Kejadian yang ganjil (1)

2.8K 204 1
                                    

Najwa POV

Sifat orang tak bisa hanya dilihat dari sikapnya.
Yah, itu adalah ungkapanku untuk Arbani. Ditengah-tengah meeting, Arbani dan ibunya Bu Fitrah mengumumkan bahwa aku diperbolehkan ikut berlibur, saat itu langsung terdengar grusah-grusuh dar sebagian orang yang ikut meeting, dan hanya sedikit yang diam menerima dengan legowo, mereka termasuklah orang yang neriman itu kata Ayah kalau membicarakan Bunda yang iya-iya saja atas keputusan keluarganya asal itu baik dan tidak merugikan siapapun.
Kembali lagi ke ruang meeting, Bu Fitrah yang tau sebagian karyawannya sedang grusah-grusuh, akhirnya memberikan alasan kenapa aku diperboleh ikut.

"Kenapa Najwa diberi ijin untuk ikut liburan disaat masa trainingnya belum selesai? Alasannya karena, Najwa adalah sekretaris Pak Arbani, dia yang harus menyiapkan segala sesuatunya untuk bosnya, apapun jadwal dan pekerjaan Pak Arbani ada di Najwa, jadi tidak mungkin bos dan sekretaris dipisahkan. Dan untuk yang masih belum puas dengan jawaban saya, kalian bisa bertanya sekarang juga, daripada keluar dari meeting kalian membuat keputusan meeting ini menjadi bahan gosip."
Ucap Bu Fitrah sembari melirik ke beberapa kepala staff marketing, mereka langsung menunduk, tau bahwa Bu Fitrah sedang menyindir.

"Tidak ada yang bertanya lagi? Kalo memang tidak ada, meeting ini selesai dengan keputusan yang sudah kita sepakati tadi. Satu minggu lagi, tepatnya hari sabtu kita berlibur ke Yogyakarta. Untuk pengumuman selanjutnya, Nilam akan membuatnya dan menempelkannya didinding-dinding. Sekian dari meeting ini, saya akhiri Assalamualaikum warrahmatullah."

"Waalaikumsalam warrahmatullah."
Semua berdiri, begitupun denganku dan Nilam yang duduk disampingku. Aku terkesan dengan Bu Fitrah, dia sudah seperti Bunda, namun sayangnya Bu Fitrah terlihat lebih keras, tak selembut Bunda. Mungkin Arbani mempunyai sikap keras dan semaunya sendiri itu dari Ibunya.
Ah apasih aku ini, Bu Fitrah sudah baik, kenapa aku malah memikirkan sikapnya yang keras.

"Najwa, nanti kamu langsung keruangan saya. Saya mau bicara dulu dengan Bu Fitrah."
Ucap Arbani yang masih duduk tenang disamping Bu Fitrah.

"Baik Pak, permisi."
Aku yang sudah berdiri segera melangkah keluar menghampiri Nilam yang sudah berjalan duluan.

"Ada apa Wa?"

"Nggak kok, Pak Arbani cuman nyuruh aku langsung keruangannya. Dia sendiri masih meeting dengan Bu Fitrah."
Jelasku sembari berjalan bersama Nilam, kebetulan ruang meeting ada dilantai paling atas, dan ruangan Arbani dilantai 3, kemudian yang lainnya di lantai 2.

"Eh Wa, kamu jangan bilang ke Pak Arbani yang tadi ya?"

"Yang mana?"
Tanyaku, mungkin aku sedikit lupa.

"Yang aku suka Pak Arbani, sebenarnya perasaan ini sudah sejak dulu, tapi aku takut, aku berusaha buat hapus rasa itu, tapi sampai sekarang tetep nggak bisa."
Jelasnya. Aku tertawa geli. Ya Rabb, aku menemukan satu spesies lucu lagi seperti Nilam.

"Yaelah, santai aja kali Lam. Masak iya, aku bongkar itu ke Pak Arbani, itu sama aja matiin diriku sendiri, aku yang malah kena sembur ngomongin hal pribadi waktu kerja."

"Yakali aja kamu ada urusan diluar jam kerja dengannya."

"Yaudah iya, nggak mungkin juga aku bongkar rahasia itu juga kan."

"Pokoknya jangan keceplosan juga."

"Laah, mana bisa, kalo keceplosan mah keceplosan aja Lam. Kan nggak sengaja."
Jawabku menggodanya.

"Najwaaaa, pokoknya jangan."
Dia mulai khawatir. Merengut sembari menarik-narik lengan bajuku, ah lucunya ini anak, ternyata semanja itu.

"Jangan salahin aku kalo keceplosan ya."

Cahaya Awan ( On Hold )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang