13. Alasan Pergi

26.1K 2.8K 197
                                    

Yan nungguin ceritaku, aku harus minta maaf mungkin nggak bisa sering update. lagi-lagi aku harus nyerah karena masalah kesehatan. pasti pada bilang kok aku sakit mlulu :). Iya Emang aku sering sakit, apalagi semenjak pindah tinggal di tempat baru. Kayaknya masih harus beradaptasi. Dokterku yang biasanya nangani aku tinggal di Cikarang, jadi aku sering bolak balik Jakarta-cikarang minggu-minggu ini. Dan itu capek banget. 3 Jam dijalanan itu bikin pantat sakit. :)

Kalau yang nungguin updatean ku, mohon untuk sabar menunggu. kalau sempet pasti aku update kok. makasih :)

Enjoy

____________________________________________________________________________

Daniel masih tersenyum dan menggenggam tanganku, matanya menatapku hangat, aku tahu dia sedang mengatakan tanpa suara bahwa semuanya baik-baik saja, ada dia di sampingku. Apa yang dia lakukan membuatku tenang. Kesedihanku perlahan menghilang.

Saat aku membalas senyumnya, Rey tiba-tiba menarikku agar mendekatinya. Seketika tubuhku kaku, sentuhannya membuatku tidak nyaman.

Melihatku yang menolak sentuhannya, dia menatapku menuntut, matanya terus menatapku lekat. Begitu tangannya memeluk pinggangku kencang aku menggeliat dan menjauhkan tubuhku darinya. Tidak suka melihat apa yang aku lakukan, dia memberikan tatapan tajam dan kembali menarik tubuhku mendekat padanya.

"Gimana perjalanannya?" tanyanya tepat di telingaku.

Dengan sengaja aku mengabaikan pertanyaannya, perhatianku kembali pada Daniel. "Kamu mau mampir?"

Daniel tersenyum, "Lain kali aja, aku ada janji sama mama."

"Okay, titip salamku buat mama."

"Iya" jawabnya, tangannya mengacak rambutku gemas. Aku cemberut dan langsung merapikan rambutku. Dia tertawa, lalu menoleh pada Laura "Mau pulang bareng?"

"Nggak," Laura menggeleng, tangannya menyentuh lengan Rey mesra. "Rey mau nganterin."

Ucapannya membuatku melepaskan diri dari pelukan Rey. "Aku mau ketemu anak-anak dulu. Hati-hati di jalan, Dan. Mari, Laura." Aku menganggukkan kepala pada Laura, lalu tersenyum pada Daniel. Mengabaikan Rey sepenuhnya.

Samar-samar aku bisa mendengar percakapan mereka di belakangku.

"Ayo Rey anterin aku pulang." Suara manja itu masih aku ingat dengan jelas. Suara manja penuh rajukan yang bisa membuat semua orang menuruti kemauannya. "Kita udah lama nggak ketemu, gimana kalau kita makan bareng?"

"Hari ini aku nggak bisa." Kecuali Daniel, rajukannya tidak membuat Daniel luluh. "Kamu tinggal di mana di sini?"

"Hotel Rey. Kemarin dia yang jemput aku di bandara."

Rey tidak pernah bisa menolak permintaannya. Sejak dulu selalu seperti itu.

*****

Sampai di ruang tengah Si Kembar sedang bermain Lego. Rey yang membelikannya sebagai hadiah ulang tahun. Sejak kecil Si Kembar mempunyai hobby yang sama, suka merakit. Puzzle dan lego adalah mainan favorit mereka.

"Ma, Tante Laura itu siapa sih?" Luce yang selalu penuh rasa ingin tahu, mendongakkan kepalanya. Rasa penasaran terlihat jelas di matanya.

"Teman Papa, tadi ketemu di mana sama Tante Laura?" terus terang aku penasaran bagaimana mereka bisa bertemu Laura.

"Di kamar hotel Papa, abis beli mainan kan kita ke sana dulu Ma, terus ketemu Tante Laura."

"Aku nggak suka Tante Laura." ucap Luys tiba-tiba. Aku heran mendengarnya, Luys biasanya tidak suka memperhatikan orang lain. Cenderung cuek.

ReconciliationDonde viven las historias. Descúbrelo ahora