Semakin Dekat

60 4 0
                                    

"Apa nggak bisa kita tinggal di rumah aja?"

Sandy duduk gelisah di teras menunggu princess Helma hanya bisa menghela nafas panjang mendengar permintaan itu.

Gara-gara mengantarkan Helma mandi ke rumah Sekretaris Desa, dia terlambat berangkat ke sekolah bersama dengan teman-teman yang lain. Ritha bahkan sudah siap berangkat sejak jam enam pagi tadi. Sekarang sudah hampir jam sembilan, dan tiba-tiba Helma merasa kakinya begitu berat meninggalkan rumah?

"Kamu ini, sudah bagus dikasi tolerasi telat sekian jam. Sekarang kamu malah nggak mau ke sekolah?" Sandy tampak kesal, tapi dia masih berusaha menahan emosi agar jangan sampai mengeluarkan kata kasar.

Ritha sudah banyak menitipkan pesan padanya. Kalau bukan karena menghargai Ritha, dia pasti sudah meninggalkan Helma begitu saja.
Helma memberengut kesal. Dengan enggan, digunakannya jas almamater bewarna biru tua yang sejak tadi hanya disampirkan di lengan kiri. Kerah dari kemeja bermotif bunganya diatur agar berada di atas kerah jasnya.

Sandy beranjak dari duduknya, berdiri tepat di depan Helma. Diperhatikannya gadis itu dari ujung rambut sama ujung kaki. Rambut panjang yang dibiarkan tergerai, make-up yang menurutnya berlebihan, rok hitam di atas lutut, dan high heels yang didominasi warna emas membuat Sandy yakin bahwa Helma akan menjadi pusat perhatian hari ini.

Sebagai lelaki, Sandy tidak bisa memungkiri bahwa Helma sangat menarik. Namun, untuk saat ini, akan lebih baik jika ia.berpenampilan biasa-biasa saja.

"Rambutmu itu bisa diiket nggak sih?" Sandy akhirnya mengeluarkan kata-kata yang sempat tertahan di ujung lidahnya. "Rok? Pakai celana panjang aja. Dan sepatu itu...," Sandy mengarahkan pandangannya pada heels Helma, membuat Hema turut menunduk melihat apa sebenarnya yang salah dari penampilannya. "Tolong sepatu itu disimpan dulu."

Helma balik menatap Sandy. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan penampilannya. Dia sudah beberapa kali menggunakan heels itu, dan dia belum pernah mendapat protes.

"Memang kenapa? Kenapa aku nggak boleh pake semua ini? Kenapa aku nggak boleh cantik? Memangnya kamu nggak tertarik ngeliat cewek cantik?" Helma begitu percaya diri dan itu membuat Sandy bingung bagaimana harus memberikan jawaban.

"Jangan-jangan kamu takut benar-benar tertarik sama aku?"

"Ganti, atau aku tinggal sekarang?"

Sandy melengos, kemudian melangkah menuju parkir sepeda motor. Helma yang jelas merasa kesal, hanya bisa melampiaskannya dengan menghentakkan kaki beberapa kali.

Dia tidak bisa mengendarai motor sendiri, juga tidak membawa mobil. Kalau tidak ingin ditinggal, dia harus segera mengganti pakaian. Dia terpaksa menyerah, mengikuti apa yang Sandy mau.

***

Sekilas, ruangan bercat putih ini nampak sama dengan kelas pada umumnya. Sebuah papan di bagian depan yang berhadapan langsung dengan para siswa, gambar presiden dan wakil presiden mendampingi Burung Garuda sebagai lambang Negara. Di bagian pojok depan, sebuah meja guru terlihat rapi dengan vas yang menghimpun bunga segar.

Ini bukan yang pertama kalinya bagi Ritha berada di dalam kelas sebagai guru, namun entah mengapa, dia merasa ada yang berbeda. Dia yakin, dia bisa mendapat pengalaman baru di sini. Ritha berdiri dengan penuh percaya diri. Dengan blus putih, jas almamater dan rok hitam selutut, tidak henti-hentinya ia melemparkan senyum.

Pada sesi perkenalan, para siswa yang menyebutkan nama mereka. Ritha bergerak pelan menghampiri mereka, mendengarkan nama-nama baru yang didengarnya. Meskipun masih sulit untuk menghafal semua, Ritha berusaha tetap dekat dengan mereka.

Sayap MimpiWhere stories live. Discover now