19. Rujuk

31K 3.2K 146
                                    

Enjoy... teman malam minggu :)

"Dalam hidup, kadang ada hal-hal yang tak bisa diperbaiki, Rey."

"Selama kita mau memperbaikinya, maka bisa diperbaiki."

"Rey..."

"Sama seperti dulu, kita hanya cukup mencobanya. Memperbaiki semuanya. Dulu kamu tidak memberiku waktu, sekarang kamu bisa memberikannya." Tuntutnya.

"Nggak sesederhana itu, Rey. Kita... kita punya banyak masalah. Terlalu banyak hingga aku tidak tahu harus mulai dari mana."

"Kamu memang selalu seperti ini," dia tersenyum mengejek "selalu lari dari masalah."

"Aku lari, karena aku nggak mau makin tersakiti! Tidak semua orang bisa menahan rasa sakit, Rey. Dan aku bagian dari orang-orang itu."

Tiba-tiba Rey berdiri, dia bergerak cepat, berjongkok tepat di depanku bahkan sebelum aku menyadarinya. "Aku sedang mencoba memperbaiki segalanya, Kejora. Yang aku butuhkan sekarang adalah kerelaanmu untuk menjalani semuanya bersama-sama. Kita bisa mencoba semuanya dari awal. Kesalahan kita di masa lalu sekuat apapun kita mencoba menghapusnya akan selalu ada. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama. Jika kamu tidak bisa melakukannya untukku, setidaknya cobalah melakukannya untuk anak-anak. Untuk dirimu sendiri, karena aku tahu walaupun sedikit, kamu masih mencintaiku."

"Lalu, apa kamu mencintaiku?" tanyaku cepat.

Rey terhenyak, terlalu terkejut dengan pertanyaanku yang tiba-tiba.

"Tidak perlu menjawabnya, kalau kamu tidak mau." Aku mengatakannya dengan nada seolah aku baik-baik saja. Tapi sebenarnya kebisuan Rey akan pertanyaanku membuatku terluka.

"Kalau aku tidak mencintaimu, aku nggak akan memperjuangkanmu sekuat ini." Berganti aku yang kini terhenyak, termenung karena tidak menyangka pengakuan itu akan muncul dari mulutnya. "Jika aku tidak mencintaimu, aku tidak akan merasa sangat kehilangan seperti orang gila. Kepergianmu membuatku tidak mengenali diriku sendiri, aku merasa kesepian dan kehilangan. Aku terlalu bodoh, karena menyadarinya saat kamu telah pergi."

"Rey, aku..."

"Dalam banyak hal Kejora, kamu telah sangat mempengaruhiku."

Dulu pengakuan ini, kata-kata yang dia ucapkan sangat aku nantikan. Seandainya, dulu sedikit saja Rey menunjukkan rasanya cintanya, mungkin aku tidak akan pergi dengan begitu mudah. Mungkin aku bisa tetap percaya padanya. Tapi, terlambat. Aku tidak lagi menunggu pengakuan cintanya seperti dulu.

"Terlambat." Ucapku pelan, "Seandainya kamu mengucapkannya dulu, mungkin kita tidak akan berada dalam kondisi seperti ini."

"Kenapa? Apa karena Daniel?" keningku berkerut, walau terbiasa dengan emosinya yang sering berubah-ubah cepat. Tapi, kemarahannya yang tiba-tiba mengagetkanku.

"Daniel tidak pernah ada diantara kita, Rey."

"Kalau dia tidak pernah ada di antara kita, kamu tidak akan memikirkannya. Kamu tidak akan begitu marah, hanya karena aku menghilangkan namanya dari nama anak-anakku."

Jika aku membalas Rey dengan emosi, kami akan kembali seperti biasanya. Kini aku tengah berusaha memperbaiki cara berkomunikasiku dengannya, seperti saran ibu. Jadi bukannya membalas ucapannya dengan kemarahan , aku membalasnya dengan tenang. "Aku marah bukan karena nama Daniel hilang, bukan. Aku marah karena kamu mengubah nama mereka tanpa mendiskusikannya denganku, Kamu mengubahnya begitu saja tanpa bertanya padaku."

"Kalaupun aku bertanya, kamu pasti tidak akan mau mengubahnya." Sahutnya cepat.

"Jika aku menolak, pasti aku punya alasan yang kuat. Tapi, apapun alasan yang aku miliki, kamu tidak akan pernah mau mendengarkannya. Begitulah komunikasi kita selama ini terjalin, baik aku dan kamu tidak ada yang mau saling mendengarkan. Kita selalu sibuk membenarkan pendapat kita, tanpa mau mengakui kalau kita bisa saja salah."

ReconciliationWhere stories live. Discover now