Dendam yang menang

2.4K 194 27
                                    

"Udah lega?"
Suara itu tiba-tiba muncul saat Najwa menarik nafasnya dalam-dalam, dan itu membuatnya menghembuskan nafas dengan keras.

"Alhamdulillah, semoga keputusan kita ini nggak nyakitin hati siapapun."
Jawab Najwa tersenyum kearah Aqil yang mulai mengatur tubuhnya untuk duduk diseberang.

"Iya."
Jawab Aqil singkat.

"Tapi lo beneran gapapa kan Kak?"

"Maksud lo?"

"Yaa gue khawatir aja, lo bilangnya setuju sama keputusan gue, tapi dihati lo bilang lain."

"Jadi maksud lo, gue berharap lebih gitu?"

"Ya mungkin."

"Haha, kalo gini keliatan banget kalo lo yang ngarep lebih."
Ucap Aqil yang membuat Najwa mendelik.

"Kok jadi gue?"

"Iya emang lo. Biasanya kan maling teriak maling."

"Lah terus menurut lo, gue suka tapi nuduh lo yang suka?"

"Ya bisa jadi."

"Bisa jadi?"

"Bisa jadi gak mungkin,"
Aqil tertawa lepas, namun singkat, karena tiba-tiba matanya menajam dan mulai mengintimidasi Najwa.

"Kenapa lo Kak? Tuhkan, udah gue bilang kalo ketawa jangan suka kelepasan, kan jadi gini, sekarang siapa yang mau ngeruqyah lo."

"Gue lagi ngintimidasi lo, bukan kesurupan."

"Ngapain?"

"Ngaku lo, lo ngambil keputusan ini karena ada orang lain kan? Dan orang lain itu yang suka bikin lo senyum-senyum sendiri."

"Gila kali gue senyum-senyum sendiri."

"Ya emang lo gila,"
Ucap Aqil.
"Sekarang lo ngaku siapa yang bikin lo senyum-senyum sendiri?"
Tanya Aqil masih penasaran.

Tiba-tiba otak Najwa memutar setiap kejadian dia bersama dengan bosnya, Arbani. Ternyata logikanya cukup banyak menyimpan memori tentang dirinya bersama laki-laki itu. Meski singkat, namun bagiannya menjadi kenangan tersendiri yang tidak mudah dilupakan.

"Tuhkan mulai bayangin orangnya."
Ucapan Aaqil itu membuat Najwa terhenyak dari lamunannya. Dan dia mwnjadi berfikir kenapa saat Aqil bilang seperti itu, Najwa jadi memikirkan Arbani, kenapa bayangan laki-laki itu tiba-tiba muncul begitu saja.

"Apasih, gue sumpal juga tuh mulut pake sepatu."

"Mana sepatu? Sendal aja nggak pake lu."
Dan Najwa pun baru sadar kalau dia nyeker sampai ditaman belakang rumahnya.

"Omegat, gue lupa pakek sendal."

"Heleh, pura-pura lupa lagi."

"Iih gue timpuk beneran lu, gue emang lupa tau."

"Yayaya, pura-pura percaya aja lah."
Laki-laki itu pun berdiri dan melangkah pergi kedalam rumah.

"Kak Aqiiiil."
Teriak Najwa sebal, nyebelin banget.

"Napa? Ganteng? Makasih, minta tanda tangannya besok aja, gue harus pulang, ngantuk."
Dan laki-laki itu tetap melangkah seiring suaranya yang semakin tak terdengar, dia ingin cepat-cepat pergi bukan untuk pulang, namun dia tidak mampu untuk terus semalaman dengan Najwa, dia takut perempuan itu akan curiga dengan wajahnya yang semakin memerah. Rasanya aneh, padahal kesempatan untuk dirinya bahagia bersama orang yang selama ini disayangi, dan harapan yang selama ini dia mimpikan akhirnya tanpa sengaja terwujud, malah dia tolak mentah-mentah, tanpa fikir panjang.
Fikir panjang? Siapa bilang tanpa fikir panjang, dia sudah memikirkannya sejak lama, jika dia menyetujui keputusan itu, maka dia akan siap untuk melihat Najwa tersakiti, dan dis tidak mau itu.

Setelah pamit pada Sarah untuk pulang, Aqil segera melajukan mobilnya kencang, dia ingin sekali melepaskan semua rasanya bersama kabut malam, agar jika nanti dia bangun, dia tidak lagi merasakan rasa sayangnya pada Najwa, dia ingin mengenyahkannya.

