Bagian 8

6.9K 162 1
                                    

Aku melihat Ningsih menunggu di lobby. Dia segera berlari menghampiriku dengan seringai lebar diwajahnya.

“Bagaimana? Kau setuju?” tanyanya dengan bersemangat.

Aku mengangguk. Ningsih memelukku dengan senang.

“Setelah makan siang kita akan membicarakan kontrak kerja. Apakah kau ingin makan bersama kami Ning?” tanyaku.

“Maaf Mina aku tidak bisa. Bolehkah aku makan siang dengan Andi? Aku sudah berjanji akan menjemput anakku juga dari sekolah.” Tanyanya lagi dengan sedih. Aku tahu dia sengaja. Mungkin dia sudah tahu bahwa ini adalah Joko.

“Baiklah kalau begitu. Tidak masalah.” Kataku mendesah kekalahan.

“Terimakasih!” Teriaknya senang. “Oh, Pak Irawan, Jam berapa kita akan membahas masalah kontraknya?” tanyanya pada Joko.

“Jam tiga bagaimana?” Jawab Joko dengan santai.

“Yah. Baik-baik saja. karena hari ini jadwal Mina hanya bertemu dengan anda saja.” Ningsih menjawab dengan polos.

Aku mengangkat alis kepadanya. Kemarin dia mengatakan kepadaku bahwa setelah bertemu dengan Pak Irawan, aku ada pemotretan di tiga tempat hingga jam 10 malam.

“Uppsss.” Jawab Ningsih sembari menutup mulutnya. Dia berputar pada tumitnya dan berlari pergi seraya berteriak “Maaf!”

“Hei mau kemana kau?!!” aku berteriak nyaring. “Kembali!!!... kau belum menjelaskan kepadaku.” Teriakku lagi. Dia hanya melambaikan tangan dari balik bahunya.

Walaupun Ningsih sering membuatku kesal, Namun aku tahu dia hanya bercanda. Aku hanya tertawa kecil mengingat kekonyolannya. Aku sangat menyukai orang itu.

Joko berdiri disampingku tertawa geli. “Kau tahu Mina, kau selalu bisa membuatku tertawa. Sudah lama aku tidak tertawa sebahagia ini.” kemudian dia menepuk-nepuk puncak kepalaku lembut.

Aku menyilangkan kedua tangan didadaku. Cemberut. “Terimakasih. Kau bisa melihat ini menjadi sesuatu yang lucu.”

Dia menatapku. “Kau tahu, kalau kau cemberut begitu kau tambah cantik.”

“Jangan membuatku malu didepan karyawanmu.” Jawabku memelototinya.

Kami berkendara dengan mobilnya mencari makan siang.  “Kau tahu Mina, aku sangat merindukan makan bakso bersamamu.” Katanya memecah keheningan.

“Mengapa kita tidak makan bakso saja?” tanyaku saat melihat pedagang bakso dipinggir jalan.

Dia mengangguk kepala setuju kemudian menepikan mobilnya. Berjalan turun dan membuka pintu penumpang untukku.

“Terima kasih.” Kataku saat menatapnya.

Joko tersenyum padaku. “Setiap saat.” Jawabnya.

Saat kami hendak memesan bakso tiba-tiba sekelompok remaja berteriak-teriak memanggil-manggil nama kami berdua. Dalam sekejap saja wartawan datang menanyakan apa yang kami lakukan. Joko tidak banyak berkata. Dia menarik tanganku menuju mobilnya menyuruhku masuk dan membanting pintu mobil tertutup kemudian melaju pergi.

Aku menatapnya. Dia sangat marah. Mengendarai mobil dengan cepat.

“Aku tidak suka privasiku terganggu.” Katanya dengan gigi terkatup marah.

Aku menyentuh lengannya. “Tolong menepi.” Kataku memohon.

Dia memandangku marah. “Apa maksudmu?”

“Kau sedang tidak berfikir jernih. Aku mohon menepi. Kita tidak maukan membahayakan pengguna jalan lain?” kataku masih memohon.

Dia menghela napas dan menepikan mobilnya di Pom Bensin sekitar Sarinah.

Cerita Cinta 1: Tentang aku dan diaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang