20 - Honeymoon 2

32.1K 2.7K 252
                                    

Kalau aku lagi jarang nongol di watty harap maklumin yah. Nanti diusahain tetep update. Udah mulai musim hujan dan pasti tahu kan kalau musim hujan aku kenapa? Iyes flu berkepanjangan. Jadi sabar yah.

Enjoy

Nanti.

Satu kata itu terus muncul di kepalaku beberapa menit kemudian. Katakanlah aku pengecut, karena setelah mendengar Rey mengucapkannya, aku ketakutan dan enggan bertemu dengannya lalu menyelesaikan apa yang tengah kami lakukan sebelumnya. Make out di ruang tengah.

Ketakutan yang seharusnya tidak perlu, mengingat Rey sudah pernah menyentuhku sebelumnya. Selama bertahun-tahun setuhannya selalu aku rindukan, dan saat akan merasakannya lagi, di sinilah aku, ketakutan. Karena walau sentuhannya masih aku ingat, tapi itu sudah lama sekali.

"Mereka udah tidur?" aku berjengit kaget. Rey yang tiba-tiba berada dalam satu ruangan denganku membuatku gugup.

"Ud...ah." jawabku tergagap.

Rey hanya mengangguk kecil, kemudian berjalan mendekatiku. Dia memegang tanganku dan menarikku agar berdiri.

"Rey..."

"Jangan menghindariku." Bisiknya parau.

"Aku nggak --- " ucapanku tidak pernah selesai. Rey benar aku menghindarinya.

"Aku takut." Aku mengaku. Sudut bibir Rey berkedut, aku tahu dia tengah berusaha menahan senyumnya. Melihat itu justru aku yang tak kuasa menahan diri, dengan cepat senyumku merekah. "Aku beneran takut." Lanjutku.

"Aku juga takut." Sahutnya.

"Kenapa?"

"Terakhir kita melakukannya, kamu meninggalkanku."

Nada suaranya terdengar memilukan. Hatiku terasa teriris, perih. Saat mendengar apa yang terjadi padanya setelah kepergianku, aku terus berharap seandainya dulu aku tidak meninggalkannya begitu saja, seandainya aku mengatakan sesuatu sebelumnya, seandainya aku bisa sedikit saja menahan rasa marahku, mungkin aku tidak akan menyakitinya sedalam ini.

Keegoisanku, menghancurkan kami.

Di bawah tatapannya, aku merenung. Memikirkan apa yang terjadi pada kami jika dulu aku tidak meninggalkannya. Bahagiakah kami? Atau menderita?

"Mada minjemin beberapa film, mau nonton?" Kali ini Rey tersenyum.

"Asal jangan horor aku mau."

"Masih sama seperti dulu, nggak suka horor." Dia menyibak rambutku lembut, "Aku senang semua hal tentang dirimu tidak berubah sejak dulu. Membuatku masih sangat mengenalmu."

"Kamu juga nggak banyak berubah. Masih sama seperti Rey yang aku kenal dulu. Hanya saja, Rey yang dulu lebih sering tersenyum." Aku meraih tangannya dan mengajaknya keluar kamar karena tidak mau Si Kembar bangun karena pembicaraan kami. "Dulu kamu memang sering mengabaikanku, tapi walaupun diam-diam kamu masih sering tersenyum atau menertawakan entah apa."

Rey menghentikan langkahnya, lalu berkata "Ada satu rahasia."

"Apa?"

"Kamu pasti kaget kalau dengar." Aku mengernyit, penasaran rahasia apa yang dia simpan. "Dulu aku selalu nggak sabar untuk pulang, karena ingin dengar suara dan tawamu. Kita memang nggak bicara langsung, kamu lebih sering bicara dan tertawa sendiri di depan TV. Tapi, diam-diam aku membiarkan pintu ruang kerjaku terbuka agar bisa mendengar suaramu."

Alisku terangkat tidak percaya ucapannya.

"Mau dengar rahasia lain?"

Aku mengangguk.

ReconciliationWhere stories live. Discover now