Kue Pasir

49 4 0
                                    


Mata Mia berbinar-binar. Gio sudah ada di hadapannya, membawa sebuah tar penuh lilin warna-warni. Hampir saja dia mengurung diri di kamar, dan mengakhiri hari ulang tahunnya tanpa ada hal yang spesial. Tanpa disadarinya, Gio ternyata telah datang, bekerja sama dengan teman-temannya untuk menyiapkan kejutan ini.

"Gio disekap di kamar Gede," kata Agra membuat Gio tertawa. Mia tak kuasa menahan haru. Dia pikir, Gio hanya akan memberikannya ucapan selamat lewat telepon tadi pagi.

"Jadi kamu udah lama di sini?"

"Tadi sore, waktu kamu masih di posko."

Mia tidak dapat berkata lagi. Cahaya lilin di hadapannya semakin membuat perasaannya tak menentu. Dia merasa kasihan pada Gio yang harus menempuh jarak ratusan kilometer untuk datang. Tapi tidak dapat dipungkiri, bahwa ini adalah hadiah paling istimewa yang pernah didapatkannya.

"Eh, udah sedih-sedihannya. Kasihan kuenya kena lelehan lilin," kata Kikan mengingatkan. Dia sendiri teringat pada kekasihnya yang saat ini sedang bekerja di kapal pesiar. Tiga bulan lagi, mereka baru bisa bertemu.

Mia segera memejamkan mata. Dia menyempatkan diri untuk berdoa sebelum akhirnya meniup lilin tersebut.

"Happy Birthday, Sayang!" bisik Gio lembut, berhasil membuat yang lainnya berdehem. Dia bahkan tidak malu jika sampai apa yang dikatakannya didengar oleh keluarga Pak Ketut yang ikut larut dalam kebahagiaan itu.

"Thanks! Makasi semua."

"Pacarnya Mia bagus, ya?" komentar Bu Ketut berhasil membuat Mia dan Gio tersipu malu. "Jadi kalian semua sudah punya pacar?" tanyanya lagi.

Devan menoleh teman-temannya satu per satu. "Ritha sama Sandy belum," jawabnya jujur, membuat mereka yang disebut namanya sedikit tersentak.
Dari ceritanya, Devan tahu bahwa beberapa bulan yang lalu, Sandy memutuskan pacarnya yang ketahuan selingkuh. Kalau Ritha, Devan tidak tahu alasan mengapa dia masih sendiri. Dia bahkan sungkan untuk menanyakannya langsung pada Ritha.

"Ritha belum punya pacar? Tenang, nanti Meme yang carikan pacar. Supaya dia tinggal terus di sini."

Yang lain, menyambutnya dengan tawa. Ritha hanya tersenyum, menanggapinya sebagai candaan.

Dari semua wajah di sana, hanya Helma yang terlihat tidak antusias. Padahal tadi Jimmy meneleponnya, tapi karena perayaan kecil-kecilan ini, dia terpaksa memutuskan komunikasi tersebut.

"Kamu lagi sakit?" tanya Sandy begitu mendapati wajah Helma yang tertekuk. Beberapa hari terus bersama dengan Helma, Sandy menjadi lebih sensitif pada apa yang terjadi pada Helma.

"Besok kamu bakalan masuk kelas untuk pertama kalinya, kan? Kepikiran itu?" tanya Kikan. Hma hanya mengangkat alis, mencegah pertanyaan lain yang mungkin bermunculan.

"Jangan lupa persiapan," tambah Ritha mengingatkan.

Helma hanya menganggapnya sebagai angin lalu.

***

Ritha melipat kedua tangan. Teman-temannya yang lain sedang sibuk mengurus jagung yang sengaja dibawa Gio. Setengah direbus, setengah lagi akan dibuat jagung bakar.

Seperti biasa, Helma tidak akan rela bila tubuhnya terkena asap. Dia satu-satunya orang yang masuk ke kamar lebih awal. Ritha membiarkannya seperti itu. Akan lebih baik, jika Helma bisa menggunakan kesempatan ini untuk mempersiapkan bahan mengajar besok.

