Hello, Memory Keduapuluh Enam!

41.6K 3.8K 167
                                        


26

HAPPY BIRTHDAY TO YOU!


Dua kanvas yang sudah dibungkus rapih dengan kertas kado itu dipandang nanar oleh Maura. Sejujurnya Maura juga bingung dengan dirinya sendiri; kenapa ia bisa sesedih dan kecewa ini?

Yang berjanji akan memberikan kado spesial untuk Dewa adalah Maura. Dewa sendiri tidak mengingkari janji apapun. Bahkan Dewa tidak tahu kalau Maura menyiapkan kado sampai seperti ini.

Jelas Dewa tidak salah.

Yang mencoba ingin merubah Dewa agar tidak lagi melupakan tanggal ulangtahunnya adalah Maura. Dewa sendiri tidak berjanji untuk bisa mengingat lagi hari ulangtahun yang sudah selama bertahun-tahun dilupakannya.

Jelas Dewa tidak salah.

Yang berniat memberikan kejutan dengan membawa dua lukisan itu ke rumah Dewa adalah Maura. Dewa sendiri bahkan punya hak untuk pergi ke manapun sesukanya, sekalipun di hari ulangtahunnya sendiri.

Jelas Dewa tidak salah.

Tapi kenapa Maura jadi kecewa begini? Kenapa ia sedih? Kenapa ia ingin marah? Pada siapa? Untuk apa?

Kenapa rasanya Maura ingin menangis? Aneh.

"Apa ini yang namanya terlalu banyak menaruh harapan?" tanya Maura pada dirinya sendiri.

Maura memang sadar, merubah kebiasaan seseorang tidak semudah itu. Apalagi jika kebiasaan itu bermula karena sebuah kesakitan di masa lalu.

Tapi kenapa rasanya bisa sesakit ini?

Maura kecewa pada dirinya sendiri. Telah terlalu percaya diri dapat mengubah Dewa, namun akhirnya gagal juga.

***

Merasa heran karena Maura belum juga keluar dari kamar sejak semalam, Finda pun menghampiri putrinya. Wanita itu duduk di siai ranjang dimana si pemilik ranjang itu tengah berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Sudah pukul duabelas siang dan Maura pagi tadi tidak ikut sarapan. Finda yakin sedang ada sesuatu yang tidak beres.

"Dek, nggak mau makan?" tanya Finda. Sengaja memanggil dengan sebutan itu agar Maura kesal dan membuka mulutnya.

Tapi gagal. Maura tetap bergeming tanpa suara.

"Dek," panggil Finda lagi, sambil mencoba membuka selimut yang menutupi kepala Maura.

Setelah selimut itu terbuka, wajah sendu dengan mata terpejam Maura yang terlihat oleh Finda. Tapi Finda tahu kalau putrinya itu tidak benar-benar tertidur.

"Nggak laper, Dek?" tanya Finda lagi sambil membelai rambut Maura.

"Kenapa sih? Sakit ya?"

Maura menggeleng. Pertama kali menggerakkan kepalanya.

"Kenapa? Ada apa?"

Kemudian Maura membuka matanya. Mata yang lebih sendu dari ekspresi wajahnya itu menatap Finda lekat-lekat. Seolah bingung ingin mendefinisikan perasaannya dengan kata-kata apa.

"Gapapa, Ma," jawab Maura akhirnya. Tak mampu menyuarakan isi hatinya.

Namun Finda mengerti. Dari tatapan itu ia tahu sedang ada kesedihan yang dirasakan Maura. Maka ia tak ingin memaksa agar Maura bercerita. Biar saja Maura memendamnya, toh jika sudah tak tahan lagi pasti akan ia tumpahkan juga pada Finda. Finda hanya cukup mengulur Maura setinggi yang ia mau, dan akan langsung menariknya kembali jika Maura akan jatuh.

Hello, Memory!   [COMPLETED]Where stories live. Discover now