24

19K 2.7K 152
                                    

Maafkan kalau  aku Suka update lama. Tapi, aku emang nulis kalau sempet aja. Update kalau pas Lagi kepengin.

Di part ini ada nama Dipta disebut. Semoga nggak pada salfok yah 😍😍😍😍

Enjoy

Cukup mengejutkan Laura hadir tepat saat kami baru saja membicarakannya.  Raut wajah terkejut langsung menyelingkupi kami semua, terutama Rey. Dihadapkan pada pilihan antara bertemu dengan Laura atau tidak pasti membuatnya kebingungan. Terus terang aku penasaran akan keputusannya, namun aku memilih  duduk diam dan berusaha menampilkan raut wajah setenang mungkin agar semua orang beranggapan bahwa kehadiran Laura tidak mempengaruhiku sama sekali. Sulit ternyata.

Opa, Papa dan Mama cukup bijaksana dengan tak mengatakan apapun, memberikan keputusan sepenuhnya pada Rey, mereka menunggu. Sama sepertiku.

“Bilang aku nggak ada, Bi.”

Aku yakin mulutku pasti menganga sekarang. Jawabannya tidak sesuai dengan dugaanku. Ternyata bukan hanya aku saja, Bi Asih yang aku tebak sudah memberikan jawaban sebaliknya pada Laura juga melakukan hal yang sama,  kini wajahnya benar-benar  nampak gelisah.

“Tapi, Mas Rey… Bibi sudah bilang Mas Rey ada,” ujarnya terbata-bata.

Berganti wajah Rey yang kebingungan, menyesal telah menempatkan Bi Asih pada kondisi yang sulit.

“Kenapa kamu nggak mau  ketemu dia?” tanyaku datar.

“Karena kamu pasti nggak suka.”

“Tahu darimana? kamu bahkan nggak nanya sama sekali.”

“Feeling,” Rey tersenyum ragu-ragu, terlihat jelas dia melakukannya dengan terpaksa.

“Itulah yang salah dengan kamu Rey, selalu mengambil keputusan sesuka hati,” Celetuk mama. “Kamu harusnya bertanya dulu  pada Kejora, bukannya malah menyimpulkan sendiri.”

Rey berdeham kikuk, menatapku penuh harap. “Kamu keberatan kalau aku ketemu Laura?”

“Hmmm… “ balasku cepat.

Balasanku membuat  Rey mengangkat alisnya,  tahu kalau aku sedang bermain-main dengannya.

“Jadi aku harus gimana?” bisiknya tepat di telingaku. Mukaku langsung memerah karena tak lama Rey menggigit telingaku tepat di depan yang lain.

“Rey!” hardikku sengit.

Bukan Rey kalau dia langsung menghentikan godaannya, bukannya berhenti dia malah semakin menjadi. Dengan sengaja dia mendekatkan wajahnya dan menciumi wajahku, membuat siapa saja yang melihatnya merasa malu.

“Kamu Rey, benar-benar.” Papa menggeleng kesal dan langsung pergi menjauh, mama mengikuti di belakangnya. Hanya Opa yang  sabar menonton apa yang dia lakukan.

“Temui dia,” ujarku .

Rey mengulurkan tangan, lalu menggenggam tanganku. Aku tidak menarik diri, tanganku yang bebas balik menangkup tangannya. Rey terlihat murung, aku tahu banyak yang tengah berkecampuk dalam pikirannya. Izinku agar dia menemui Laura, dia anggap bukan keputusan yang baik.

“Kamu yakin nggak papa?”kepedihan dalam suaranya sungguh tak tertahankan. Jika boleh memilih, aku ingin Rey jangan pernah menemui Laura lagi. Tapi itu tentu saja takkan menyelesaikan masalah kami. Selalu akan ada lubang dalam hubungan kami ke depannya. “Kejora,”

Aku memejamkan mata. 

“Kamu yakin nggak papa?” tanyanya lagi.

Aku membuka mata, menatap Rey sesaat sebelum kemudian perlahan  menggeleng, “Aku nggak suka kamu menemuinya, tapi hanya sedikit,” bisikku.

ReconciliationWhere stories live. Discover now