Setiap kali diperhadapkan pada perayaan ulang tahun, Ritha merasa ada yang menyumbat saluran pernafasannya. Dia mengingat apa yang dilakukannya dulu bersama dengan Bagas.

"Ulang tahun nggak harus pake kue," kata Bagas mencoba menghibur Ritha kecil yang kecewa karena tidak mendapatkan kue tar saat perayaan ulang tahunnya. Saat orangtuanya masih ada, mereka bahkan memberikan hadiah yang selalu diinginkan Ritha.

Ritha masih belum mengubah ekspresi wajah. "Aku mau tiup lilin!" katanya tegas. Dia sampai memalingkan wajah, tidak mau melihat Bagas lagi. Bagas tidak kehabisan cara.

Siang itu, mereka tidak langsung pulang ke panti asuhan. Mereka duduk bersila di bawah pohon, di pinggir lapangan voli. Bagas meletakkan tas selempangnya di sebelah Ritha. Dia kemudian menjauh, mencari sesuatu.

"Kamu mau kemana?"

"Cari kue," jawabnya singkat. Dia kemudian memungut kantong plastik yang tersangkut pada tanaman perdu di sekitar tanah lapang tersebut. Ujungnya sudah robek. Bagas kemudian mengikat ujungnya agar bisa ia pakai kembali.

Bagas beralih mengumpulkan pasir yang tersebar merata di dalam garis lapangan. Dengan tangan, dia memindahkan beberapa genggam pasir ke dalam plastik.

"Kamu mau buat kue dari pasir?"

Bagas mengangguk. Dia mengeluarkan pasir, kemudian membuatnya seperti gundukan, tepat di depan Ritha. "Ini kuemu."

Ritha membentangkan senyum. Meskipun kue yang ia dapat tidak sesuai harapan, dia cukup puas dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Tapi nggak ada lilinnya," tambahnya begitu menyadari ada yang kurang dari kue sederhana tersebut.

Bagas kembali mencoba mencari sesuatu yang dapat menggantikan lilin. Dia kemudian mengambil ranting yang telah mengering. Dipatahkannya menjadi beberapa bagian sama besar. Kini, ia menancapkannya tepat di atas kue pasir. Ada delapan buah ranting, tepat dengan umur Ritha saat itu.

Bagas menggerak-gerakkan kepalanya. Tersenyum puas melihat hasil kreasi yang dibuatnya dalam waktu yang singkat. "Sekarang kamu udah punya kue sama lilin. Lilinya terang banget," katanya mengajak Ritha berimajinasi bahwa ada nyala api di ujung ranting. "Ayo ditiup!"

Ritha tersenyum antusias. Pandangannya lekat pada gundukan pasir di hadapannya. Memang tidak seindah yang dibelikan ayah atau ibunya, namun itu cukup membuatnya bahagia.

Baru saja dia mendekatkan wajah ingin bertingkah seolah sedang meniup lilin. Bagas kembali menahannya. Dari setiap perayaan ulang tahun yang biasa dia lihat, ada ritual khusus yang belum mereka lakukan. "Eh, kita nyanyi dulu."

"Nyanyi apa?"

"Lagu Selamat Ulang Tahun. Tapi jangan nyanyi lagu yang ada potong kue, ya! Kasihan kalau kuenya dipotong."

Ritha kembali mengangguk penuh semangat. Dia mengikuti semua yang diarahkan oleh Bagas, membiarkan sahabatnya itu memberikannya kado yang begitu istimewa yang tidak pernah dapat dilupakannya.

Setiap kali melihat tar, lilin dan mendengarkan lagu tersebut, angannya akan kembali pada belasan tahun lalu, saat semua terasa begitu lengkap, meskipun sesungguhnya dia tengah hidup di tengah keterbatasan.

***


Ada macem2 cara buat ngerayain ultah. Pernah punya cara unik buat happy2 pas happy day itu nggak? Share atuh.... 🙌

Sayap MimpiWhere stories live. Discover now