14. Bimbang

28.4K 2.9K 187
                                    

Hayokkk ngaku, siapa yang tiap hari inbox dan ngitung lamanya hari  aku nggak post cerita. Ighhh co cweet banget. Tapi lagi-lagi aku harus minta maaf bakalan lama postnya. Nggak bisa dua hari sekali. Nggak Papa yah yang penting masih sempet post cerita.

Oke... enjoy Mba Ora dan Mas Rey.

_______________________________________________________________________________

Sejak meninggalkan Rey berkali-kali aku bertanya pada diriku, apa keputusan yang aku ambil sudah tepat? Aku salah dengan meninggalkan ikatan pernikahan kami begitu saja. Tidak seharusnya aku melakukan itu, tapi saat itu aku sudah tidak bisa lagi hidup dengannya. Melihatnya membuatku ingat bagaimana dia telah menghancurkan kepercayaanku.

Aku percaya seseorang bisa berubah karena dua alasan. Bisa karena orang yang spesial datang dalam hidupnya atau orang yang spesial keluar dari hidupnya. Aku banyak berubah karena Rey datang dakam hidupku.

Dia membuat hidupku tak sama lagi. Tak pernah sama.

Hari di mana dia melangkahkan kakinya ke dalam hidupku, aku berubah total. Semuanya selalu tentang dia. Dia menyentuh dan memenuhi semua aspek dalam hidupku, membuatku tak mengenali diriku lagi.

Dia mengabaikanku, tapi aku selalu memperhatikannya. Dia menanggapku tak ada, tapi aku menganggap dia sebagai pusat duniaku. Aku tak pernah lelah dan selalu mengharapkannya.

Alasannya sederhana, karena aku mencintainya.

Saat aku memutuskan pergi, hatiku masih terpaut padanya. Aku masih menginginkannya sama besarnya seperti dulu. Tapi lalu aku menyadari, aku mungkin akan dengan mudah memaafkannya namun sulit bagiku untuk bisa mempercayainya lagi. Karenanya aku memilih pergi.

Hubungan kami mungkin tidak akan seperti ini seandainya dulu aku minta penjelasan darinya atas apa yang aku lihat. Namun, aku terlalu pengecut. Karena tanpa penjelasannya aku tahu apa yang akan Rey katakan. Rey mencintainya, bukan aku.

Aku masih menangis saat Rey menyelimuti tubuhku, kemudian menarikku dalam dekapannya. Dia menepuk-nepuk lenganku lembut, sesekali membelainya. Bibirnya yang berada di lekukan leherku terus memintaku agar berhenti menangis.

Aku mengalami déjà vu. Rey pernah melakukan hal yang sama padaku dulu. Saat aku kehilangan dia yang tak pernah bisa melihat indahnya dunia.

"Ibu buatin makanan yah Nduk. Kamu mau makan apa?"

Aku tersenyum berterimakasih padanya sambil menggeleng.

"Kamu belum makan dari pagi. Ibu bawa tauco, mau yah ibu buatin soto."

"Rara nggak lapar, Bu."Ibu mendesah, sejak kemarin aku memang menolak semua tawaran makanan darinya. Padahal ibu sengaja membawa banyak makanan dari Brebes agar aku mau makan, tapi semuanya aku tolak.

"Kupat blengong mau?"

Aku kembali menggeleng.

"Mba Ora mau aku beliin makanan nggak, Bakso atau sop daging?" Biasanya aku akan marah jika adikku Amada memanggilku Ora, namun kali ini rasa marah itu pun enggan muncul.

Aku merasa kosong.

"Rara mau istirahat dulu aja bu, nanti Rara pasti makan kok."

Aku tersenyum pada keduanya, lalu berdiri. Ibu mendekatiku, berniat membantuku kembali ke kamar. Namun, terhenti saat dilihatnya Rey yang sejak tadi diam ikut berdiri dan meletakkan tangannya dibahuku.

ReconciliationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang