Tentang aku dan dia

28.4K 284 1
                                    

Sejak bapak dan ibu meninggal pada saat aku berusia lima tahun keadaan ekonomi kami semakin lama semakin menurun. sawah dan tanah yang kami punya berhektar-hektar habis untuk membayar hutang orangtua kami dan hanya bersisa rumah peninggalan orangtua dan beberapa hektar sawah saja. Sekarang usiaku sudah beranjak Sembilan belas tahun. Aku hanya menamatkan SMP saja. Disini, di kota tinggalku Semarang aku bekerja apapun yang aku bisa.

Aku teringat perkataan kakakku Sutinah sore tadi. Suaranya terdengar tegas lebih daripada biasanya saat aku meminta izin bekerja di Jakarta untuk membantu ekonomi keluarga.

“Aku tidak mau kalau kau bekerja diluar kota ini. Apapun yang terjadi aku tidak akan menyetujuinya.”

“Dengar Mina, kalau kau bekerja disana... kau tidak mempunyai keluarga lain lagi. Kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana? Mas juga setuju dengan Tinah. Lebih baik kau disini. Ada mba dan mas yang yang bisa menjagamu kalau terjadi apa-apa.” Bujuk kakak tertuaku Paijan.

Mas Paijan selalu menyayangi aku dan sutinah. Walaupun aku dan sutinah hanya adik tirinya. Aku tidak bisa berkata banyak. Aku hanya mengangguk. Tetapi keinginanku untuk bekerja di Jakarta selalu ada. Suatu saat nanti mungkin aku akan kesana.

Mataku semakin berat. Kututup jendela kamar. Aku tinggal sendiri dirumah mungil. Rumah kecil penginggalan Ibu yang memang disiapkan untukku. Kuayunkan kakiku menuju dipan yang terbuat dari bambu untuk tempatku tidur. Dipan yang keras kini selalu aku anggap sebagai kasur empuk. Kuenyakkan tubuhku. Berusaha memejamkan mata. Mencoba mengosongkan pikiran yang berkecamuk hari ini.

Jam tujuh pagi aku berangkat kesawah. Tini menyapaku dengan riang saat kami berpapasan di jalan. Dia adalah sahabatku yang sekarang bekerja di Jakarta. Dialah alasanku untuk pergi bekerja di Jakarta.

“Mina, kau mau menemaniku jalan-jalan?” katanya saat dia menemaniku kesawah.

“Jalan kemana?” kataku dengan nada tak bersemangat. .

“Ke pasar Johar.” Ucapnya. “Mau ya? Sudah lama kita tidak jalan-jalan Mina.” Bujuknya lagi.

“Baiklah. Kapan kita kesana?”

“Kalau besok bagaimana?” Jawab Tini dengan tersenyum. Aku tersenyum mengangguk. Kenapa tidak pikirku. Mungkin dengan begitu aku bisa sejenak melupakan kepenatan.

“Dan aku yang membayar ongkos jalan atau apapun.” Kata Tini lagi. “Kau tidak perlu khawatir.”

Esok harinya aku sudah berada di pasar Johar. Tini mengajakku mengelilingi pasar Johar. Makan mie ayam di pinggir jalan, bercanda dan tertawa bersama. Semua terasa mudah.

Saat menunggu kendaraan yang membawa kami pulang, aku bertemu seorang laki-laki mengendarai truk minuman. Dia turun dan menyapaku. Mempunyai wajah manis dengan postur tubuh tinggi tegap.

“Maaf mba saya ganggu.” Katanya.

Aku tersenyum sopan padanya “Oh tidak apa-apa. Saya sedang menunggu teman yang beli minuman.”

Dia mengangguk mengerti. “Saya mau tanya jalan Ke pasar Godong.” Katanya dengan sopan.

“Oh, Tidak jauh kok kalau menurut saya. Kebetulan saya juga tinggal di sekitar sana.” Jawabku ramah dengan menunjuk jalan ke arah utara.

Orang ini mempunyai mata Cokelat gelap yang indah. Membuatku seperti tersesat saat melihat matanya. Mata yang membuat siapa saja akan nyaman berada didekatnya.

“Oh kalau begitu mba ikut saya saja. nanti sekalian saya antar mba pulang. oh iya nama saya Joko.” Dia mengulurkan tangan menungguku menjabat tangannya.

Dengan menundukkan kepala aku memperkenalkan namaku. “Namaku Mina.” Saat itu aku melihat Tini mendekatiku dengan pandangan curiga.

“Oh iya Joko, kenalkan ini temanku Tini. Tini ini Joko.”

Tini tersenyum mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. “Halo.” Sapa Tini.

“Mina, kamu kenal dia?” tanya Tini berbisik kepadaku.

Aku mengangguk. “Yah, baru saja maksudku.” Kataku menyeringai.

Diperjalanan pulang Joko sangat ramah. Dia mudah membaur dan lucu. Berasal dari Jogjakarta dan pekerjaannya menjadi supir untuk mengantar minuman soda keberbagai tempat di sekitar Jawa Tengah.

Cerita Cinta 1: Tentang aku dan diaWhere stories live. Discover now