Hello, Memory Kelimabelas!

43.4K 3.7K 313
                                        


15

DI MALAM MINGGU

"Culun, mau lo apa, sih??!"

Kerah seragam Nando ditarik erat-erat. Matanya melotot penuh kesal.

Nando tak melakukan perlawanan apapun. Ia hanya membalas tatapan itu tanpa kedip. Sebenci apapun mata itu menatapnya, Nando tetap tidak bisa membalas dengan kebencian yang sama.

Nando tidak pernah bisa membenci Mia.

"Mau lo apa berubah jadi gini lagi?!"

Cewek berjaket biru muda itu semakin menarik-narik kerah seragam Nando. Kepalanya mendongak agar bisa menatap jelas mata Nando.

Entah kenapa Nando pun bingung, mengapa Mia tiba-tiba seperti ini.

"Jawabbbb!!!" geram Mia tertahan.

"Mia...," panggil Nando lembut. Tangannya bergerak menyentuh tangan Mia. "Lepasin dulu, aku susah ngomongnya."

Tapi Mia tidak melepas cengkramannya. Ia hanya mengendurkan.

"Maksud lo apa jadi kayak gini?!" tanya Mia lagi.

"Gini gimana?" Nando tetap bersikap tenang. Sambil menikmati kedua mata Mia. Dan kedekatan tubuh mereka.

"Ihhh!!! Apa maksud lo ngerubah tampilan jadi kayak dulu lagi? Lo mau bikin gue nyesel? Hah! Norak!"

Nando malah tersenyum. "Kamu kenapa, sih? Kok jadi kelabakan sendiri gini?"

"Lo yang ngeselin!!! Lo main sama Dewa, sama Maura, trus ngerubah penampilan jadi kayak gini buat bales dendam sama gue, kan? Supaya gue nyesel dulu ninggalin lo yang culun? Iya, kan? Cihhhh!!"

"Apa sih kamu? Mikirnya kok bisa sampe sana?" Nando geli, nyaris tertawa. "Kepedean terus deh kamu."

"Ngaku aja lo!!!" Mia semakin mendekatkan tubuhnya dan menarik kencang kerah Nando sampai berjinjit.

"Inget, ya... mau lo berubah jadi kayak apapun tetep aja nggak bakal ngaruh buat gue!" lanjut Mia lagi.

"Bagi gue lo tetep aja si culun yang nggak bakal bisa bersaing sama Marco! Jadi mendingan lo nggak usah ngarep gue mau deketin lo lagi cuma gara-gara lo udah berubah jadi kayak gini. Karena mau penampilan lo berubah jadi sekeren apapun, lo tetep aja cuma orang miskin! Anak koruptor! Nggak pantes sama gue!"

Senyum Nando seketika sirna. Jarum-jarum neraka tajam menusuk hatinya. Sakit sekali. Pedih.

Ia lebih baik dipukuli sampai berdarah-darah, daripada harus dihina dengan kata-kata. Apalagi oleh Mia. Gadis yang masih dan selalu dicintainya.

Nando benci. Hanya karena sebuah kesalahan Ayahnya ia harus menanggung beban hinaan terus-menerus. Padahal, Ayahnya dulu banyak membuat kebaikan pada semua orang, juga negara. Tapi hanya karena satu kekhilafan dan kesalahan ia langsung diasingkan begitu saja. Dihina, dipandang buruk.

Beribu kebaikan memang selalu mudah dilupakan. Namun satu kesalahan saja akan selalu diingat. Begitulah manusia.

Apa salahnya menjadi anak koruptor? Toh Ayahnya pun sudah meninggal kok.

Nando, dan mungkin seluruh anak koruptor lainnya sebenarnya tidak pernah tahu apa yang Ayah mereka lakukan. Begitu pula dengan anak-anak biasa lainnya. Mereka hanya menerima hasil yang orangtua mereka dapatkan tanpa tahu dari mana asalnya uang tersebut.

Sebenarnya Nando juga marah, kecewa dan benci pada kelakuan Ayahnya yang sesungguhnya. Bahkan kalau bisa ia ingin memuntahkan semua makanan dari uang haram yang Ayahnya hasilkan. Tapi lagi-lagi, semua sudah terjadi. Sudah tidak bisa lagi diperbaiki.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now