Prolog

11.7K 375 13
                                    

Seorang pria menghampiri gadis yang sedang menangis, dengan sebingkai foto ditangannya. Pria itu hanya diam, sampai akhirnya gadis itu tersadar kalau pria yang sedang sangat ia rindukan, dan ia sesali kepergiannya kini berada didepannya dengan seulas senyum yang penuh ketulusan, jenis senyum yang dibawanya dari syurga.

"Ayah."

Gadis bernama Najwa Aliman itu terperangah, dan tak terkecuali airmata yang tanpa ia sadari sudah turun dengan sendirinya. Seperti sekuncup bunga yang merindukan matahari untuk membuatnya mekar dengan sempurna, begitu pula kehidupan gadis itu sehari-hari sepeninggal Ayahnya.
Kali ini, Najwa seperti jiwanya kembali, kenyataan bahwa Ayahnya telah meninggal ternyata hanya omong kosong belaka, buktinya gadis itu jelas-jelas melihat Ayahnya sekarang ada didepan matanya, mengulas senyum seperti biasanya, dan mengedipkan mata pelan yang membawa bulu matanya saling menyatu, masih sama, pria itu masih sama meneduhkan seperti dulu. Apa iya dia meninggalkan semua orang yang masih merindukan senyumnya? Mengharapkan kebaikan-kebaikan yang ia berikan?

"Yah, apa yang aku fikirkan benar. Ayah tidak benar-benar meninggal, buktinya Ayah sekarang masih ada didepan aku. Ayah tau, banyak orang yang menganggap Ayah sudah meninggal, dan mereka sekarang sedang menangisi kepergian Ayah. Kita harus buktikan ke mereka, ke Bunda, ke Najma, ke semuanya, kalo Ayah masih disini, Ayah masih sehat. Dan mereka tidak perlu melakukan itu."
Najwa terus berbicara, tanpa memberi jeda dari setiap kalimatnya.

Sedangkan pria didepannya hanya tersenyum manis.

"Yah, bicara dong. Ayah kan paling nggak bisa diem, masak harus aku yang bicara terus."

Pria itu tetap diam, bahkan hanya mengusap airmata Najwa yang kembali menetes.

"Katakan pada mereka, kalo Ayah nggak akan kemana-mana, Ayah tetap bersama Najwa, mendukung Najwa, dan jadi bodyguard kece Najwa. Iya kan ya?"
Ucap Najwa sembari tertawa kecil mengingat sebutan aneh untuk Ayahnya.

Namun yang dia lihat, pria didepannya tidak ikut tertawa seperti biasanya, dia masih tersenyum dan jemari dinginnya beralih mengusap puncak kepala Najwa.

"Ayah... Kenapa Ayah nggak bicara? Apa Ayah marah sama Najwa? Karena waktu kejadian itu, Najwa tidak ada disana dan tidak bisa menjaga Ayah. Iya Yah?"

Kali ini, respon lain dia dapatkan dari pria itu. Gelengan kepala dan masih dengan senyuman manisnya.
Najwa lelah.

"Ayah."
Ucap gadis itu lemah.
Kemudian sesuatu cahaya terang muncul dari balik tubuh Ayahnya, bahkan cahaya tersebut mampu menyilaukan mata gadis yang sejak tadi tak lepas dari wajah pria didepannya.

Cahaya itu semakin mendekat, dan semakin membuat pandangan gadis itu kabur.
Sampai akhirnya cahaya itu tiba-tiba menghilang, semua berubah seperti awal, tanpa cahaya, dan tanpa pria yang Najwa panggil Ayah. Gadis itu celingukan, mencoba mencari dimana pria itu menghilang, namun aneh, dia tetap tidak bisa menemukannya, yang dia temukan malah seorang laki-laki yang kira-kira umurnya tidak jauh darinya, laki-laki itu pun melangkah menjauh kemudian menghilang seperti cahaya yang membawa Ayahnya menghilang pula.

"Siapa kamu, hei?"
Panggil Najwa, namun bayangan itu terlanjur menghilang. Dia kembali ingat Ayahnya.

"Ayaaah.."
Rasa kehilangannya kembali muncul. Dan tetaplah, dia kembali kehilangan partner hidupnya untuk menebar kebaikan.

"Najwa... Bangun Nak. Bangun, istighfar."
Suara itu tiba-tiba terdengar dari telinganya, suara yang berasal dari mana itu, entah.

Namun kesadarannya berhasil membawanya kembali pada dunia nyata yang tentu penuh kenyataan, kenyataan bahwa gadis itu tetap kehilangan Ayahnya.
Matanya menemukan dua perempuan disamping kiri dan kanannya, mereka sama-sama terlihat khawatir.

"Kak, Kakak nggak apa-apa kan?"
Tanya Najma, adik gadis itu.

