kata-kataku dia balas memotongnya.

"Elo ngajak gue ngobrol mulu sih, jadi lupa kan kalo gue mau latihan," sanggahnya.

"Kok nyalahin gue? Lo juga kan yang mulai duluan," kataku tak terima, sementara dia terus melangkah menuju halaman depan tanpa mempedulikan ocehanku.

Bian melajukan motornya dan menghilang di balik tembok pagar. Tak lama ponselku bergetar, sebuah Line masuk. Dari... Bian?

RabianTnjwy

Besok lo harus nonton gue gak mau tau! Kalo nggak jangan harap nanti malam lo selamat dari gue!

¤¤¤

Young Couple

Young Couple [Completed]Where stories live. Discover now