5
ELEMEN KEHIDUPANHari berikutnya di sekolah, Maura harus kembali memaksa Finda untuk menghentikan mobil mewahnya di radius sekitar 500 meter sebelum pintu gerbang sekolahnya. Membuat Finda menggeleng-geleng sambil berdecak.
"Apa Mama harus ganti mobil butut dulu supaya bisa nurunin kamu di depan gerbang sekolah?" sindir Finda ketika Maura sedang membuka sabuk pengamannya.
"Ide bagus, Ma. Kalau bisa sih mending ganti motor aja."
Finda masih geleng-geleng. "Apa masalahnya sih, sayang? Apa yang akan berubah kalau temen-temen kamu tau?"
Selesai melepas sabuk pengaman, Maura memiringkan tubuhnya menghadap Finda. "Ma, anak jaman sekarang itu temenannya musim-musiman. Dan kalau ada anak orang kaya, bakal terus dipepet-pepetin buat dimanfaatin. Aku nggak mau punya temen yang model begitu, dateng kalau lagi butuh dan pergi saat temennya butuh, di depan ngomongnya manis di belakang ngomongin sinis. Aku mau temenannya sama orang yang entah siapapun aku dan bagaimanapun keadaan keluarga aku, dia tetep ada di samping aku. Gitu, Ma...," tutup Maura dengan senyumnya.
"Iya, deh." Finda ikut tersenyum. "Tapi sekali-kali kayaknya kamu mesti ngerubah pola pikir yang kayak gitu, deh. Karna nggak semua orang yang mau deketin orang-orang kaya cuma untuk mau manfaatin doang. Banyak kok yang tulus juga, sayang."
Maura mengangguk mengerti. "Iya, aku tau, Ma. Tapi aku lebih nyaman kayak gini."
"Iya, Mama ngerti dan bangga betapa rendah hatinya anak Mama ini," puji Finda sambil mengusap-usap kepala Maura. Sekaligus juga mengacak rambutnya.
"Mama, rambutkuuuu!!" seru Maura sambil mencebik.
"Sori, sori... ya udah nanti Mama telpon, kalau Mama nggak bisa jemput kamu naik taksi atau naik angkot aja ya," ucap Finda. "Jangan naik ojek lagi!" ancam Finda dengan jari telunjuknya yang mengacung ke depan wajah Maura.
Maura hanya mampu mendesah. "Oke, bos!"
***
Belum juga sampai di kelas, Maura sudah dihadang oleh seorang cowok yang melipat tangannya di depan dada sambil mengunyah permen karet di dalam mulutnya. Di koridor depan kelas unggulan idamannya, cowok itu menyapa Maura dengan senyum konyolnya.
"Pagi, Maura! Mau dianter sampai ke kelasnya?"
"Anda kurir POS, ya?"
"Saya tour guide sekolah ini, mau dianter keliling untuk lihat-lihat? Kecuali toilet, saya nggak bisa anter."
Maura tak mampu lagi menahan senyumnya. "Kalo gitu bisa anterin gue ke spot paling nyaman di sekolah ini?"
"Gampang! Sini ikut gue." Dewa mudur lima langkah dari tempatnya lalu berhenti. Tangannya melambai memerintahkan Maura ikut menyayunkan kaki lima langkah seperti dirinya.
Sambil tersenyum geli, Maura menuruti perintah itu. Dia berhenti tepat di depan Dewa, terpaut satu langkah.
"Ini spot paling bikin nyaman dan bahagia," kata Dewa.
"Apa bagusnya di sini?"
Dewa menempelkan jari telunjuknya ke jendela kelas di sampingnya. Dan Maura mengikuti arah tunjuk telunjuk itu sambil mengernyit.
"Itu tempat duduk gue. Di paling pojok sana, di samping tembok, bangku nomor dua dari belakang," ucap Dewa, mengetuk-ngetuk jendela dengan telunjuknya lagi ke arah tempat duduk yang dimaksudnya.
"Trus?" Maura kembali mengalihkan pandangan ke wajah Dewa.
"Dari sini, kalau lo lagi bosen sama pelajaran di kelas, lo bisa keluar kelas dan ke sini. Di sini lo bisa lihat betapa gantengnya gue saat lagi serius belajar, dan itu pasti bakal bikin lo nyaman dan bahagia."

YOU ARE READING
Hello, Memory! [COMPLETED]
Teen Fiction[DITERBITKAN] Ketika segalanya telah berlalu, kebersamaan menjadi terasa berarti. Cinta yang belum sempat diucapkan, hanya tertelan bersama memori. Keterlambatan menyadari perasaan, kini jadi penyesalan. Dihadapkan dengan beberapa pilihan membua...