5. Titik Balik

54.2K 3.1K 106
                                    

Koreksinya yah klo nemuin typo atau sesuatu yg janggal :) . Aku ngeditnya nggak fokus soalnya.

Enjoy...

______________________________________

Dalam hidup aku percaya, akan ada titik balik yang mengubah hidup menjadi tak sama lagi. Saat yang begitu luar biasa hingga bukan hanya mengubahku tapi juga mengubah jalan hidupku. Bagiku, saat itu terjadi ketika aku pertama kali bertemu dengan Rey. Reynold Riley Renaldi masuk ke dalam hidupku begitu saja, tak terduga dan tiba-tiba. Aku jatuh cinta padanya begitu cepat dan dalam hingga membuatku heran, aku masih mampu berdiri.

Pertemuan pertamaku dengannya berawal dengan buruk. Aku mencoba menolongnya dari perkelahian yang membuat wajahnya babak belur harus menahan diri untuk tidak meninju wajahnya. Tingkahnya begitu menyebalkan, tipikal anak manja yang punya harga diri terlalu tinggi. Dia terus mengeluh karena wajahnya sakit dan kotor, tapi menolak aku membantunya hanya karena sapu tangan yang kugunakan untuk menyeka wajahnya berwarna pink.

Aku tidak menyukainya, hingga berharap saat itu tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Namun, malang bagiku, aku bertemu dengannya lagi untuk kedua kalinya. Pertemuan kedua itu awal semua perubahan dalam hidupku, karena aku memberikan hal yang paling berharga milikku padanya. Kehormatanku.

"Hei, kita ketemu lagi. Kamu tinggal di sekitar sini?" Aku mundur perlahan, sapaan yang tiba-tiba terdengar membuatku terkejut. Keterkejutanku semakin bertambah saat pintu mobil sport itu terbuka dan dia keluar. Pria kemarin. Selama beberapa saat aku hanya berpikir keras untuk mengingat siapa namanya. Reynold, kemarin dia bilang itu namanya.

Untuk apa dia disini.

"Hei..." dia menjentikkan jarinya tidak sabar.

Untuk sesaat aku hanya bisa mengerjapkan mataku beberapa kali, terlalu bingung akan kehadirannya. "Aku kerja tidak jauh dari sini?" jawabku akhirnya.

Dia menganggukkan kepalanya pelan, kemudian melihatku penuh minat. Senyum sinisnya beberapa kali muncul saat dia terus memperhatikanku. Gerak-gerik yang dia perlihatkan, membuatku berpikir kalau dia orang yang aneh dan mencurigakan.

"Noda darah di sapu tanganmu nggak bisa hilang, aku sudah minta orang untuk mencucinya. Begitu nodanya hilang, nanti langsung aku balikin." Ucapnya, saat aku hendak berjalan pergi.

"Nggak usah, kamu buang aja. Aku juga nggak mungkin pakai lagi" jawabku ketus.

"Kalau gitu aku ganti dengan yang baru."

"Gak usahhh!" potongku.

"Tapi..."

"Wah..wah ... masih punya nyali juga kamu datang kesini?" Kami berbalik bersamaan, mencari tahu siapa yang bicara. Ternyata pria kemarin malam yang menghajarnya.

"Aku cuma mau ketemu dia." Ucapnya seraya mengarahkan dagunya ke arahku.

"Bukannya kamu ke sini mau bikin gara-gara lagi?"

"Udahlah, Ren. Aku males berurusan sama kamu. Pengecut yang mainnya cuma bisa keroyokan." jawabnya berani.

Melihat gelagat aneh mereka, pasti sebentar lagi mereka akan saling adu otot sama seperti kemarin. Lebih baik aku pergi, daripada nanti malah kena masalah. Bisku juga sebentar lagi jalan, sopirnya sudah melambai-lambaikan tangannya sejak tadi. Kalau aku melewatkannya sekarang, aku baru bisa pulang empat puluh lima menit lagi. Sekarang sudah jam lima lewat lima belas menit, kalau aku nggak pulang sekarang, aku bisa kena macet dan baru sampe rumah biasanya jam delapan malam.

ReconciliationOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz