Bagian 4

6.4K 174 0
                                    

Terdengar langkah kaki menuju pintu. Suara mobil terdengar berbunyi. Sekuat tenaga aku berlari keluar kamar. Pandanganku terasa kabur karena airmata membasahi pipiku. Sesampainya diambang pintu aku melihat Joko didalam Truk Minumannya hendak pergi.

“JOKO !!!” teriakku. Joko menoleh memandangku dari dalam truknya. Dia tersenyum manis padaku. senyum yang tidak akan bisa aku lihat lagi.

Aku berlari menghampirinya, berdiri menatap Joko yang duduk diam didalam truknya sesaat. Joko turun dari truk minumannya kemudian berdiri didepanku dengan tatapan sedih dan terluka. Tangannya terulur memegang pergelangan tanganku.

“Maafkan aku Mina. Aku bukan lelaki yang baik untukmu.” Wajahnya tetap manis dengan mata cokelat indahnya yang sedih. Airmata membasahi pipiku. Sedih mengingat hubungan kami harus berakhir seperti ini.

Dengan lembut Joko menghapus airmataku dengan ibu jarinya. Kakak-kakakku masih berdiri diambang pintu mengawasi kami. Seakan-akan aku akan kabur bersama Joko, walaupun ada keinginan itu tetapi aku tidak akan mempermalukan kakak-kakakku.

“Mina, sayang, Jangan menangis. Aku tahu ini hal yang sulit. Setidaknya aku sudah mencoba. Tahukah kau, aku panas dingin saat melamarmu.” Katanya berusaha tertawa menghiburku.

Aku tersenyum menatapnya. Dalam keadaan seperti ini dia masih bisa melucu. Namun aku tahu dia sangat sedih. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Inilah pertama kalinya aku melihatnya menangis.

“Namun aku sudah lega. Aku sudah tahu jawabannya.” Tambahnya lagi. Aku tidak berkata apa-apa. Aku hanya bisa menatapnya. Mempelajari fitur wajahnya yang tegas namun manis. Senyumnya yang menawan.

“Ini adalah terakhir kalinya kita bertemu.” Kataku. Itu suara pertamaku semenjak aku berdiri didepannya. Suaraku terdengar aneh karena menangis.

Dia tersenyum menatapku. Dia mengerti apa maksudku. “Suatu saat nanti jika kita memang berjodoh, kita akan bertemu lagi cinta.”

Airmata mengalir deras dari mataku. Aku menggelengkan kepala tegas. Tidak ada suatu saat. Ini adalah yang terakhir. Aku yakin itu. Dia melepaskan genggamannya mencium puncak kepalaku, membelai pipiku lembut dengan punggung tangannya dan naik ke dalam truknya.

“Jaga dirimu baik-baik sayang. aku harap kau mendapat lelaki yang baik melebihi aku.” Airmatapun membasahi wajahnya saat dia menstarter truknya menatapku untuk terakhir kalinya kemudian pergi.

Aku berlari kerumahku. Rumah mungilku. Samar-samar aku mendengar teriakan mba Tinah dan mas Paijan memanggil namaku. Terdengar suara mba Anita untuk membiarkan aku. Membuat ruang untukku. Aku bersyukur kepada mba Anita. Dia mengerti kesedihanku.

Aku terduduk dikursi dekat jendela di kamarku, menyandarkan kepala di kusen jendela dan menatap keluar langit senja yang semburat merah keemasan. Entah apa yang mereka inginkan untuk calon suamiku kelak.

Suara kokok ayam membangunkanku. Ternyata aku ketiduran dikursiku saat menatap langit senja. Tubuhku terasa kaku semua. Karena tidur dengan posisi tidak menyenangkan.

Tiga bulan setelah penolakan lamaran itu. Aku masih tidak bisa melupakannya. Tidak ada lelaki lain yang bisa menggantikan posisi dia dihatiku. Dia adalah segalanya bagiku. Aku harap dia bahagia. Aku harap dia menemukan wanita yang mengerti dia apa adanya.

“Mina, kami sudah memutuskan untuk menjodohkanmu.” Mas Paijan membuyarkan lamunanku. Saat ini kami sedang berkumpul dirumah mas Paijan.

Aku menatap mereka semua. Mba Tinah dan mas Tarjo suaminya. Mas Paijan dan mba Anita. Mereka semua menatapku pula. Terutama mba Anita yang  menatapku dengan iba.

“Siapapun orang itu. Dia pasti menjadi orang yang tepat untukku.” Kataku dengan kegetiran dihati. “Aku percaya pilihan kalian semua.” Aku berusaha tersenyum untuk menyenangkan mereka.

 “Baiklah. Besok akan aku pertemukan kau dengan orang itu.” Suara mas Paijan terdengar meyakinkanku.

Aku hanya tersenyum. Siapapun orang itu aku tidak akan bahagia selain dengan Joko. Dialah cinta dalam hidupku.

Aku duduk memandang langit malam di kamar kecilku yang sudah menjadi kebiasaanku akhir-akhir ini. Saat ini sudah pukul delapan malam. Aku memikirkan perjodohanku tadi pagi. Aku tidak tahu apakah aku akan mencintai Yoga atau sebaliknya.

Tanpa kusadari, hari ini adalah hari pernikahanku dengan Yoga. Mengenalnya dalam waktu yang singkat. Hanya satu bulan. Memandang diriku sendiri dicermin dengan kebaya pernikahan. Aku berdoa semoga ini adalah pernikahan pertama dan terakhirku. Belajar untuk mencintainya sebagai suamiku. Belajar melupakan Joko.

“Kau tampak cantik Mina.” Mba Anita berbisik di telingaku.

Aku tersenyum kepadanya. Mengangguk. Aku tidak bisa menyembunyikan airmataku. Aku berharap laki-laki yang bersanding denganku adalah lelaki yang benar-benar aku cintai. Bukan lelaki plihan keluarga.

 “Kau akan meraih kebahagiaan diakhirnya Mina. percayalah. Sekarang kau sudah siap?”

Aku mengangguk dan berdiri. Tangan mba Anita melingkar di pinggangku. Membimbingku ketempat aku akhirnya akan meraih kebahagiaan. Mungkin.

                                                  ********

Cerita Cinta 1: Tentang aku dan diaWhere stories live. Discover now