Chapter 2p

14.4K 223 14
                                    

--->

Ia melihat kedua lutut dan betis kiri Yuri yang lecet dan berdarah cukup parah.

Ryu jadi panik, ia segera mengambil kotak obat di ruangan tengah.

"Ini minumlah dulu," Ryu menyodorkan segelas air putih pada istrinya.

Yuri bangkit duduk kemudian meminumnya sedikit. Ryu menumpuk bantal untuk di jadikan tempat Yuri bersandar. Dengan cekatat tangannya membersihkan dan mengobati luka-luka di kaki Yuri. Entah kenapa Ryu selalu ikut-ikutan meringis bila melihat Yuri menahan sakit. Diam-diam Yuri tersenyum kecil melihat tingkah suaminya itu.

"Mau minum lagi?" tanya Ryu karena merasa Yuri memandanginya terus.

Yuri menggelengkan kepalanya pelan sambil mengigiti telinga bonekanya karena menahan sakit.

Yuri kembali meringis saat Ryu membersihkan luka di dagunya. ia juga merasa kepalanya sedikit pusing mungkin pengaruh naik benda-benda berputar bersama Mine tadi. Badannya jadi terasa tidak enak setelah terjatuh bersama Mine tadi pagi.

"Perih yah?" tanya Ryu sambil ikut meringis.

Yuri mengangguk pelan.

"Tahan sebentar, kalau tidak di bersihkan nanti infeksi."

Ryu kembali membersihkan luka-luka Yuri.

"Jadi, Toru itu calon dokter?" tanya Yuri pelan.

Ryu mengangkat sebelah alisnya, matanya memandang penuh tanya.

"Sebenarnya tadi aku tidak benar-benar tidur, hanya mata ini sulit dibuka." kata Yuri lagi.

Ryu tersenyum kecil sambil terus mengobati lukanya. Wajah Ryu sangat dekat dengan wajahnya. Yuri dapat merasakan hembusan napasnya menerpa wajah yuri.

Mata hitam tajam Ryu terlihat fokus memerhatikan luka di dagunya.

Sambil meringis pelan Yuri memerhatikan wajah Ryu yang berada sangat dekat dengannya itu.

"Kyaa...tampannya suamiku. Ups...apa yang aku katakan? Huh...tapi aku sungguh heran, di lihat dari jauh, dekat, sedang tidur, bangun tidur, tersenyum, cemberut, tertawa apalagi saat berkeringat tetap saja kau ini terlihat tampan. Kapan terlihat jeleknya sih?!" gemas Yuri dihati.

Mata hitam Ryu melirik wajah Yuri sekilas, kemudian ia kembali memerhatikan luka di dagu istrinya.

"Aku sangat khawatir. Jadi aku menyuruh Toru untuk memeriksamu."

"Aww...pelan-pelan."

"Iya, ini juga pelan-pelan. kenapa dagumu bisa ikut lecet begini sih?"

Yuri terdiam kemudian memperlihatkan kedua telapak tangannya pada Ryu.

"Ya ampun, tanganmu juga?!" kaget Ryu.

"Emm...ini juga," Yuri memperlihatkan lengan kirinya.

"Ini juga?! Mana lagi? Coba sini aku lihat" panik Ryu.

Ia memerhatikan setiap inci lengan dan wajah Yuri dengan cemas.

'Pletaak'

"Kyaa...kau mau apa?!" teriak Yuri tiba-tiba sambil menutupi rok jeans di atas lututnya dengan boneka.

Ia memukul kepala Ryu saat tanpa sadar mata Ryu terus memperhatikan kaki Yuri dari bawah keatas.

"Aww...kau?? Ah...syukurlah berarti Toru benar," Ryu mengusap kepalanya sebentar kemudian kembali mengobati dagu Yuri.

"Apa?" tanya Yuri yang terlihat lemas setelah berteriak.

Ryu berhenti sejenak, ia mendekatkan wajahnya kemudian menempelkan keningnya di kening Yuri.

"Toru bilang, kau...hanya demam biasa dan kelelahan."

Yuri menahan napas beberapa saat, jantungnya serasa mau copot.

Ryu yang melihat wajah Yuri merona segera menjauhkan wajahnya kemudian kembali mengobati dagunya dengan santai. Ia tidak bertanya tentang kegiatan dan apa-apa yang sudah menimpa istrinya sepanjang hari ini. biar besok saja setelah Yuri pulih baru ia akan menanyakan segalanya, pikirnya di hati.

"Selesai. kau harus makan sekarang, lalu minum obat. Ok?"

Ryu memasukan perban dan obat merah setelah membalut lengan Yuri yang terluka.

Yuri menggeleng lemah, kepalanya terasa sangat pusing. Ia tidak bernapsu untuk makan.

"Sedikit saja, ayo buka mulutmu" kata Ryu memaksa.

Ia hendak menyuapi Yuri bubur yang tadi di belinya dari restoran depan apartemen.

Yuri kembali menggeleng pelan sambil menutupi mulutnya.

Ryu meletakan mangkuk bubur yang di pegangnya.

Perlahan ia menarik tangan yang menutupi bibir Yuri.

Ryu kembali mendekat ia mencium kening dan kedua pipi istrinya dengan lembut.

"Lagi-lagi aku tidak bisa menjagamu," kata Ryu sedih.

"Lihat, kau demam dan lecet-lecet begini. Aku bukan suami yang baik. Maafkan aku," bisik Ryu.

Ia menyandarkan keningnya di bahu kanan Yuri. Ryu sangat sedih dan kecewa pada dirinya sendiri.

Yuri juga jadi sedih mendengar nada putus asa yang keluar dari bibir Ryu.

Agak ragu awalnya, Tangan Yuri bergerak kaku mengusap rambut Ryu, setelah sebulan lebih lamanya ia baru pertama kali membelai rambut Ryu yang hitam dan selalu nampak berantakan ini.

Ryu yang kaget atas sikap Yuri padanya segera mengangkat kepalanya.

"Emm...buburnya...kelihatan enak," kata Yuri sambil berusaha tersenyum.

Ia berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.

"Kenapa selalu begini?!" teriak Yuri dihati.

Setiap Ryu mendekatinya, Yuri jadi ingat disaat Suaminya itu mencium pipi Yuri untuk pertama kali.

Setelah melihat senyum istrinya, dengan semangat Ryu kembali mengangkat semangkuk bubur yang tadi diletakannya dimeja, kemudian ia mulai menyuapi Yuri.

Awalnya tangan Ryu nampak bergetar pelan saat menyuapi Yuri, namun lama kelamaan Ryu terlihat tenang seperti mulai terbiasa.

"Tidurlah, hari ini pasti sangat melelahkan untukmu."

Ryu menyelimuti Yuri setelah meminumkan obat padanya.

Ia meletakan tangannya di kening Yuri kemudian pergi melangkah keluar kamar.

Yuri memandangi perban-perban yang menutupi tangan dan lengan kirinya. Ia merasa matanya mulai terasa berat, mungkin obat yang diminumnya mulai bereaksi pikirnya.

Sementara itu Ryu terduduk di kursi meja makan.

"Tahan-tahan, dan tenang, ayo tenang!!"

--

Early weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang