Hello, Memory Ketigapuluh Dua!

40.4K 3.8K 493
                                        


32

SELAGI MASIH ADA WAKTU


Sekarang Maura tidak lagi tidur sendirian. Bio menemaninya setiap malam. Dan setiap memeluk Bio, Maura selalu merasa sedih. Bayangan-bayangan Dewa selalu muncul. Anehnya, bukan bayangan yang indah-indah. Melainkan bayangan-bayangan kemungkinan Dewa akan pergi.

Membayangkan itu sukses membuat Maura nyaris meneteskan airmata tiap memeluk Bio sebelum tidur.

Sebelumnya, Maura tidak pernah merasa setakut ini kehilangan seseorang. Tidak pernah sesedih ini membayangkan seseorang pergi.

Sebelumnya, hidupnya hanya tentang dirinya. Tanpa mau repot-repot memikirkan orang lain.

Tapi semenjak di Bogor dan bertemu dengan Dewa, sepertinya Maura mulai mengakui dan membenarkan kalau hidupnya memang telah berubah... karena Dewa.

***

Saat motor Maura yang dikendarai Nando tiba di sekolah, mobil Dewa belum terlihat di parkiran. Namun setelah mereka berdua melepas helm dan jaket, mobil yang pagi ini atapnya dibuka itu masuk ke gerbang sekolah.

Tapi pemandangan yang membuat Maura tidak bisa memindahkan matanya dari mobil itu adalah karena di dalam sana Dewa tidak sendirian. Di sampingnya ada Luna.

Memang bukan hanya sekali-dua kali mereka berdua berangkat dan pulang bersama, tapi tetap saja mata Maura rasanya masih belum bisa terbiasa melihat itu. Biasanya tempat itu adalah tempat yang Maura selalu duduki, tapi sekarang orang lain yang menempati. Itu yang sampai saat ini masih belum bisa Maura biasakan.

Sifat egoisnya ini memang benar-benar sudah di tingkat mengkhawatirkan!

"Mau nunggu Dewa aja?" Pertanyaan Nando membuat Maura akhirnya berhenti memandangi mobil Dewa yang sekarang sedang masuk ke barisan parkir.

"Nggak usah deh, dia juga masih markir," jawab Maura lalu berjalan lebih dulu ke kelas.

Di belakangnya, Nando cuma mengangkat bahunya dan mengikuti Maura.

Tepat di depan pintu kelas mereka, seseorang berdiri dengan tangan menyilang. Seperti sedang menunggu. Dan ketika tahu kalau orang itu ternyata adalah Mia, Maura langsung mengerutkan keningnya dan menoleh pada Nando.

"Lo udah nggak pernah disuruh-suruh Mia ngerjain PR-nya lagi kan?" tanya Maura.

Nando menggeleng. "Sejak lo ngerubah penampilan gue."

"Trus kira-kira dia mau ngapain lagi?" Maura menggerakkan dagunya ke arah tempat Mia berdiri. Dan Nando pun mengikuti arah tunjukkan itu.

Saat matanya melihat Mia, jantung Nando langsung berdebar kencang. Menerka-nerka apa tujuan Mia datang ke kelasnya. Apalagi saat langkah mereka semakin mendekat ke arah Mia, gadis yang masih menggendong tasnya itu menoleh. Dan tersenyum pada Nando!

Maura sampai membuka mulutnya kaget. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, takut yang dilihatnya ini salah. Tapi saat langkah mereka berhenti di depan Mia, Maura baru yakin kalau yang dilihatnya memang tidak salah. Mia memang tersenyum pada Nando.

"Pagi, El," sapa Mia masih dengan senyumnya.

Bukan cuma Maura, tentu saja Nando juga kaget. Lebih kaget malah. Karena seingatnya, terkahir kali Mia tersenyum padanya sudah kurang lebih sekitar satu tahun yang lalu.

"P-pagi," jawab Nando. Bingung.

"Aku mau ngomong bentar boleh?"

Woahh! Ini lebih mengagetkan Maura lagi. Mia pakai sapaan aku-kamu dengan nada manis seperti ini!

Hello, Memory!   [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora