Berbagi

52 3 1
                                    

Ritha baru saja menstater motor saat tangis Komang Dika pecah. Pagi ini, Ritha tidak ada jadwal mengajar di sekolah. Dia sudah berjanji akan menghantar Bu Ketut bekerja di sebuah tempat pembuatan mebel.

Sejak tadi, Komang Dika tidak melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Bu Ketut. Dia merengek ingin ikut.

"Nggak apa, Me. Komang diajak aja."

"Jangan nakal!" pesan Bu Ketut membuat Komang Dika menghentikan tangis.

Begitu duduk di atas sepeda motor, tangannya yang mungil melingkar di pinggang Ritha.

Perjalanan dari rumah ke tempat kerja Bu Ketut lumayan jauh. Mereka harus melewati dua desa hingga sampai di pusat Kota Bangli. Dari pusat kota, masih ada beberapa kilometer yang harus ditempuh.

Setelah beberapa lama hanya menghabiskan waktu di desa, Ritha akhirnya mendapat kesempatan untuk menjelajah Bangli. Biasanya, Pak Ketut yang setia mengantar-jemput, tapi berhubung hari ini Pak Ketut ada kerja bakti di balai dusun, Rithalah yang dilimpahkan tugas ini.

"Nanti perlu saya jemput, Me?"

"Tidak usah. Nanti bapak yang jemput." Bu Ketut mengalihkan pandangannya pada Komang Dika yang masih duduk di belakang tanpa sedikit pun mengeluarkan suara.

"Pegangan yang kuat ya, Mang!"

Komang Dika hanya mengangguk, kemudian mempererat pelukannya.

"Pulang dulu ya, Me."

Bu Ketut melambaikan tangan, kemudian masuk ke tempatnya bekerja.

Selama perjalanan, Ritha banyak mengajak Komas Dika berbicara, tapi mungkin karena kondisi jalanan yang cukup ramai, hanya beberapa yang ditanggapi oleh anak itu.

Melewati pasar, Ritha perlu membeli sesuatu. Ia menghentikan motor di sebuat toko. Komang yang lebih banyak diam, hanya mengikuti gerak Ritha.

"Komang mau apa?"

Lagi-lagi, Komang tidak menjawab saat Ritha menawarkannya untuk memilih salah satu makanan ringan yang dipanjang di depannya. Ritha menunduk, kemudian kembali menanyakan pertanyaan yang senada. "Adik mau beli yang mana?"

Komang menggeleng, tapi tatapan matanya mengarah pada kotak permen kenyal berbentuk dinosaurus.
Ritha mengulas senyum. Kini dia tahu apa yang diinginkan oleh keponakan Pak Ketut itu.

"Ini?" Ritha mengambil permen itu, kemudian menunjukkannya kepada Komang. "Beli yang ini aja, ya!"

Komang Dika mengangguk kecil.

Ritha kembali menggeser langkah, mengambil beberapa bungkus keripik kentang, dan lolipop rasa susu.

***

Ritha sedikit dibuat terkejut saat melihat pintu kamar terbuka. Sandal Sandy dan Helma ada di luar. Begitu menurunkan Komang dari sepeda motor, dia segera bergegas menuju kamar. Belum sampai Ritha menginjakkan kaki di teras, Sandy keluar dari dalam kamar.

"Helma di dalam? Bukannya kalian tadi ke sekolah?"

"Alerginya kumat," Sandy mengarahkan jempol ke belakang, ke arah kamar. "Badannya bentol-bentol merah," tambahnya lagi. Dia kembali masuk begitu Ritha bergerak ingin melihat keadaan Helma.

"Obat yang dia bawa lengkap. Udah langsung dia urus sendiri, tapi dari tadi dia sembunyi terus. Kayaknya dia lebih frustrasi kalau orang-orang sampe ngeliat badannya berubah gitu."

Helma yang bisa mendengarkan Sandy dan Ritha membicarakannya, memilih diam. Dia masih berusaha menahan rasa gatal di sekujur tubuh yang masih belum hilang.

Sayap MimpiWhere stories live. Discover now