"Gimana tadi?"
Suara itu muncul dibalik mobil tepat saat Aqil menutup pintu mobilnya, hanya butuh waktu sebentar untuk Aqil sampai apartemennya.

"Elo Ban."
Ucap Aqil ketika melihat siapa pemilik suara tersebut.

"Yaah, gimana?"

Bukannya menjawab, Aqil malah pergi, itu semakin membuat Arbani penasaran, laki-laki itu terus mengikuti langkah Aqil.

"Qil, lo ambil keputusan yang benar kan?"

Setelah memasuki lift, laki-laki itu menoleh kearah Arbani, dan dia hampir saja terkejut melihat wajah Aqil yang kusut dan memerah.

"Jadi bener?"

"Yah, gue nggak akan biarin Adibah manfaatin gue untuk sakitin Sarah lewat Najwa. Dengan gue setuju keputusan itu, berarti gue ngasih peluang banyak untuk Adibah semakin membabi buta dengan dendamnya, gue nggak akan ngelakuin itu."
Ucap Aqil.

"Meskipun lo cinta dengannya?"

"Jangan bilang cinta, kalo dendam masih yang menang."

"Qil, apa cinta lo akan kalah dengan dendam?"

"Bani, lo tau kan gimana Adibah? Dia bisa membuat apa yang dia inginkan menjadi miliknya, bahkan dengan buat gue berhutang budi padanya, apartemen, mobil, usaha, bahkan sekolah gue dulu dia biayain, apa lo lupa hal itu?"

"Gue nggak pernah lupa hal itu."

"Jadi apa yang bisa gue perbuat? Gue mohon sama lo, jaga perasaan Najwa, karena sepertinya dia suka sama lo, lagian untuk Adibah, lo nggak ada takutnya kan sama wanita itu?"

"Gue?"

"Yah lo, cuman lo yang bisa gue mintai bantuan."

"Tanpa lo suruh pun gue akan jaga perasaannya."
Jawaban Arbani membuat Aqil terhenyak.
"Karena dia perempuan baik dan polos yang tidak tau tentang masa lalu orangtuanya, itupun bukan karena kesalahan kedua orangtuanya juga."

***

1 pesan dari Big Bos Bani ( BBB)

Najwa cekikikan sendiri saat melihat nama atasannya dikontak telfon, dia sengaja memang.
Tapi kenapa tumbenan Arbani mengirim pesan senalam ini.

Najwa?

Najwa mengernyitkan alisnya. Bertanya-tanya ada apa bosnya semalam itu mengirim pesan, itu sudah pasti karena kerjaan.

Iya pak Bani? Ada yang bisa dibantu?

Perempuan itu baru saja meletakkan ponselnya dinakas, namun ponselnya sudah bergetar duluan.

1 pesan dari Big Bos Bani (BBB)

Eh salah pencet Najwa, mohon maaf.

Apa? Salah pencet? Bisa hebat gitu ya salahnya, salah pencet "Najwa?" ke pemilik nama itu juga. Uuh, bos yang segala macamnya hebat.

Iya pak, gapapa.

Baiklah, waktunya tidur. Padahal Najwa kira dia akan membicarakan sesuatu hal penting mengenai kerjaan kali ini, tapi ternyata hanya kepencet.

1 pesan dari Big Bos Bani (BBB)

Tidur gih Najwa, selamat malam ya, semoga mimpi indah.

Dan itu membuat Najwa seketika kehilangan oksigen cukup banyak, kamarnya jadi seperti tidak punya ventilasi.
Meskipun singkat, tetap saja itu terlihat aneh.

"Ada apa sama Arbani? Aneh banget.

1 pesan dari Big Bos Bani (BBB)

Maaf lagi Najwa, tadi salah kirim.

Eeeeh, baru saja kehilangan oksigen, sekarang rasanya oksigen itu kembali tanpa tau malu.
Plis, ada apa dengan Arbani sih? Salah kirim, tapi isi pesannya ada namanya, apa itu Najwa yang lain? Aah laki-laki itu benar-benar aneh. Perempuan itu pun meletakkan ponselnya kembali ke nakas, tidak peduli dengan pesan bosnya yang absurd.

***

Regards
Umi Masrifah

Cahaya Awan ( On Hold )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang