10

835K 47K 1.5K
                                    

__

Sekarang, aku berdiri di depan pintu ruang OSIS. Tanganku bergerak menuju kenop pintu, tetapi pintu itu terbuka lebih dulu.

Aku mendelik saat melihat siapa yang sedang berdiri di hadapanku saat ini, hanya garis pintu ruang OSIS yang menjadi penghalang. Dia, seorang siswa berseragam SMA, Ketua OSIS, dan tatapan datarnya membuatku meringis pelan.

Dia, pacarku? Itu katanya, kemarin siang.

"Lo ngapain di sini?" Alisnya terangkat sebelah. Aku ingin menjawab, tetapi ingatanku pada kejadian beberapa menit yang lalu— saat siswi itu menyuruhku menemui Kak Agatha di ruangan OSIS— membuat pikiranku melayang-layang.

Berbagai spekulasi muncul di benakku. Kak Agatha ada di dalam ruangan itu, lalu Agam baru saja membuka pintu ruangan itu, dan itu artinya mereka berada dalam satu ruangan yang sama? Berdua?

"Ck,"

Kudengar decakan pelan. Itu decakan Agam. Dia menatapku sekilas, lalu maju beberapa langkah hingga entah sengaja atau tidak lengannya menabrak bahuku. Dia pergi, menjauh dari ruang OSIS.

Ruangan ini terasa kosong. Seperti tak ada siapa-siapa di dalam sana. Aku melongokkan kepala, maju selangkah untuk melihat keadaan ruang itu, dan kudapati Kak Agatha duduk di atas meja.

Di atas meja?

Jantungku berdegup kencang. Pikiran liarku tiba-tiba muncul. Aku memukul kepalaku pelan. "Bego," dan kata itu keluar dengan spontan dari mulutku.

"Lo udah dateng rupanya." Suara Kak Agatha membuatku cepat-cepat menatapnya. Aku tersenyum tipis saat melihatnya melemparkan seulas senyum padaku.

Dia terlalu cantik, terlalu baik, terlalu waw untuk seorang Agam.

Aku sadar, aku harusnya memposisikan diri. Walaupun aku tidak tahu apa hubungan Agam dan Kak Agatha apa.

"Sini deh!" serunya. Aku pun melangkah menuju sebuah bangku yang ada di dekatnya. Aku duduk di bangku itu saat dia memberikanku kode untuk duduk di sana. Dia turun dari meja dan duduk di bangku yang ada di sampingku. "Lo yang namanya Adiba Ayudia, 'kan?" tanyanya dengan senyum semringah.

Aku mengangguk perlahan. "Iya, Kak."

Kak Agatha mengangguk-angguk. "Okey, gini." Kak Agatha memperbaiki bangku yang didudukinya. "Gue mau lo jadi calon sekretaris OSIS tahun ini."

"Hah?" Aku menatap Kak Agatha tak percaya. "Saya, Kak?"

"Yap, elo. Gue ngelihat gerak-gerik beberapa peserta MOS waktu itu. Dan gue lebih care dengan elo. Nggak tahu kenapa ya, gue ngerasa sikap dan sifat kita sama. Jadi, gue seneng kalau lo mau mencalonkan diri menjadi sekretaris OSIS untuk tahun ini. Ngegantiin gue." Ya, Kak Agatha memang sekretaris OSIS SMA Bakti Mulya.

"Tapi, Kak. Saya nggak punya jiwa-jiwa kayak gitu. Dan saya nggak pernah mau masuk divisi OSIS, apalagi sebagai sekretaris. Saya juga masih kelas sepuluh, masih ada 'kan siswi kelas sebelas yang bisa?" Aku menghela napas berat. Kulihat Kak Agatha tersenyum tipis sambil memandangi dinding ruangan, sepertinya dia berpikir mengenai jawabanku.

"Gue harap lo mau berubah pikiran deh," katanya. Dia lalu menatapku. "Lo katanya pacaran sama Agam?"

Pertanyaannya membuat jantungku kembali berdegup kencang. Aku menatapnya, tak tahu harus menjawab apa. Mulutku seolah-olah terkunci rapat.

"Gue seneng, dia ternyata milih cewek kayak lo," dia menatapku sambil tersenyum. "Dan gue harap lo bisa ngerubah perilaku dia yang nggak baik menjadi baik."

Perkataannya membuat berbagai pertanyaan dari benakku tiba-tiba muncul. Ada banyak yang tidak kumengerti dari orang yang duduk di sampingku saat ini. "Maksud Kakak?"

"Gue rasa lo udah tahu." Dia mengangkat bahu dengan cuek. "Dia itu perokok aktif. Dari SD. Lo bisa bayangin nggak itu?" Kak Agatha terkekeh. Sedangkan aku kaget mendengar pernyataan itu. "Lo ke taman belakang sekolah deh, dia pasti lagi ngerokok di sana. Karena dia nggak bisa jauh dari barang itu, mungkin dengan larangan seorang cewek yang dia suka, dia bakalan bener-bener berhenti ngerusak dirinya sendiri."

Aku tak mengerti dengan perkataannya. Sumpah! Terlalu panjang dan sulit untuk kumengerti.

Larangan seorang cewek yang dia suka?

Maksudnya apa? Cewek itu aku? Aku tahu tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, tetapi untuk hal yang satu itu rasanya tidak mungkin.

"Ya udah, gue mau pulang dulu. Lo pikir-pikir lagi ya buat gabung di divisi." Kak Agatha menepuk bahuku pelan. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Sekarang, aku ingin ke taman belakang sekolah.

Tempat di mana Agam berada, seperti perkiraan Kak Agatha.

 *

thanks for reading!

love,

sirhayani

True StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang