Hello, Memory Keempatbelas!

48.6K 3.6K 499
                                        


14

CUMA DIANGGAP SAHABAT


Pagi ini, begitu mobil yang Dewa kendarai mendekati gerbang sekolah, kebanyakan mata para siswa langsung memandang kaget ke bangku belakang mobil yang atapnya selalu terbuka itu.

Pemandangan Nando dengan penampilannya yang berbeda membuat anak-anak yang tidak seangkatan dengannya agak kebingungan. Karena dulu mereka tidak tahu seperti apa sosok Nando sebelum hidupnya berbalik seperti saat ini.

Berbeda dengan beberapa anak kelas duabelas yang lain, paling-paling mereka hanya sedikit kaget Nando telah kembali seperti dulu lagi.

Sisanya lagi tidak peduli.

Dan tentang Dewa dan Maura, setelah kejadian kemarin tak ada yang berubah diantara mereka. Tak ada canggung. Tak ada jarak. Mereka tetap seperti biasanya mereka.

Padahal tanpa Maura tahu, Dewa tengah susah payah menutup lukanya atas cinta yang tak terbalas.

Juga tanpa Dewa tahu, Maura tengah susah payah meredam gejolak hatinya saat di dekat Dewa. Ia ingin sepenuhnya memilih Nando dan tidak ingin menyakiti Dewa lebih dalam lagi jika hatinya masih memberi harapan pada Dewa.

Dewa terlalu baik. Terlalu sempurna. Maura tidak sanggup menyakitinya.

Katakanlah ia naif, tapi sungguh baginya persahabatannya dengan Dewa berada di level yang lebih jauh jauh jauh di atas percintaan. Lebih murni dan lebih kekal daripada sekedar cinta anak SMA.

Maura tidak mau kehilangan Dewa.

Dan hanya seorang sahabat lah yang tidak akan pernah menghilang disaat semua cinta satu persatu mulai sirna.

Mungkin bukan saat ini ia bisa bersama dengan Dewa, tapi siapa yang tahu mereka bisa bersama di masa yang akan datang? Atau mungkin di dunia yang lain.

"Gue malu."

Setelah turun dari mobil, Nando mengeluarkan suaranya canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Maura menoleh sambil tersenyum. Ranselnya sudah digendong di punggungnya. Tangan kirinya merangkul bahu Nando yang tingginya hampir sejajar juga dengan bahunya.

Untuk soal ukuran tinggi badan, Dewa memang yang tertinggi diantara mereka bertiga. Dan Maura yang semampai tak beda jauh dengan tinggi Nando.

Dewa juga memiliki badan yang lebih berisi dibanding Nando. Mungkin ini juga berpengaruh dengan asupan gizi dan seberapa rajinnya Dewa pergi fitness.

"Keren gini masa malu, sih?" canda Maura.

Dewa menutup pintu mobil sedikit keras saat melihat pemandangan itu. Ia mencoba sportif sebisa mungkin. Mengenyampingkan patah hatinya.

"Malu, orang nggak punya tapi gaya nya kayak begini."

"Emang ada undang-undangnya cuma orang berada doang yang boleh keren?"

"Ya sadar diri aja harusnya."

"Jangan lebay, deh!" Dewa yang sedikit muak dengan jenis pembicaraan seperti itu, yang membedakan orang hanya karena status atau harta, akhirnya mendekat dan angkat bicara. Dengan nada agak songong khas anak laki-laki yang sedang berbicara dengan laki-laki lain perebut kekasihnya.

"Yang membedakan orang itu cuma isi ini nya!" Dewa menunjuk pelipisnya. Maksudnya otak. "Kalo ini nya nggak ada, sekaya apapun nggak ada bedanya sama binatang!"

Maura malah tersenyum mendengar kalimat sadis itu. Dewa memang selalu sepemikiran dengannya.

"Lo kan udah punya isi ini yang bagus, ngapain malu? Yang harusnya malu itu mereka, yang berkeliaran pamer dan merendahkan oranglain tapi isi ini nya nggak ada." Dewa masih menunjuk-nunjuk pelipisnya.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now