chapter 2

27.9K 3.3K 39
                                    

Rumah itu harus memfasilitasi apa yang Chanyeol pikirkan diperlukan Baekhyun untuk pekerjaanya; damai dan tenang. Mereka menemukan perumahan yang kecil namun sangat tenang jauh di luar lingkungan sosial kelas atas; di dekat pedesaan. Ketika Chanyeol menatap Baekhyun dan bertanya, "Apa yang kau pikirkan?" Ia sudah tahu jawabannya.

"I love it, Yeol..."

Tersenyum, Chanyeol menggenggam tangan Baekhyun. "Then let's get it."

Sambil menatap Chanyeol, Baekhyun terlihat sedikit khawatir, "Tapi, ini sejauh satu jam dari tempat kerjamu."

Chanyeol mengangkat bahu, "Jika kau menyukai ini maka aku tidak masalah dengan hal itu. Hanya perlu masing-masing enam puluh menit untuk pulang dan pergi. Bukan hal yang mustahil untuk pulang pergi seperti itu."

Setelah beberapa saat, Baekhyun bertanya lagi-apakah ia benar-benar tidak masalah. Chanyeol mengangguk dan kemudian kertas perjanjian sudah ditanda tangani.

Rutinitas yang dilakukan Chanyeol adalah pulang dan pergi dari tempat kerja, namun seiring dengan pekerjaan yang semakin menumpuk, menyebabkan Chanyeol untuk bekerja lembur. Saat rutinitas seperti itu terus berlanjut tanpa habisnya, membuat ia sulit untuk bolak-balik setiap hari. Dia sering menemukan dirinya kelelahan dan mata menjadi kabur saat mengemudi. Karena itu, ia harus minum kafein sebelum mengemudi, yang akan menyebabkan dia kacau selama bekerja atau membuatnya tidak bisa tidur setelah ia tiba kembali di rumah.

Baekhyun mulai merasa bersalah karena menikmati kehidupan yang tenang, sementara Chanyeol bekerja keras untuk memberinya kehidupan yang seperti itu. Setelah memikirkan tentang beberapa alternatif, Baekhyun menemukan satu solusi yang paling mungkin untuk permasalahan mereka.

"Chanyeol, mungkin sebaiknya kamu mencari apartemen di kota," saran Baekhyun dengan lembut di meja makan suatu malam. Ketika ia menatap suaminya, ia melihat mata yang lelah menatapnya balik.

"Kamu ingin aku mencari apa?" ujar Chanyeol, terdengar tidak percaya.

Sambil menghela nafas, Baekhyun menatapnya prihatin, "Aku tidak suka melihatmu seperti ini, Yeol. Setiap hari kau pergi kerja dengan tampang setengah hidup. Kemudian kau pulang, dan justru terlihat lebih buruk. Kau menghabiskan waktu dua jam hanya untuk pulang dan pergi. Waktu selama itu bisa kau gunakan untuk tidur lebih..."

Dengan suasana hati yang buruk, Chanyeok mengusap ujung mata, "Baek, aku baik-baik saja."

"Tidak, kamu tidak!" sangkal Baekhyun. "Dengarkan, sebuah apartemen bisa berarti-"

"Aku sudah mengatakan aku baik-baik saja, Baek," ulang Chanyeol taegas. "Berhenti mengkhawatirkanku, damn it."

Baekhyuun menjadi jengkel dengan sikap acuh Chanyeol. Baekhyun meletakkan semua peralatan makan dan berdiri dari meja, "Baiklah, apakah itu salah jika aku mengkhawatirkanmu?" teriaknya dengan suara tegang.

Tidak seperti Bakehyun, Chanyeol tetap duduk di kursi. "Baek, duduklah."

Dengan tangah terkepal, Baekhyun melotot, "Tidak. Chanyeol, kau tidak mendengarkanku. Aku hanya ingin membantumu."

"Membantuku?" bentak Chanyeol. "Tidak, Baek. Untukku, dengan kamu mencoba dan menyaranku untuk mencari tempat terpisah untuk hidup terlihat seperti kau ingin aku pergi." Waktu tidur yang kurang dan fakta bahwa ia bekerja terlalu keras tidak memberi efek baik kecuali membuatnya lebih jengkel.

Baekhyun tampak terkejut. "Bukan itu yang aku inginkan."

"Pelankan suaramu, Baek," geram Chanyeol. "Kau terlalu berisik."

Frustasi, Baekhyun mendorong kursinya dengan kasar, "Aku tidak ingin kau pergi! Kau benar-benar pria yang membuat frustrasi, tapi sialnya, aku mencintamu! Jadi, ini menyakitkan melihatmu menambah dua jam yang membebankan ke harimu hanya untuk berpergian pulang dan pergi."

Baekhyun menggigit bibirnya, "Itu sangat menyakitkan, Yeol, tapi kau tidak melihatnya karena saat kau melangkah ke dalam rumah, kau tertidur. Kau bahkan tidak melihatku lagi karena kau begitu lelah."

Untuk sesaat, Baekhyun menunggu respon, namun Chanyeol tetap diam. Kemudian Chanyeol membuka suara, "Kau terlalu berlebihan," gumamnya.

Baekhyun merasa seperti dipukul. Jelas pembicaraannya tidak ada yang menyentuh Chanyeol. Suaminya menolak untuk mendengarkan dan bahkan berani menyebutnya 'berlebihan' ketika kenyataanya, ia hanya mengungkapkan ras pedulianya. Dengan tubuh bergetar, ia berbalik dan meninggalkan meja sebelum Chanyeol menyadari butiran air mata yang begitu pahit terbentuk di matanya.

--ooo--

10080 [ChanBaek Fanfiction]Where stories live. Discover now