15. Goodbye

25.3K 2.9K 186
                                    

Udah pada pulang taraweh?

Sebelum lanjutin baca mau ngasih tahu dulu alasan kenapa aku jarang updtae.

Aku sibuk. Seriusan. Dari dua minggu lalu kerjaanku numpuk. Dan kalian mesti pada bosen kalau aku ngasih tahu alasan ini. Tapi aku memang kurang enak badan :( . Sakit mlulu yak ( doain yah biar sehat terus). Kemarin aku mesti bolak balik Rs karena abis ada pembedahan. Abis itu nggak hati2 makan, akhirnya kena alergi. Alergi kelar sekarang kena flu berat.

Alasan lainnya adalah karena lagi bulan puasa guys. Sebagai orang cantik yang berharap segera dapat jodoh dunia akhirat, aku lagi mengurangi kadar meracuni kebaperan. Nggak seru lagi pada puasa terus aku upload cerita mengharu biru seperti part ini....

Enjoy

(Bacanya nanti aja atau besok, takutnya malah nggak bisa tidur karena kepikiran sama Rey)

Yess... silakan lanjutkan

________________________________________

"Mama udah janji nggak akan ikut campur, ayo pulang." Daniel menghampiri Mama Mallinsa dan membantunya berdiri.

"Dan, biar Mama bicara dengan Jora dulu."

"Nggak ada yang harus dibicarakan, ayo aku antar Mama pulang."

"Dan... biar Mama bujuk Jora dulu, ada Rey juga di sini, Rey pasti mengerti. Benarkan Rey, kamu pasti mengerti?" Mama menatap Rey penuh harap. "Daniel sangat mencintai Jora, Rey. Kalian sudah lama berpisah, biarkan mereka bersama."

"Mama berhenti!" teriakan Daniel membuatku terkejut, ini pertama kalinya aku melihatnya marah. Biasanya dia sangat tenang dan jarang meluapkan emosinya.

"Dan, biarkan Mama melakukan ini, Mama cuma ingin kamu bahagia. Rey..." Mama menarik tangan Rey dalam genggamannya. "Selama ini kamu baik-baik saja tanpa Jora, kamu bisa menjalani hidup kamu dengan baik. Daniel nggak begitu, dia butuh Jora. Tante mohon Rey, Tante mohon. Jora..." perhatian Mama beralih padaku, dia menggenggam tanganku sama seperti yang dia lakukan pada Rey tadi.

"Ma..."

"Mama mohon, Jora. Demi Daniel, demi Mama." Mama bicara dengan suara terbata-bata hingga sulit terdengar.

"Ayo pulang Ma, jangan seperti ini."Daniel menarik Mama lembut. Tersenyum kecil padaku, menatapku penuh maaf.

Setelah apa yang aku lakukan padanya, Daniel masih memberikan senyumnya, masih menatapku dengan tatapan yang sama. Hal yang membuatku semakin menyesal telah membuatnya dalam posisi seperti ini.

"Maaf." Ucapnya lembut, "Biar aku yang jelaskan sama Mama nanti. Kami pergi dulu."

Aku mengangguk.

Sepeninggal Daniel dan Mama Mallinsa, aku kembali duduk. Tubuhku lemas, airmataku sejak tadi terus memaksa keluar.

Rey masih berdiri tidak jauh dariku, memperhatikanku tanpa suara. Kami terjebak dalam keheningan cukup lama, sama sepertiku Rey juga menutup mulutnya. Aku baru bersuara saat menyadarinya mengikutiku menuju ke ruang kerjaku.

"Aku ingin sendiri." Ujarku pelan, tapi seperti biasa Rey mengabaikan permintaanku. "Aku mohon, aku ingin sendiri." Ulangku tanpa melihatnya.

Rey menarikku agar berbalik menatapnya. "Kamu tidak akan meninggalkan anak-anak, kan?"

Aku terpaku, dengan cepat rasa kecewa menghantamku. Mudah sekali dia berpikir aku akan meninggalkan anak-anak. Mereka adalah hartaku yang paling berharga, aku tidak akan pernah meninggalkan mereka.

ReconciliationWhere stories live. Discover now