Arbani

3.1K 231 17
                                    

"Wa, mau bareng sama aku?"
Tanya seorang gadis yang seumuran dengan Najwa, dihari pertamanya bekerja ini dia sudah mendapatkan teman yang sangat baik, meski gadis yang bernama Nilam itu hanya salah satu staff admin disana, namun sikapnya mudah membaur dengan Najwa yang menjadi sekretaris.

"Aku dijemput sama Kak Aqil, Nilam.. Kamu duluan aja ya."
Jawab Najwa sembari masih menelusuri jalanan yang ada didepannya, namun sosok yang dicarinya tidaklah muncul.

"Aku jadi penasaran sama Kak Aqil, gimana orangnya. Bukan saudara, bukan keluarga, bukan pacar, bukan sahabat, tapi baiknya minta ampun sama kamu."
Ucap Nilam menggoda.

Sedangkan Najwa tersenyum lugu, tidak mengerti apa yang dimaksud temannya itu.

"Nilam, plis deh jangan mulai."
Gerutu Najwa, dan Nilam hanya tertawa geli melihat keluguan temannya itu.

"Yaudah, aku pulang duluan ya."
Ucap Nilam akhirnya.

"Iya, hati-hati ya Lam."
Jawab Najwa seiring tangan Nilam melambaikan kesebuah taksi, dan mobil berwarna biru itupun berhenti tepat didepan mereka.

"Assalamualaikum Wa."

"Waalaikumsalam."

Seperginya Nilam, Najwa melihati jam yang ada ditangannya, waktu pun menunjukkan semakin petang, dan senja setelah ini akan muncul dipermukaan, menguarkan warna jingganya yang menenangkan.
Dan Aqil benar-benar melupakan janjinya untuk menjemput, lupa atau memang disengaja. Ah Najwa ingin sekali meneriakkan rasa kesalnya tepat ditelinga laki-laki itu. Namun bagaimana bisa, kalau sejak tadi ponsel Aqil tidak bisa dihubungi, pesan via WA, BBM, Line atau pesan singkatpun tidak ada respon sama sekali.

"Baiklah, gue kesel sekarang."
Dimasukkannya smartphone kedalam tas, dan matanya langsung menelusuri jalan, mencari taksi yang masih tersisa disore ini, jika dia memilih untuk jalan kaki itu tidak mungkin, karena jarak antara kantor dan rumahnya sangat jauh.

"Najwa."
Suara bariton membuatnya terhenyak, dia segera menoleh karena suara itu begitu dia kenal.

"Pak Arbani, bukannya sudah pulang?"
Ya, dialah pemilik suara itu. Hampir setiap saat dia mendengar suara itu, karena setiap saat itu pula namanya dipanggil untuk menghadap.

"Memang sudah pulang."
Ucap Arbani, meski tidak dingin namun rasanya membuat Najwa beku, laki-laki itu tidak suka berbasa-basi, oke, dia bos, dan bos tentu banyak pekerjaan, maka dari itu untuk berbasa-basi sedikit pun tidak ada waktu.
"Tapi Aqil menyuruh saya untuk kembali kesini, dan menjemputmu."

Menjemput? Atasan menjemput anak buahnya?
Ini terbalik Pak.
Najwa merasa tidak enak, baru hari pertama tapi dia sudah merepotkan bosnya sendiri, bahkan membuat laki-laki itu kembali kekantor hanya untuk menjemput Najwa. Ini semua gara-gara Aqil, sebenarnya laki-laki itu kemana? Dihubungi tidak bisa, tapi menyuruh Arbani pulang bareng dengan Najwa.

"Berfikir apa lagi? Ayo pulang."
Ucapnya yang sudah berbalik menuju mobilnya. Najwa sendiri yang sejak tadi tertegun, kini mengikuti langkah laki-laki itu menuju mobil.

Najwa melihat Arbani berjalan dikursi penumpang yang depan, dan membukakan pintu, sekilas Najwa mengernyitkan alisnya tidak mengerti, namun dia sadar ketika laki-laki itu berbicara.

"Masuklah."
Najwa benar-benar merasa tidak enak kali ini, untuk kedua kalinya.

"Maaf Pak, saya dibelakang saja."
Ucap Najwa, bukannya tidak menghargai, tapi ini sudah keterlaluan, seakan bosnya kali ini adalah dia.

"Kamu kira, saya supir kamu?"
Najwa sedikit menilik wajah laki-laki itu, tingginya yang hanya sepundak Arbani, cukup membuatnya susah, namun dia bisa melihat sekilas wajah laki-laki itu, tidak ada senyum, namun sangat meneduhkan.

Cahaya Awan ( On Hold )Where stories live. Discover now