Najwa menggeleng. Semoga dia bisa menenangkan dirinya sendiri.

"Minum dulu Wa, istighfar.."
Sebuah gelas berisi air putih disodorkan oleh Bundanya.

Dan nyatanya sudah satu tahun lebih Zufar meninggalkan kehidupan mereka, namun keterpurukan Najwa masih menjadi kekhawatiran tersendiri dikeluarga mereka, sering sekali setiap malam dia mengigau nama Ayahnya, menyebut-nyebut bahwa Ayahnya tidak benar-benar sudah meninggalkan mereka, tapi nyatanya pria itu sudah dipanggil oleh Allah satu tahun yang lalu. Gadis itu sendiri sudah mengikhlaskannya, namun Ayahnya selalu hadir dalam mimpinya, entah untuk apa, tapi dia merasa ada suatu hal yang ingin dikatakan oleh pria itu, sesuatu hal yang akan berkaitan dengan kehidupannya. Tapi apa itu, entah.

***

"Dia siapa?"
Tanya laki-laki berjas hitam pada Aqil.

Aqil adalah sahabat Najwa sejak SMA, dia bukan laki-laki yang kaku, dingin, atau perfeksionis. Dia hanya laki-laki sederhana, berpenampilan biasa, dan yang paling penting, dia yang paling bisa buat ketawa Najwa dengan tingkah konyolnya, tapi tidak berlebihan sampai-sampai membuat gadis itu mual, karena laki-laki itu bisa menempatkan diri jika sudah dengan Najwa.

Sekarang, disamping Aqil sudah ada laki-laki lain yang entah siapa namanya, dia yang tadi bertanya pada Aqil siapa gadis yang sekarang sedang bersamanya.

"Dia, Najwa.. Dia yang mau nitip lamaran kerjaan disini, mungkin ada lowongan sebagai sekretaris atau admin disini, gue nitip ya.."

"Adik lo?"

"Haa? Sinting lo, apa setua itu muka gue? Dia itu adik kelas sekaligus sahabat gue."
Jelas Aqil, tanpa sadar ada sesuatu yang sedikit menyentil perasaan Najwa, bagian yang mana itu dia tidak tau.

Dan laki-laki itu menertawakan kekesalan Aqil.

"Oke, mungkin besok dia bisa datang lagi kesini untuk interview."
Ucap laki-laki itu sembari sekilas memperhatikan Najwa.

"Yakin lo?"
Tanya Aqil yang tidak percaya secepat itu.

"Menurut lo?"
Balas laki-laki yang masih samar namanya.
"Yaudah, gue pergi dulu ya, 15menit lagi ada meeting. Gue tinggal dulu."
Tambah laki-laki yang terlihat buru-buru itu.
Kemudian menghilang begitu saja diantara lorong perusahaan besar itu.

"Arbani Tsaniy."
Ucap Aqil tiba-tiba, apa dia tau kalau Najwa sejak tadi melihati punggung laki-laki yang sudah berlalu tadi.
"Dipanggil Arbani."
Tambahnya.

"Gue nggak nanya."
Elak Najwa.

"Tapi hati lo bertanya-tanya."
Balas Aqil yang membuat Najwa bsrsungut-sungut.

"Apasih, ngaco lo Kak."
Ucap Najwa sembari ngelonyor pergi, meninggalkan perusahaan besar yang sedang ia masuki tadi. Sedangkan Aqil, dia tetap berdiri ditempat semula, tidak mengikuti langkah gadis yang sudah berjalan cukup jauh. Laki-laki itu memejamkan matanya, menghirup oksigen dalam-dalam, mengingat cara Arbani melihat Najwa. Dia berfikir, mungkin setelah ini dia akan kehilangan sosok sahabat yang selalu ada untuknya. Gadis yang selalu dia perjuangkan kebahagiaannya.

"Kak Aqil ayo, ngapain masih disitu?"
Ucap gadis itu yang menyadarkan Aqil untuk cepat-cepat menghampirinya. Laki-laki itu segera menyingkirkan perasaan gundahnya, tidak perduli hal apa yang akan terjadi selanjutnya.
Yang terpenting dia akan menjaga kebahagiaan Najwa, meski akhirnya nanti dia akan kehilangan gadis itu.

***

Haloo, Assalamualaikum..
Aku bawa sequel dari Imam Al-Hubbiy, anak pertama dari Zufar dan Sarah, dia adalah.. Jeeng jeeng.. Ya pasti Najwa lah.

Oke kalo gitu, pokoknya makasih yang mau coba-coba baca cerita ini. Penasaran? Tungguin. Nggak penasaran? Masukin library aja dulu deh, mungkin lain waktu penasaran. Wqwq maksa amat yee..

Regards 💕

Umi Masrifah

Cahaya Awan ( On Hold )Where stories live. Discover now