Bagian 9

6.1K 154 0
                                    

Jam lima sore, Joko mengantarku pulang. Aku memerintahkan Ningsih membawa mobilku.

Sesampainya di apartemen, aku mempersilahkannya untuk masuk. “Selamat datang di rumahku.” Kataku. “Kau ingin minum apa?”Tanyaku saat melihat Joko duduk disofa.

“Apapun.” Jawabnya. Aku mengambil dua kaleng cola dan menyerahkan kepadanya. “Bunga yang bagus.” Tunjuknya pada bunga sedap malamku yang berdiri manis di samping televisi ruang tamuku.

“Hadiah dari orang yang tidak dikenal. Sudah banyak yang aku buang karena layu. Kalau kuhitung, orang itu mengirim sembilan belas kali kepadaku.” Kataku saat menonton tv bersamanya.

“Kurasa aku tahu siapa orang itu?” jawabnya santai sambil menyesap cola ditangannya.

Aku mengangkat alis kepadanya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu siapa orang itu. Dia tahu apartemenku pun baru hari ini.

Dia memandangku dengan cengiran lebar memenuhi wajahnya. “Orang itu adalah aku.”

Aku tersentak kaget. “Bagaimana bisa?”

“Aku tahu semua benda favoritmu. Aku punya segalanya. Aku kaya. Aku bisa melakukan apapun. Bahkan alamat apartemenmu.” Ucapnya sombong.

“Kau mulai sombong.” Jawabku cemberut. “Dan apa artinya sembilan belas bunga?” Tanyaku lagi padanya.

“Karena pertama kali kita bertemu, kau berusia sembilan belas tahun.”Jawabnya santai.

Aku tersentak kaget. Jadi dia sudah merencanakan ini semua. “Kau merencana ini semua?!” Tanyaku marah.

Dia tersenyum memandangku. “Tidak semua. Kerjasama kita hanya kebetulan. Seperti yang kau ketahui, hasil meeting yang memilihmu. Bukan aku.”

Aku menarik nafas. Tenang Mina… pikirku. “Oke. Aku memaafkanmu.”

Tiba-tiba Joko meraih teleponnya yang bergetar dimeja kopiku. “Yeah Andre. Ada apa?” tanyanya. “Saluran NChannel? Oke aku akan melihatnya. Privasi? Apa maksudmu?” tanyanya lagi masih bingung.

“Oke.” Tambahnya lagi kemudian menutup telepon.

Dia meraih remote dari meja kopi dan mencari saluran NChannel.

“Ada apa sebenarnya?”  Tanyaku bingung.

“Entahlah. Kita akan melihatnya sebentar lagi.” Jawabnya dengan bingung juga.

Pemirsa, hari ini model cantik bernama Nona Mina terlihat bersama dengan seorang pengusaha mobil muda Joko Irawan saat mereka hendak membeli bakso dipinggir jalan. Namun niat mereka diurungkan karena begitu banyak fans yang menyerbu mereka. Kemudian gambar beralih saat Joko menarik tanganku menjauhi mereka dan menyuruhku masuk mobil. Kemudian mobil melaju pergi. Dan gambar beralih lagi saat kami makan siang di restoran dan kembali kekantor Joko.

Pemirsa, menurut desas desus yang beredar bahwa J. Irawan hendak mengeluarkan mobil baru khusus untuk wanita sepertinya benar. Sepertinya dia sedang membujuk model cantik itu untuk menjadi modelnya pada peluncuran mobil terbarunya. Saat kami mengikutinya kembali kekantornya mereka terlihat mesra. Joko Irawan juga mengantar pulang Nona Mina ke apartemennya. Seperti yang kita ketahui, Nona Mina sama sekali tidak tertarik untuk menjadi model untuk perusahaan mobil atau yang berbau otomotif manapun.

Dengan kesal Joko mematikan tv dan mengacak-acak rambutnya frustasi. “Bagaimana mereka bisa tahu aku akan meluncurkan mobil baru. Aku sudah mewanti-wanti karyawanku untuk tidak berbicara kepada siapapun. Aku juga tidak suka privasiku diganggu.” Dia menoleh menatapku yang duduk bersandar disofa disampingnya. “Kenapa kau tidak marah atau terganggu?”

Aku tersenyum menatapnya. Orang ini memang belum siap menjadi terkenal pikirku. Aku terkikik pada pemikiranku.

“Kenapa kau malah tertawa?” Tanyanya menyipitkan matanya padaku.

“Tidak. Aku hanya sudah terbiasa dengan semua ini.” Jawabku dengan mengangkat bahu. Aku tidak peduli. Mereka hanya mencari berita. “Namun kau, sepertinya belum siap menjadi orang terkenal.” Kataku terkikik geli.

“Yah, sepertinya aku harus belajar darimu.” Tawanya. Kami tertawa bersama dan berbicara apapun. Setelah makan malam dia pulang dan mengingatkanku untuk bertemu lagi dengannya dua hari lagi untuk membahas segalanya di kantornya.

Setelah Joko pulang, Ningsih meneleponku. Menuntut penjelasan dariku. Aku menjelaskan semuanya padanya.

“Yah, aku tidak tahu perasaan apa yang aku miliki untuk Joko. Aku Tidak tahu Ning.” Kataku mendesah dan berjalan kekamarku. Menjatuhkan diri di tempat tidur.

Apakah kau masih mencintainya Min?

“Aku jujur padamu bahwa aku memang masih mencintainya. Namun aku takut menjalin hubungan lagi.” Kataku menatap langit kamar.

Tidak semua lelaki seperti Yoga. kau tahu bahwa Joko sangat mencintaimu. Aku bisa melihat dari matanya saat dia menatapmu.

Aku menggeleng kepala. “Aku masih trauma. Kejadian enam tahun lalu seakan-akan baru kemarin terjadi.”

Mina, kau hanya membawanya lambat. Oke. Jelaskan kepadanya mengapa kau tidak bisa. aku yakin dia mengerti.

“Aku akan mencoba menjelaskan kepadanya nanti saat aku siap.”

Oke. Tapi kau harus mengatakan kepadanya. Jangan membuat dia menyalah artikan kebaikan kau.

“Oya Ning, hari minggu ini ada jadwal kah untukku? Aku ingin libur sekali saja di hari minggu.” Kataku memohon.

Tidak ada Mina. Kau bisa libur. Aku tidak akan mengganggu acara liburmu dihari minggu. Ning tertawa dan menutup telepon.

****

Cerita Cinta 1: Tentang aku dan diaWhere stories live. Discover now