11

820K 48.4K 2K
                                    


__

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__

Taman belakang sekolah tak terawat. Dadaunan kering terlihat banyak di bawah pohon tua. Pantas saja para siswa sekolah ini lebih memilih berteduh di taman depan sekolah, lebih bersih, pohonnya rindang, tanaman-tanaman hijau tumbuh dengan baik.

Sebuah kursi yang tampak sudah tua menjadi tempat yang diduduki seorang cowok berseragam SMA. Cowok itu menghisap rokok dalam-dalam sambil memandang ke depan. Aku meringis melihatnya. Apalagi jika mengingat Kak Agatha bilang bahwa Agam mulai merokok sejak SD.

Menyeramkan.

Aku berjalan menghampirinya, dia tampak kaget saat mendapati orang lain berada di dekatnya. Kutatap matanya yang menyiratkan bahwa dia tak suka diganggu, aku hanya mendengus pelan.

"Hebat ya, lo suka ngerokok, tapi lo nggak pernah sekali pun ke gap sama semua orang yang ada di sekolah ini," kataku, nyaris sinis. Dia hanya menatapku sekilas lalu tangannya membuang puntung rokok yang tersisa setengah itu ke tanah dan menginjaknya.

"Kecuali elo," katanya yang membuatku tersadar akan hal itu. Aku mungkin yang pertama kali mendapatinya sedang merokok di area sekolah. Ah, mungkin saja Kak Agatha. "Setidaknya gue nggak ngerokok di depan orang banyak," lanjutnya sambil menatapku. Dia tertawa pelan. "Gue tahu apa risiko buat perokok pasif." Sekarang, aku mendengar suaranya begitu pelan. Seperti ada kisah kelam di masa lalu yang membuatnya berkata lirih.

Aku duduk di sampingnya. Tanpa meminta izin terlebih dulu pada orang di sampingku ini. "Lo kenapa ngerokok waktu SD?"

Dia mendengus. "Agatha yang kasih tahu lo?" tanyanya. Aku mengangguk pelan. "Berawal dari coba-coba, menjadi kecanduan." Dia kembali tertawa. Sepertinya, aku selau mendengarnya tertawa. Bukan tawa kebahagiaan, melainkan tawa pedih yang seperti menyimpan banyak luka.

Tapi aku sadar, mungkin ada alasan yang lebih menyakitkan dari alasan yang memang masuk akal itu.

"Lo masih pacar gue 'kan?"

Aku tersentak dari pertanyaan itu. Pelan, aku meliriknya. Dia menatapku lama. Aku kembali menatap ke depan. Suara deheman terdengar di sampingku, jelas itu suara Agam. "Gue nggak pernah jawab, tapi lo yang minta gue jadi pacar lo." Aku menatapnya. "Sampai gosip itu tersebar seantero sekolah."

"Bagus," balasnya singkat. Aku hanya bisa menatapnya heran. "Karena lo sadar posisi lo, jadi, kita pacaran sampai gue lulus dari sekolah ini."

Aku mendelik tajam. Kutatap dia yang memasang ekspresi biasa, hal yang membuatku nyaris berteriak. Pacaran dengannya sampai dia lulus, itu secara tidak langsung dia bilang bahwa kami akan pacaran selama hampir setahun. Sebuah hubungan yang termasuk lama. Tetapi dengan hubungan yang bisa dibilang pura-pura? Aku tidak bisa berkata-kata. Kubiarkan semuanya dia yang atur. Yang jelas, ini hanyalah hubungan biasa, tanpa perasaan diantara kami.

"Ya udah, kita pulang?"

Sebuah tangan terulur di depanku. Aku mendongak, menatapnya yang sedang berdiri. Tangan kanannya ia masukkan ke dalam kantung celana, dan tangan kirinya terulur di depanku.

Aku menggapai tangannya. Jantungku teras berdegup kencang. Sebuah perlakuan yang membuatku seperti melambung tinggi.

Aku tak bisa berkata-kata lagi. Kami berdua melangkah menjauhi taman belakang sekolah, dengan tangan yang saling bergandengan.

 *


thanks for reading!

love,

sirhayani

True StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang