chapter 10

16.8K 2.3K 109
                                    

1440

Rasanya canggung berada di rumah itu lagi, terlebih harus tidur dalam ruangan yang berbeda-bukan yang biasanya ia tempati dengan Baekhyun dulu. Sambil berbaring diatas ranjangnya malam itu, dia merenungi situasinya. Dia pikir, bila Tuhan menghukumnya saat ini juga, dia pantas menerima itu atas semua hal yang sudah dilakukannya. Hatinya masih terasa berat dan janggal, mengingat dia tahu-tahu saja datang membawa berita cerai untuk Baekhyun setelah berbulan-bulan lamanya tidak menghubungi. Pikirannya menarik kesimpulan bahwa sudah tidak ada jalan lain lagi bagi mereka. Chanyeol menemukan jalan baru, sama halnya dengan Baekhyun.

Chanyeol memutar kepalanya ke samping, menatap keluar jendela. Hamparan bintang di langit menarik perhatiannya, membuatnya berpikir hal apa lagi yang tidak terlihat olehnya karena tinggal di kota.

Hal yang mengganggu Chanyeol adalah masalah pakaian; dia tidak membawa satu helaipun, dia tidak menduga dirinya akan berada di rumah ini lebih lama dari perkiraannya. Ketika dia memberi tahu Baekhyun perkara ini, si lelaki kecil tersenyum dan meyakinkannya untuk tidak perlu khawatir. Saat waktu sudah mulai larut, Baekhyun membawa Chanyeol menuju kamar tamu, dekat kamar yang dulunya mereka gunakan. Ia pergi sebentar, lalu kembali dengan tiga lembar pakaian di lengannya sementara Luna-yang mengikutinya dari belakang-membawa dalam jumlah lebih, termasuk bawahan piyama, celana pendek, dan kaus.

"Aku tidak bisa membawanya sendirian," jelas Baekhyun. "Mereka terlalu berat untukku."

Chanyeol beralih menatap tumpukan baju yang dibawa oleh keduanya, yang sekarang berada diatas ranjang. "Kelihatannya tidak berat."

"Bagiku iya. Seberat ton," timpal Baekhyun pelan.

Ketika Baekhyun keluar mengikuti Luna dan mengucapkan selamat malam pada Chanyeol, dia melantunkan sebuah urutan angka. Chanyeol mengabaikannya, menyerah karena dia tidak bisa mengeri biner. Tapi semakin lama dia berada disana, makin besar pula rasa penasaran yang melahapnya bulat-bulat. Matanya bergulir kembali pada tumpukan baju, lalu dia berusaha mengumpulkan semua dan mengangkatnya.

Tidak, tidak berat.

Berkebalikan dengan situasinya saat ini dan Kyungsoo yang memarahinya lewat pesan singkat tadi malam, Chanyeol terbangun dengan hati yang tenang. Padahal dia tidak tahu kenapa. Mungkin karena dia bukan berada di kota dan, untuk pertama kalinya, dia terlelap tanpa suara bising mobil dan klakson. Atau mungkin karena rumah ini sendiri, Baekhyun membuat tiap ruangan menjadi hangat dan nyaman.

Chanyeol hanya menghabiskan waktu sebentar untuk mandi dan berganti dengan baju pinjaman Baekhyun. Baru ketika matanya mendelik pada cermin, dia menyadari bahwa pakaian ini adalah miliknya yang ia tinggalkan dulu.

Rasa pahit mulai menghantuinya. Mungkin Baekhyun sengaja melakukannya, walau Chanyeol tahu kemungkinannya kecil. Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam kepalanya, mencoba menerka mengapa Baekhyun masih menyimpan semuanya. Semua pakaiannya yang tua. Yang tidak pernah dia pakai lagi. Yang ditinggalkannya.

Mengapa Baekhyun tidak membuangnya?

Makin lama menatap cermin, Chanyeol makin sadar bahwa inilah gambaran dirinya yang dulu. Konyol, beberapa baju usang dan rambut tidak tertata bisa membuatnya terlihat seperti tiga tahun lalu. Tapi kontras dengan apa yang dirasakannya, ini tidak konyol. Ini menyakitkan, mungkin sebuah bentuk dari rasa bersalah. Chanyeol tidak tahu. Dia hanya ingin bergegas melewati enam hari di rumah ini dan pulang.

Chanyeol merasa kikuk. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan, walau Baekhyun hanya memintanya untuk berpura-pura. Bagaimana caranya berpura-pura? Jawabannya tidak pernah ada.

Waktu sarapan tidak berjalan begitu baik, rasanya canggung. Tapi Baekhyun sudah mencoba, mendesak Chanyeol untuk ikut berusaha juga. Luna membuatkan kopi untuk mereka. Baekhyun meminta kopi hitam untuk Chanyeol dan susu untuk dirinya. Chanyeol menatapnya nanar, dan Baekhyun hanya mengangkat bahu sambil tersenyum malu-malu.

"Aku masih ingat," ujarnya. Dia membuka mulutnya lagi untuk bicara, ingin Chanyeol tahu bahwa dia masih sering mengingat-ingat hal kesukaannya agar dia tidak pernah lupa. Tapi pada akhirnya, dia merapatkan bibir dan hanya mengulas senyum.

"Ada pohon tidak jauh dari sini, Chanyeol," tutur Baekhyun ketika Luna tengah membereskan sarapan mereka.

"Apa yang akan kau lakukan?"

Untuk beberapa saat, Baekhyun menatap Chanyeol dengan kosong, sebelum akhirnya dia tersenyum lembut padanya. "Aku ingin mengukir sesuatu."

Ketika itu, Chanyeol mengingat sesuatu. Dia hapal hobi lama Baekhyun, menulis inisial nama mereka diatas batang pohon-agar seluruh dunia bisa lihat, katanya. Chanyeol mengerutkan dahinya. "Baek-"

"Ayo pergi, Chanyeol."

"Jangan lakukan ini."

Baekhyun terhenyak. Senyumnya hilang untuk beberapa saat. "Kita hanya pura-pura, ingat?"

Kata kuncinya adalah 'berpura-pura'. Chanyeol tidak tahu mengapa Baekhyun mau melakukan hal sekeji ini, berpura-pura ketika keduanya tahu bahwa yang mereka lakukan bukanlah hal yang nyata. Dia tahu semua ini melukai Baekhyun. Tetap saja, ini hanya berlaku untuk satu minggu dan ini adalah satu-satunya syarat dari Baekhyun sampai dia menandatangani surat cerai itu. Chanyeol tidak punya pilihan lain, akhirnya dia mengangguk mengiyakan.

"Baiklah."

--ooo--

10080 [ChanBaek Fanfiction]Where stories live. Discover now